III

57 3 0
                                    

Haikal memacu motornya dengan kecepatan sedang sementara ia menceritakan kisah cintanya yang sepertinya sudah kandas dengan Andah. Permasalahannya hanya satu, Andah masih menyukai mantannya.

"Setelah selama ini kalian pacaran, Andah masih suka sama mantannya?" tanya Fla sambil mencondongkan tubuhnya ke depan agar Haikal bisa mendengarnya dengan jelas. "Kok kamu baru tahu sekarang?"

"Sebenernya, sih, aku udah tahu dari awal." Haikal menghentikan motornya ketika lampu berubah dari kuning ke merah. Ia membuka kaca helmnya dan menoleh memandang Fla yang duduk di belakangnya. "Aku cuma berharap aku bisa buat dia lupain mantannya, tapi ternyata enggak bisa."

Fla tersenyum tipis mendengar kata-kata Haikal. Terlalu tipikal, terlalu klise, dan terlalu muluk. Sudah berapa banyak hati yang jatuh, patah berserakan, hanya karena keyakinan bahwa yang lalu akan terobati dengan memiliki yang baru. Pada kenyataannya, hanya waktu yang bisa mengobati luka di masa lalu, dan hanya jika diri sendiri mengikhlaskan bahwa tidak semua orang datang dan tinggal. Setidaknya, dia merasa seperti itu.

"Enggak semudah itu, Kal." Fla menggeleng-geleng.

"Iya Kal tahu," jawab pemuda itu sambil nyengir sedih. "Mungkin itu sebabnya Andah sering marah, sering ngambek, kalau aku salah dikit langsung ngambeknya bisa sampe tiga hari. Mungkin dia ngetes aku kali ya, tahan gak sama dia."

"Kenapa kamu sampai mikir gitu?"

"Yaaaa, soalnya akhirnya dia tetep maafin aku. Kalau aku terus tahan, mungkin dia bakal sadar cuma aku yang sayang sama dia segitunya," jawab Haikal diiringi deru angin dan mesin kendaraan sekitar. "Ini belok sini, kan?"

"Iya," jawab Fla melihat jalan menuju komplek rumahnya semakin dekat. "Tapi kamu juga harus sayang diri sendiri, Kal. Kalau misalnya kamu merasa gak salah, coba diomongin aja sama Andah baik-baik. Terus kalau minta maaf jangan terlalu ngebet. Coba lakukan sesuatu yang sederhana tapi manis."

"Misal?"

"Minta maafnya gak usah sms tiap menit, minta dijawab. Bisa aja kamu kasih kejutan buat dia, kejutan mini aja. Misalnya kamu pitain buah Apel.."

"Dia sukanya Pir."

"... ya pitain buah pir, kasih ke dia sambil bilang maaf dan senyum." Fla membayangkan sendiri seandainya ada yang melakukan hal sesederhana namun manis itu padanya. "Nah, udah gitu pasti dia bakal aaaawww so sweeeettt!" Fla melebarkan kedua tangannya membuat motor Haikal oleng.

"GILA!" Haikal tertawa. "Ati-ati dong! Hahahaha."

Mereka berdua tertawa-tawa dan ketika mereka sudah sampai di depan rumah Fla, Haikal membuka kaca helmnya sambil menyangkutkan helm Fla di kaitan motornya.

"Jadi kamu teh mau minta balik ama Andah?"

"Iyalah! Aku masih sayang sama dia. Makasih ya, Fla. Gak rugi aku ngajakin kamu pulang bareng gini." Haikal tersenyum manis.

"Nih, Mang, lima ribu aja ya ongkosnya! Kan dikasih nasehat cinta jadi diskon!" Fla pura-pura mengeluarkan uang dari saku celananya.

"Gak usah, Neng. Gratis. Minta nomer hapenya aja," balas Haikal sambil mengeluarkan ponsel dari saku celananya. "Kamu harus siap-siap diteror."

"Diteror...?" Fla meraih ponsel Haikal dan memasukkan nomor ponselnya di kontak.

"Diteror sama aku. Soalnya aku pasti masih butuh banyak nasehat dari dokter cinta."

"Sialan." Fla tertawa sambil menyerahkan kembali ponsel Haikal.

"Nanti kutelepon ya. Dah."

"Makasih banyak ya, Mamang ojek!"

Fla tersenyum lebar sambil membuka pintu pagar rumahnya, tapi belum masuk rumah, ponselnya sudah berdering nyaring. Sambil menutup kembali pagar dan berjalan masuk ke rumah, Fla melihat nomor asing yang muncul di layarnya.

"Halo?"

"Bagus. Kamu gak ngasih aku nomor palsu."

"NYETIR YANG BENER!" Fla menjerit histeris.

"Hapenya diselipin ke helm, kok! Torek aku diteriakin!" Haikal tertawa.

"Nyetir yang bener!!!"

"Iya iya. Maleman kutelepon ya! Dah."

"Iya. Daah."

Saved.

Haikal IPA 1.

Way Back to YouWhere stories live. Discover now