X

26 0 0
                                    

Fla tidak tertarik pada Haikal, sama sekali. Tapi itu hanya pada awalnya. Walau dia mengakui Haikal adalah cowok tampan, tapi hanya sekedar itu. Memuji bukan untuk mencintai. Dia ingat betapa tatapan orang-orang melihat Haikal yang berjalan di sampingnya mengikuti langkah Haikal pergi. Tap setiap hari dia mendatangi Fla, membawa makanan, mengajak ngobrol macam-macam. Dia jadi sadar kalau Haikal itu memang cerdas, dan manis. Dua kombinasi itu membuatnya semakin hari jadi merasa nyaman bersamanya. Mereka bisa membicarakan apa saja yang mereka suka, tanpa batas. Dan mengungkapkan apa yang ada di kepala tanpa takut dihakimi. Fla suka berada di dekat Haikal.

Tapi apakah itu cinta?

Ketika Fla sekali lagi menceritakan kisah Haikal dan Anda tiba-tiba ia merasa sedih. Mungkin saja dia akan menjadi Nuri kedua kalau perasaannya terus berlangsung dan naik pangkat dari suka jadi cinta. Jadi seharusnya mungkin dia terus menganggap Haikal tidak punya maksud apa-apa. Chat-chat Haikal yang setiap hari semenjak sepulang sekolah sampai bangun di pagi hari, di sekolah, di kelas, janjian ke kantin, janjian pulang bareng, sebaiknya anggap saja sebagai kebaikan Haikal. Seperti yang dulu pernah dia katakan pada Nuri. Dia hanya berbaik hati. Mungkin ini cara Haikal membalas budi karena Fla sudah jadi tempatnya curhat segalanya tentang Andah.

Tapi jelas saja apa yang direncanakan tidak semudah kenyataan. Setiap Haikal menjemputnya untuk makan siang di kantin atau setiap Haikal memintanya menunggunya sebentar kalau kelasnya terlambat bubar, Fla tidak bisa menahan dadanya yang berdegup kencang, atau gejolak perutnya yang mendadak mulas karena rasanya ada kupu-kupu berusaha keluar.

"Aku harus jauhin Haikal kali, ya?" Fla menopangkan wajahnya ke tangan sambil menatap kartu di tangan. Siang itu jam palajaran kosong menjelang pulang sekolah, jelas anak-anak sekelas mulai menggila. Bahkan anak-anak perempuan gengnya Dinita mulai menggelar monopoli di depan kelas.

"Kenapa?" tanya Wia sambil mengeluarkan kartu dan Cita mendecak kesal.

"Fla nakser Haikal, Wia." Cita menyenggol siku Fla buat jalan karena dia pas. "Kagak liat kemaren-kemaren ampe nangis di perpus. Haha!"

"Maksudnya teh, ngapain jauhin? Biarin ajalah! Orang mah seneng deket sama kecengan! Teu jiga urang (gak kaya aku), duh Aliiippp! Mau kenalan aja bingung gimana caranya biar gak norak!" Wia merapikan kartunya sambil manyun. Sudah beberapa bulan ini dia ngeceng anak kelas sebelah dan tidak ada koneksi yang bisa menghubungkan mereka sama sekali.

"Tapi kalau aku doang yang suka dianya enggak kan nyesek juga." Fla melirik ponselnya di atas meja. Menjelang bel pulang biasanya Haikal mengirim pesan untuk pulang bareng. "Ini kan pertama kalinya sejak Reyhan."

Mereka terdiam. Siapa tidak tahu ceritanya dengan Reyhan? Mereka pikir kisah cinta Flarisia-Reyhan akan menjadi kisah cinta legendaris. Naksir-naksiran semenjak mereka masih memakai seragam putih-merah, berpisah ketika mereka masuk SMP tapi beberapa bulan kemudian bertemu lagi karena kejadian yang paling aneh. Reyhan hanya sekali itu mengantar temannya yang janjian dengan teman Fla dari klub Baseball-Softball di Lodaya. Lalu tiba-tiba mereka bertemu kembali. Tanpa pikir panjang segera berpacaran, dan bertahan sampai 5 tahun lamanya walau mereka tetap beda sekolah.

Hanya Reyhan yang pernah singgah di hidupnya. Fla sampai lupa bagaimana rasanya naksir cowok. Dengan Reyhan segalanya mudah, karena laki-laki itu jelas sangat mencintainya. Tidak usah menebak-nebak, Fla tahu perasaannya pasti terbalas. Sampai beberapa bulan yang lalu ternyata Reyhan telah berubah dan Fla menyadari, telah lama perasaannya tidak berbalas.

"HEUP! Jangan bandingin-bandingin Reyhan lagi." Cita membuyarkan kesunyian sejenak sambil menepuk kartu di atas meja. "Mulai hidup baru, Fla. Reyhan udah gak ada lagi. Bahkan untuk bertemen aja dia gak mau kan?"

"Bukan gak mau, Cit. Gak bisa. Kalau aku masih suka sama dia, dia gak bisa temenan sama aku." Fla mengoreksi.

"PEDE AMAT!" Wia ikut-ikutan. "Apa hubungannya?"

"Katanya, kalau aku masih suka sama dia, dia gak bisa temenan sama aku karena dia pasti bakalan kaya cowok brengsek ngebiarin aku berharap dia bakal balik. Dia bener-bener udah gak suka lagi sama aku." Fla mendadak dadanya sesak dan penuh. Sudah berapa lama ia berusaha melupakan Reyhan? Demi melupakannya bahkan nama itu tabu diucapkan di antara teman-temannya.

"Jadi kamu maunya gimana sama Haikal?" Cita mengangkat alisnya.

"Gak tau."

"Bohong. Ayolah, apa? Kamu maunya apa? Jujur ajalah, gak usah gengsi-gengsian." Cita mendesak,

"Aku maunya aku tau perasaan dia sama gak kayak aku."

"Ya udah, tanyain!" samber Wia dan disambut picingan mata Fla. "Apa? Kan pingin tau. Kalau kamu nanya kita mah, ya gak akan tau, dong! Tanya langsung sama orangnya. Dari pada salah sangka."

"Nembak duluan, dong, aku?" Fla cemberut. "Gak mau."

"Gak nembak, cuma nanya." Wia mengacungkan jarinya. "Kalau nembak, kamu mau gak jadi pacar aku? Kalau nanya doang, kamu suka gak sama aku? Beda kan?"

"Outputnya kayanya bakal sama, deh!" Fla memicingkan mata.

"Bedaaaa! Kalau nembak berarti jawabannya antara mau atau enggak, kalau nanya jawabannya antara suka atau enggak."

"Output nolaknya sama, cuy!"

"Susah, ih! Gausah nanya udaaah. Cuek ajalaaaah!" Cita menggeleng-gelengkan kepalanya. "Ikut kita nonton aja udah, gak usah pulang bareng Haikal."

Fla tertawa ketika dia kesekian kalinya mengecek ponselnya kalau-kalau Haikal mengirim pesan.

"Iya, udah ikutan aja, yuk! Ada film horor baru, nih! Dari pada kepikiran terus, nunggu-nunggu terus!" Wia setuju.

Hari ini memang ada acara nobar sebagian anak-anak sekelas. Fla tidak ingin ikut karena sejujurnya dia ingin pulang bareng Haikal. Tapi Wia ada benarnya juga. Kenapa dia tidak bisa memilih mau melakukan apa hanya karena ingin bersama Haikal?

"Oke! Aku ikut nonton, ah!" Putusnya disambut sorak sorai Cita dan Wia juga bel pulang sekolah.

Mereka segera membereskan barang-barang dan anak-anak yang mau menonton segera berkumpul di depan kelas. Mereka sedang berbagi kelompok, siapa yang bisa nebeng motor siapa dan yang tidak kebagian nebeng bisa naik angkot ramai-ramai.

"Fla, pulang?" tiba-tiba Haikal menyeruak ke dalam kerumunan sambil menenteng-nenteng helm.

"Hei Kal, aku mau nonton bareng anak-anak, nih!" Fla menunjuk kerumunan teman-temannya.

"Wah! Nonton apa?"

"Nonton Misteri Pohon Kecombrang, Kal. Film horor yang baru itu, lho!" Cita tiba-tiba nimbrung karena dia memang ada di belakang Fla.

"Temen-temen sekelas?" Haikal bertanya lagi.

"Iya. Tapi enggak semua, yang mau aja tadi tiba-tiba pagi-pagi pada ngide." Jawab Fla.

"Kalau aku ikut boleh gak?" Haikal nyengir. "Kita kan waktu itu gagal nonton horor."

Fla tersenyum. Apakah ini sinyal satu?


Way Back to YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang