XXXVIII

3 0 0
                                    

Sementara Cita dan Wia ke bawah membawa piring-piring kotor bekas makan dan sekalian mencucinya, Fla menyembunyikan sebagian besar tubuhnya di balik selimut dengan wajah memerah. Memerah antara demam dan malu menjadi satu. Ia tidak menyangka pemuda itu akan menjenguknya.

"Kok gak nelpon aku, sih?" Haikal tersenyum sambil menyentuh kening Fla yang masih demam.

"Buat?" Fla tersenyum tipis.

"Kamu sobatku, loh! Masa aku gak jenguk kalau kamu sakit?" Haikal meraih tangan Fla dan mengusapnya lembut. "Kamu juga ikut jagain aku waktu aku sakit, kan."

Ketir, Fla tersenyum. Dia tidak punya energi untuk membantah Haikal. Ia tidak tahu apa yang dikatakan orang tua Haikal maupun Andah, yang jelas ada cerita yang terpotong di sana dan Haikal terlanjur mempercayainya. Fla tidak ingin menghancurkan dongeng indah yang diceritakan Andah pada Haikal, karena jelas-jelas Haikal hanya ingin mendengar apa yang diinginkannya sejak lama; kembali pada Andah.

"Gak diamuk Andah kamu ke sini?" Fla menarik tangannya dari genggaman Haikal.

"Kamu juga penting buat aku, Fla. Kalau dia gak terima, dia mendingan gak usah jadi pacar aku lagi!" Haikal menatap Fla sambil tersenyum mantap.

"Jangan." Fla menatap Haikal lurus-lurus, senyumnya tipis. "Andah harus jadi yang utama untuk kamu sekarang. Dia akhirnya balik, kan? Kamu selama ini pingin dia balik, kan? Masa dia udah balik malah gini?"

"Aku gak mungkin ninggalin sobat aku sendiri, Fla. Kamu sobatku yang paling penting untuk aku." Haikal cemberut.

"Tapi kan aku enggak akan ke mana-mana." Fla memiringkan sedikit kepalanya. "Persahabatan itu kayak pohon, Kal. Kalau hari hujan, kamu boleh berteduh di sini. Kalau langit cerah, kamu bebas main lagi. Karena pohon mah gak akan ke mana-mana, selalu ada di tempat yang sama."

Haikal terdiam menatap Fla.

"Fla, aku..."

"Hey heeeyyy liat nih kita bawa apaan!!!" Tiba-tiba Cita dan Wia memasuki kamar Fla membawa nampan yang di atasnya ada empat mangkok kecil. "Tadi ibu kamu nyuruh kita bawa ke atas. Puding kesukaan kamu."

Ketika mangkok-mangkok kecil itu sudah dibagikan mereka semua akhirnya makan dengan riang gembira. Fla bahkan sudah lupa apa yang mau Haikal katakan sebelum kedua sahabatnya memotong. Kegembiraan datangnya pudding coklat andalan ibunya Fla telah membuat semua orang lupa urusan dunia.

"Eh, bentar ya, aku ke toilet dulu di bawah." Fla bangkit dari duduknya dan turun dari kasurnya. Haikal ikutan berdiri, mengulurkan tangannya untuk membantu Fla bangkit. "Mau apa?"

"Anter kamu, lah! Lemes gini bisa-bisa jatuh di toilet!" Haikal tertawa.

"BUKAN MUHRIM ASTAGFIRULLAAAHHH HAIKAAALL!" Cita merebut tangan Fla dari Haikal sementara Wia dan Fla tertawa-tawa melihat Haikal yang malah ikutan nyengir.

Fla berjalan diantar Cita karena mereka harus ke toilet di lantai bawah karena kakak Fla sedang mandi. Ketika mereka sudah sampai di tangga terakhir yang langusng menghadap ke ruang tamu, betapa kaget mereka berdua ketika melihat ibu Fla sedang di depan pintu.

"Nah, itu dia. Fla, bukannya tadi Haikal udah datang ya?" Ibu Fla tersenyum melihat anaknya.

"Ehhh... itu bukan Haikal, Bu." Fla bingung.

"Hah? Bukan Haikal?!" Ibu Fla menatap kaget pemuda di hadapannya, yang tersenyum lemas karena bingung menjelaskannya.

"Apa Haikal-Haikal?" Wia muncul di tangga. Semua orang menatap ke atas tangga.

"Apaan Haikal-Haikal? Kan kata aku juga pasti butuh bantuan ak..." Haikal muncul di sebelah Wia dan terhenti melihat pemandangan aneh di hadapannya.

"Kak..." Helqi mengangguk menyapa Haikal.


Way Back to YouWhere stories live. Discover now