XXIX

21 0 0
                                    

Fla terpana mendengar pengakuan paling eksplisit yang pernah ia dengar. Seandainya ini adalah film "panas", lembaga sensor tidak akan meloloskan ucapan Helqi. Pemuda itu menatapnya tanpa ragu, seakan menunggu respon atau mungkin jawaban langsung dari Fla. Yang menerima pernyataan itu tentu saja panik. Gelagapan. Wajahnya memerah.

Seperti ikan kehabisan napas, Fla mengatup-ngatupkan mulutnya tanpa sadar. Mau ngomog apa? Terimakasih. APAAN? Enggak cocok! Fla benar-benar bingung tidak tahu apa yang harus dikatakan. Helqi suka padanya? Mimpi pun tidak pernah! Memang cowok itu pernah menunjukkan ekspresi suka sedikit saja sewaktu ia masih sering menjenguk Haikal di rumah sakit? Tidak. Pemuda itu sadis. Mulutnya setajam silet.

Helqi melepaskan genggaman jemarinya lalu berdiri perlahan. Fla hanya bisa mengikuti ke mana wajah Helqi bergerak, ia berusaha menemukan aura canda di sana. Sementara cowok itu berdiri tegak di hadapannya dengan seringai lembut.

"Enggak ya? Enggak keliatan aku suka kamu?"

YA MENURUT LO AJA, BAMBANK?!

"Kalau kagetnya udah beres, aku bakal jelasin sejak kapan aku suka kamu." Tangan Helqi terulur, mengusap pelan puncak kepala Fla. "Setidaknya, untuk sekarang kamu enggak akan bingung kenapa aku jemput kamu di sekolah. Dan aku bakal jemput kamu tiap hari."

Fla masih diam seribu bahasa sampai ketika Helqi mengulurkan tangannya di depan wajahnya. Ia menatap Helqi heran.

"Ayo, pulang." Ajak pemuda itu sambil menggoyangkan tangannya tidak sabar. Ekspresinya seakan-akan dia tidak pernah menyatakan cinta pada Fla. Dejavu. Adik-kakak ini senang sekali ngajak Fla pulang. Dengan wajah identik Helqi, suaranya, jelas-jelas Fla kini sedang membayangkan Haikal yang mengajaknya pulang. Terasa sedikit aneh.

"Eh... aku ga bisa..." Fla akhirnya menemukan lidahnya untuk dipakai.

Helqi mengangkat alisnya. "Aku enggak akan nganggap kamu suka juga sama aku kalau aku anter pulang, kok!"

"Eh.. emm... bukan gitu, sih..." Fla tersenyum grogi, "... hari ini aku udah ada janji sama temen mau jalan-jalan."

"Sama mereka?" Helqi menunjuk Cita dan Wia yang sedang mengintip mereka dari balik pilar masjid sekolah.

"Emm.. bukan, temen bimbel aku."

"Yang cowok waktu itu?" Tanya Helqi dengan alis yang masih mengangkat. Fla mengangguk. "Aku anterin."

"Eeehh... gak usah!"

"Dia yang jemput kamu ke sini?"

"Enggak. Kita janjian di Mall langsung, mau nonton bioskop." Fla mengibas-ngibaskan tangannya dengan panik. Akan tidak nyaman kalau Helqi mengantarnya ke Mall untuk jalan-jalan. Harusnya pemuda itu diajak juga kan, kalau mengantar? Tapi Fla masih bingung dan kaget dengan pernyataan cowok tadi, jadi ia ingin sendirian dulu.

"Cowok macam apa yang ngebiarin ceweknya jalan sendirian ke Mall? Jemput, lah!" Helqi mendengus sebal.

"Gak kok, aku yang minta. Aku gak mau buang-buang waktu untuk bolak-balik jemput jadi mendingan aku ke sana aja." Fla dengan panik menjelaskan.

"Laki-laki yang punya tanggung jawab itu, mau ceweknya minta gak dijemput tetep jemput. Mau ceweknya gak mau dibayarin tetep bayarin. Mau ceweknya bilang gak usah dianter pulang, tetep anterin pulang. That's manner." Helqi menyeringai. "Dia memang gak punya sopan santun, tapi aku punya."

Fla ternganga.

"Aku anterin, sekalian aku ke rumah sakit." Helqi mengulurkan tangannya sekali lagi mengajak Fla bangkit dari duduknya. "Udah bisa pulang, kan? Kayaknya dari tadi banyak anak-anak yang malah nongkrong di kantin?"

Way Back to YouWhere stories live. Discover now