7

12.9K 1K 20
                                    

"Kara, ayo kita main. Aku punya permainan baru" ajak Bianca sambil membawa beberapa mainan ke kamar Kara.

"Aku belum selesai ngerjain PR" jawab Kara menoleh ke arah Bianca.

"Gampang nanti aku bantuin, sekarang kita main aja dulu. Besok aku udah pulang loh, ya kali kita gak main bareng" ujar Bianca menatap Kara dengan wajah yang di buat sesedih mungkin.

"Sebentar aja tapi, nanti aku di marahi Ayah kalau belum selesai ngerjain PR nya" pungkas Kara bangkit dari duduknya lalu duduk di atas lantai kamarnya.

"Main apa kita?"

"Ini, aku beli kartu uno baru, aku juga bawa mainan ular tangga. Mau yang mana? Kamu yang pilih" antusias Bianca meletakkan semua mainannya di atas lantai.

"Makanannya?" tanya Kara menatap Bianca dengan mata berbinar-binar.

"Tentu anda dong, tapi jangan sampai Anka tau. Ini aku beli khusus buat adek aku-"

"Aku gak mau jadi adek kamu, lagian harusnya kamu yang panggil aku Abang. Karena Papa kamu adiknya Ayah" sela Kara mengambil makanan dari tangan Bianca.

"Kita seumur, panggil nama aja lah" balas Bianca tersenyum manis pada Kara. "Foto bareng yuk"

"Buat apa?" tanya Kara menatap curiga pada sepupunya.

"Buat pamer lah ke temen-temen gue, kalu gue punya sepupu lu- ganteng maksudnya" ralat Bianca sebelum Kara mengamuk karena di bilang lucu.

"Aku udah gak percaya lagi, terakhir kali kita foto bareng di jadiin bahan lelucon sama kamu. Mana di bilangnya aku adek kamu lagi"

"Ayolah kali ini aja, Mama aku kemarin baru ulang tahun loh" bujuk Bianca menatap Kara dengan tatapan memohon.

"Yang ulang tahun kan Mama kamu, bukan kamu. Lagian foto barang apa hubungannya sama Mama kamu yang ulang tahun"

"Aku beliin permen, coklat es krim terus apa pun yang kamu mau. Tapi kita foto bareng oke"

"Sekali aja" pungkas Kara lalu tersenyum dengan paksa ketika Bianca meminta untuk berpose tersenyum.

Selesai mengambil gambar Kara dan mengirimnya pada Mama-nya yang sejak tadi menanyakan kabar Kara. "Kamu kenapa bisa sampai luka-luka gitu? berantem sama siapa?" tanya Bianca mengusap rambut Kara.

"Biasalah anak cowok, kalau gak berantem ya ada yang kurang. Katanya mau main jadi gak? keburu di panggil buat makan malam nanti"

"Ayo, siapa dulu yang main? Kamu aja yang mulai pertama" antusias Bianca lalu membangi karu uno nya.

Di tengah-tengah asyik bermain, seseorang membuka pintu kamar Kara dan mengalihkan perhatian mereka berdua sedang serius. "Ibu nyuruh kalian turun, makan malam" ucpa Anka berdiri di ambang pintu masuk kamar.

"Kita lanjut lagi nanti, sekarang kita makan dulu" ajak Bianca bangkit dari duduknya lalu membantu Kara untuk berdiri.

"Awas! Lo menghalangi jalan kita berdua" ucap Bianca pada Anka yang masih berdiri di ambang pintu kamar, setelah Anka menyingkir, Bianca pun menarik tangan Kara lalu turun ke bawah bersama.

"Kamu lagi berantem sama Anka?" penasaran Kara, karena sejak tadi dia memperhatikan Bianca sepertinya sedang tidak akur dengan Anka.

"Dia nyebelin, pada aku cuma minta tolong sedikit doang. Tapi dia gak mau, siapa yang gak kesel coba" jawab Bianca.

"Emang kamu minta tolong apa sama Anka?"

"Tadi kan aku agak repot, aku minta tolong dia bawain tugas aku sampai kelas kan dia lewatin kelas gue. Dia nya malah gak mau, tadi pas mau pulang juga nyebelin. Kamu ikut aku pulang aja yuk, tinggal sama Mama Papa di rumah aku-"

"Gak usah macam-macam. Kara punya rumah sendiri, lo kalau gak mau kesepian minta Mama kamu punya anak lagi" suara Anka memotong ucapan Bianca.

Anka berjalan mendekati mereka berdua lalu menarik tangan adiknya, membawanya pergi ke ruang makan. "Awas aja nanti, adek lo gue culik" kesal Bianca menghentakkan kakinya lalu segera pergi ke ruang makan.

"Ayo kita makan" ucap Naira setelah semuanya sudah duduk manis di ruang makan.

"Sup nya masih panas, di tiup dulu" peringat Bianca ketika Kara ingin menyeruput sup yang masih begitu panas.

"Oh, iya lupa" ucap Kara tersenyum tipis pada Bianca, lalu dia menipu beberapa kali sup di dalam mangkuknya.

"Kebiasaan apa-apa udah di siapin jadinya gitu" celtuk Naira tak habis pikir dengan anak bungsunya.

"Tante, besok Mama udah pulang jadi besok pulang sekolah aku langsung pulang ke rumah" ucap Bianca mengalihkan perhatian Naira yang tengah menatap tajam anak bungsunya.

"Bukannya Mama kamu harusnya pulangnya masih tiga hari lagi?" tanya Banu.

"Mama pulang dulu Om, Papa yang pulangnya tiga hari lagi. Kalau besok aku ajak Kara main ke rumah boleh kan Om?"

"Gak, besok Kara sekolah. Kara juga harus balik lagi ke rumah sakit" jawab Anka menatap datar Bianca.

"Aku nanya Om bukan kamu" balas Bianca melirik Anka yang duduk di sebelah Kara. Posisi Kara berada di tengah antara Bianca dan Anka.

"Kita lanjut makan dulu, nanti kita ngobrol lagi" ujar Bianca lalu mereka semua kembali fokus dengan makanannya.

Selesai makan malam, mereka berkumpul di ruang keluarga. Kecuali Kara, dia di panggil Banu ke ruang kerjanya untuk membicarakan hal penting.

"Apa yang terjadi tadi di sekolah?" tanya Banu menatap datar anaknya yang berdiri di depan meja kerjanya .

"Kamu ngapain mereka sampai mereka mukulin kamu? sok jadi preman kamu?" Banu bangkit dari duduknya mendekati Kara, mengangkat dagu Kara yang sejak tadi menundukkan kepalanya.

"Kalau orang tua nanya itu di jawab bukan diem aja"

"Aku gak ngapa-ngapain mereka Yah-"

"Kalau kamu gak ngapa-ngapain mereka gak mungkin mereka mukulin kamu. Pasti kamu duluan yang mulai, kamu ini bisa kan sekolah yang benar gak usah belajar jadi bajingan" marah Banu menyentuh luka di sudut bibir Kara dengan kasar.

"Bangga kamu jadi jagoan di sekolah? malu Kara, setiap kali Ayah di panggil ke sekolah kamu buat malu Ayah"

"Maaf Yah" lirih Kara menundukkan kepalanya, percuma dia menjelaskan apa yang terjadi. Ayah-nya tidak akan percaya, bahkan Ibu-nya yang sudah jelas melihat dengan mata kepalanya sendiri pun masih ragu untuk percaya pada dirinya apa lagi Ayah-nya yang tidak melihat.

"Maaf kamu gak ada gunanya kalau kamu terus mengulangi kesalahan kamu lagi. Mau sampai kapan kamu duduk di bangku SMP dan main-main setiap hari? mau sampai kapan haa!!" frustasi Banu yang sudah tidak tahu lagi harus bagaimana dengan anak bungsunya.

"Coba kamu lihat Anka, pernah gak dia bikin Ayah malu? gak pernah Kara. Kalau kamu gak bisa kaya Anka, seenggaknya jangan bikin ulah di sekolah. Setiap sekolah ada aja yang kamu lakuin, coba besok apa lagi yang mau kamu lakuin?"

Banu mengambil kertas-kertas yang ada di atas meja lalu melemparkannya pada Kara. "Kerjakan semuanya dan harus benar semua. Itu soal yang sama dari seminggu yang lalu, kalau masih ada yang salah jangan tidur sampai besok pagi"

"Iya Yah" patuh Kara lalu mengambil kertas-kertas yang berserakan di atas lantai lalu keluar dari ruang kerja Banu.







KARA Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang