Di asrama

8.3K 1.1K 70
                                    

Berberapa bulan berlalu, Kara yang tadinya berpikir jika hidup di luar akan kesulitan ternyata memang cukup sulit. Untuk pertama kali semuanya butuh proses sampai akhirnya dia mampu menerima semuanya.

Tentunya karena kehadiran Zain dan Justin juga yang membuat Kara mampu melewati semuanya. Ini sudah hampir empat bulan dirinya berada di asrama, Raka setiap bulannya datang menjenguk. Orang tua Justin juga sama, setiap satu bulan sekali datang berkunjung. Hanya orang tua Kara yang tidak pernah datang.

Selama tinggal di asrama dan bersahabat dengan mereka berdua, Kara mulai sedikit terbuka dengan permasalahan keluarganya.

Seperti sore ini, setelah mereka selesai dengan kegiatan di asrama. Mereka bertiga duduk santai di halaman belakang.

"Dulu keluarga gue tinggal di satu lingkungan, ada empat rumah dan emapt pemilik. Hingga suatu hari ada kejadian yang buat Ibu sama Ayah aku terpaksa pindah" ucap Kara sambil berbaring di atas rumput.

"Kejadian apa?" penasaran Zain.

"Dulu waktu gue masih kecil, kalau gak salah usia 4 tahun. Gue juga belum gitu ingat, tapi gue ingat betul dengan kejadian hari itu." ucap Kara mendudukkan dirinya.

"Tante Rani punya anak tiga, anak keduanya seumuran gue sama Anka. Dari dulu orang tua kita semua selalu sibuk di luar, yang ngurusin kita pengasuh" ucap Kara sambil mengingat-ingat kejadian di masa lalunya.

"Waktu itu gue sama sepupu gue lagi main di pinggir kolam renang, kolamnya lagi di betulin jadi cuma ada sedikit air. Gue gak tau apa yang terjadi sama sepupu gue sampai dia jatuh ke dalam kolam. Dia selamat gak sampai mati tapi sampai sekarang dia gak bisa jalan, dan juga gak bisa ngomong."

"Jadi itu alasan keluar lo gak suka sama lo?" tanya Justin.

"Sebenarnya banyak alasan mereka gak suka, karena dari semua keturunan keluarga gue. Cuma gue doang yang goblok, kalau Anka emang di perlukan spesial, dia cucu kesayangan keluarga Ayah gue. Karena dia yang bakal nerusin perusahaan Kakek gue" jelas Kara.

"Jadi kejadian sepupu lo itu, mereka nyalahin lo?" tanya Justin.

"Ya secara gak langsung begitu buktinya sampai sekarang mereka gak suka sama gue. Tapi waktu itu mereka lihat cctv, dan jelas itu bukan salah gue, mereka juga gak bilang itu salah gue tapi sampai detik ini mereka gak suka sama gue," Kara bangkit dari duduknya lalu mengulurkan tangannya pada Zain, membantunya untuk berdiri.

"Kalau mereka udah tau kamu gak salah kenapa mereka masih gak suka sama kamu? Harusnya kan mereka gak gitu dong? Kan tuh anak jatuh sendiri ke kolam" ucap Zain merangkul pundak Kara.

"Mereka benci karena harusnya aku bisa gantiin posisi dia, tapi sayangnya aku gak bisa" ucap Kara tersenyum tipis.

"Maksudnya?" tanya Zain dan Justin bersamaan.

"Posisi Anka harus dapat perlindungan lebih dari kita semua, sebagai alasannya dia adalah pewaris seluruh kekayaan. Harusnya gue ikut sekolah khusus tapi secara fisik gak bisa. Mereka pernah maksa masukin gue ke sana, tapi di tolak sama gurunya karena pengasuh gue jelasin semuanya tentang kondisi gue. Alhasil mereka kesal sendiri, dan nuntut gue buat sama kaya Anka. Dan itu juga gue gak bisa." ucap Kara.

"Ibu kamu? Dia benci sama kamu?" tanya Zain yang begitu penasaran dengan sikap Naira pada Kara, dia bukan seperti Ibu untuk Kara. Melainkan seperti orang asing untuk anaknya sendiri.

"Ibu, dia Ibu yang hebat, di balik banyaknya tuntutan dari keluarga Ayah masih bisa baik-baik aja sampai sekarang. Menurut aku wajar Ibu kesal, Ibu kecewa sama aku, karena harapan Ibu ada di anak-anaknya. Ibu kecewa marah karena banyak tuntutan, bukan dari orang lain tapi karena keluarga dari Ayah yang banyak nunut. Buat aku Ibu aku yang terbaik"

KARA Where stories live. Discover now