XLIII

6 0 0
                                    

"Kayaknya ada yang baru jadian, deh!" Cita dan Wia menatap Fla yang sedang senyum-senyum penuh kedamaian sambil memakan makan siangnya; Bakso Malang kantin.

"Gak usah ngajak ribut orang yang lagi seneng, ya!" Fla mengaduk-aduk baksonya dengan riang gembira.

"Jadian tadi pagi banget?" Wia melirik Cita dan disambut anggukan Cita yang mencibir. "Ceritanya gimana tiba-tiba jadian? Masih pagi pula!"

"Tauk! Pagi-pagi tiba-tiba hepi, pamer tangannya gemeteran karena deg-degan." Cita menusuk batagor di depannya.

"Aiiiihhh!! Turun ranjang!" Wia bersiul panjang.

"HEH!" Fla melotot.

"Bener, kan? Dari kakaknya, pindah ke adiknya!" Cita menambahkan disusul gelegar suara tawa Wia. Fla hanya bisa cengar-cengir, tidak bisa benar-benar kesal karena hari ini dia sangat senang. Kejadian tadi pagi di depan gerbang sekolahnya kembali terbayang...

"Helqi ayo cerita. Sejak kapan?" Fla menggenggam lengan jaket Helqi. Wajahnya merona, selain karena ia baru menangis juga karena ia sangat malu mengakui bahwa pemuda di depannya sudah merajai pikirannya.

"Virusku udah nyebar?" Helqi tersenyum. Senyum yang terlihat lega melihat lengan jaketnya digenggam erat oleh Fla. Ia melepas tangan Fla dari jaketnya dan sebagai gantinya ia selipkan kelima jarinya seperti gurita di antara jari-jari Fla. "Dua tahun. Aku cari kamu dua tahun."

"Ha? Kok bisa?" Fla balas menggenggam tangan Helqi dengan kening berkerut.

"Panjang ceritanya," ujar Helqi sambil mengelus pipi Fla dengan tangannya yang bebas.

"Terus kenapa kamu ngilang habis nengok aku?" Fla merengut.

"Panjang juga ceritanya." Helqi tertawa pelan sambil mengusap kepala Fla. "Kalau aku ceritain sekarang bisa-bisa aku telat masuk sekolah."

Lalu mereka berdua tertawa sambil melihat sekeliling, seakan baru sadar mereka ada di radius sekolah Fla. Jelas orang-orang yang melewati mereka bengong menatap keduanya. Adalah sesuatu yang jarang juga Haikal tanpa kacamata.

"Ya udah. Sana." Fla mendorong halus Helqi sambil berusaha melepaskan genggaman tangan pemuda itu. Tapi Helqi tidak melepaskan tangan Fla mau pun berbalik kembali ke sekolahnya.

"Nanti." Helqi menarik Fla agar mereka sedikit tersembunyi di halaman warung di sebelah mereka.

"Katanya ceritanya panjang?" Fla tertawa.

"Tapi aku yakin kalau ini gak akan panjang." Helqi tersenyum lagi. "Jadi pacarku, ya, Fla?"

"Dengan senang hati."

***

Siang itu Fla berdiam diri, mendengarkan Helqi menceritakan dua tahun yang ia lalui berusaha mencarinya di setiap foto kakaknya. Ketika ia menyerah, tiba-tiba wallpaper komputer Haikal muncul. Dan ia sedikit kecewa ketika mendapati Fla ada di rumah sakit setia pada kakaknya.

Semenjak percakapannya dengan kakaknya sore itu, Helqi berpikir panjang untuk mengajak Haikal adu jotos sekalian. Tetapi berkali-kali juga ia mengurungkan niatnya. Ia sangat serius menyukai Fla, kalau sampai terjadi pertengkaran hanya karena Fla bisa-bisa orang-orang serumah pun akan ikut membenci gadis itu. Maka mereka sepakat bahwa mereka harus menerima apa pun pilihan Fla. Keputusannya ada di tangan gadis itu.

Pagi tadi, ia mendapat pesan dari Haikal yang isinya, "Kita udah sepakat biar Fla yang milih. Sekarang aku mau ambil kesempatan untuk dia milih aku."

Ketakutan Fla akan menerima kakaknya, ia ingin langsung bertemu Fla untuk menegaskan kembali perasaannya, untuk menanyakan perasaan gadis itu. Ia tidak ingin bicara hanya lewat chat atau pun telepon. Fla harus merasakan ketulusannya.

"Sampai kita di sini." Helqi meraih tangan Fla dan menggenggamnya. "Di depan gedung bimbel kamu. Kenapa gak masuk, sih?" Ia tertawa pendek sambil menatap gedung bergaya Belanda kuno yang memang adalah tempat les Fla.

"Gak enak kalau kamu gak les di sini." Fla meringis dengan tatapan meminta maaf.

"Emang gak boleh?"

"Gak enak!" Fla mencubit lengan Helqi dengan gemas. "Gak pernah ada orang yang gak bimbel di sini ikutan nongkrong di kantin."

"Gak pernah bukan berarti gak boleh."

"Siapa bilang gak boleh?"

"Itu aku kan ga boleh masuk."

"Serius ya, Qi. Kita ngomongin ini mau sampai lebarang kuda juga gak akan pernah beres."

Helqi tertawa dan ia mengecup punggung tangan Fla yang ada di genggamannya dengan gemas. "Kecil banget tangan kamu."

"La!"

Fla menoleh cepat sambil menarik tangannya dari tangan Helqi. Helqi mendongak dan mendapati Fla melambaikan tangannya membalas sapaan seseorang yang ternyata  Reyhan. Dengan cepat wajahnya muram dan berubah sangat sinis.

"Eh, Helqi ya?" Reyhan menutup pintu mobilnya yang terparkir tidak jauh dari motor Helqi dan segera menghampiri mereka berdua. "Bener, kan Helqi?" Reyhan melirik Fla.

"Iya." Fla tersenyum lebar. "Tumben telat?"

"Kamu kali yang kecepetan." Reyhan membetulkan letak sebelah tali ranselnya. "Yuk, masuk."

"Duluan." Fla mengibas-ngibaskan tangannya menyuruh Reyhan masuk duluan. Reyhan mengangguk dan tersenyum pamit pada Helqi yang masih dengan tampang perangnya, lalu melangkah menaiki undakan kecil di teras.

"Eh," Reyhan menghentikan langkahnya dan berbalik, "udah makan?" Reyhan menunjuk Fla.

"Belom." Fla menggeleng.

"Oke. Kasih tau kalau udah di kantin." Reyhan sekali lagi melambai dan pergi.

 "Kamu setiap siang makan di kantin sama dia?" tembak Helqi dengan nada kesal tanpa tedeng aling-aling.

"Iya." Fla menatap Helqi dengan wajah polosnya, seakan-akan makan bareng mantan itu sesuatu yang sangat lumrah.

"Makanya enggak mau aku ikut diem di kantin?" Helqi sekali lagi melancarkan asumsinya.

"Gak gitu." Fla mendengus sambil tersenyum. "Kan tadi kubilang gak enak. Belum pernah..."

"Kan bukan berarti gak boleh." Helqi menyambar dengan kesal.

Fla tertegun sesaat. Ia tahu Helqi orang yang blak-blakan, tetapi ia tidak tahu kalau cemburu pun Helqi tidak susah payah menyembunyikannya. Dengan hati yang lebih lunak, Fla melangkah maju mendekati Helqi yang duduk di atas motor.

"Gak akan abis debatnya," senyum Fla sambil meraih tangan Helqi dan menggenggamnya. Senyumnya lebih lebar ketika pemuda itu membalas genggaman tangannya lebih erat; tandanya marahnya tidak sebesar yang ia kira.

"Kalau aku pergi kamu sama dia."

"Terus?"

"Dia mantan kamu."

"That's the point. Mantan."

"Cinta lama bisa datang lagi."

"Tapi aku kan udah punya kamu."

"Kalian nyelinap di  tangga darurat."

"Dia cuma menghindari gebetannya, takut gebetannya cemburu."

Helqi menunduk sambil mempermainkan jari-jari tangan Fla yang jauh lebih kecil dari jari tangannya. Hatinya sedikit mengganjal ketika Fla mendadak melepaskan tangannya ketika Reyhan datang. Tapi entah kenapa ia tahu jawaban yang akan diberikan gadis itu, pasti Fla hanya reflek karena yang dipegang tangan kanan. Ia menghela napas dan menatap gadis di hadapannya yang dengan sabar menunggunya bereaksi.

"Nunggu dua tahun itu lama," ujarnya sambil mengusap kepala Fla dengan tangannya yang bebas. "Sama kamu, satu jam kerasa cuma satu detik. Aku maunya bisa ngerasain ribuan detik sama kamu."

Way Back to YouWhere stories live. Discover now