Lima belas

9.5K 690 2
                                    

Gedung pencakar langit dengan kaca yang tampak berwarna kebiruan biruan dan mengkilap itu tampak terpantul di sebuah kaca mata hitam milik seorang pemuda dewasa tak lain adalah Imanuel, putra kedua dari James itu tampak menatap ke sekitar di mana belum ada orang yang menyadari keberadaannya. Hingga sepersekian detik kemudian itu pemuda itu berdehem singkat membuat setidaknya dua orang berpakaian hitam kini berdiri tegap di sebelah nya. Kaki jenjang nya melangkah memasuki lobby utama gedung di mana semua orang langsung mengalihkan fokus mereka pada presensi dirinya. Membuat kedua bodyguard tadi langsung memasang badan guna agar Imanuel bisa berjalan dengan bebas tanpa harus berdesakan dengan mereka semua, karena Imanuel itu tidak suka di sentuh oleh orang asing dan juga pemuda yang memiliki sifat diam dan sulit di dekati itu memang tak terlalu suka suasana yang menurutnya ramai itu.

Langkah nya mulus tak ada hambatan  Imanuel memasuki lift lalu menekan tombol 17 guna menuju lantai itu yang di khususkan untuk para anggota keluarga Andromedes untuk berkumpul jika sedang berkunjung ke induk perusahaan yang di naungi oleh Gilbert saat ini. Imanuel bukan tipe orang yang tidak menepati janjinya, jika dia sudah berbicara dan berbuat janji maka itulah yang akan pemuda itu lakukan.

Pintu besar bercorak sebuah ukiran naga yang melingkar dan berwarna coklat pekat itu tampak berdiri kokoh di tempat nya. Imanuel mendorong pintu itu hingga terlihat sebuah ruangan luas lengkap dengan meja panjang dan beberapa kursi di dalam ruangan luas dengan banyaknya kaca yang berada tepat di sisi sebrang berdirinya dia di depan pintu, hingga kaca itu memperlihatkan langit biru yang cerah dan gedung gedung pencakar langit lainnya. Netra Copian James itu menelusuri ke segala arah namun sepertinya tak ada orang. Lantas pemuda itu memilih lebih masuk ke dalam, dan kini barulah orang orang yang membuat nya jengah kini tengah berkumpul dengan sedang membicarakan sesuatu yang serius.

"Wah! Tumben sekali tuan muda Andromedes ketiga kita ini datang kemari, apa ada gerangan anda datang kemari tuan muda Lodan," Seringai Levant itu tercetak jelas di wajah pemuda kuliahan itu. Kaki yang ia tumpukan di atas kaki kiri nya dengan raut wajah datar namun bibir nya menyeringai.

"Jaga lisan mu, kau tak lupa bukan jika aku lebih tua dari mu. Jadi jangan anggap diam ku sebagai candaan bagi mu, bukan kah kalian kembar? Lalu mengapa tidak bersikap seperti Levian yang hanya duduk diam tanpa ikut berkomentar dengan hadir tidaknya saya di sini," Imanuel berujar datar namun nada sarkas yang begitu ketara dari pemuda dewasa itu. Levant berdecih pelan melihat itu, apalagi sekilas pemuda itu melirik ke arah Levian yang hanya diam saja menatap datar keadaan layaknya sebuah patung yang menjadi hiasan di ruangan luas ini.

"Perusahaan mu baik?" Gilbert angkat suara. Setelah tadi terkekeh ringan mendengar ucapan antara keponakan dan Putra nya. Imanuel membalas dengan anggukan dan deheman singkat, pemuda itu menuangkan Whiskey ke gelas nya lalu menegaknya hingga tandas. Di rasa masih belum puas dirinya kembali menuangkan Whiskey ke dalam gelas lalu memutuskan berdiri tepat di depan kaca. Tangan kiri nya ia masukkan ke saku celana lalu tangan kirinya memegang gelas Berisi Whiskey itu. Imanuel tak banyak berbicara namun dari kode dan tatapan pemuda itu, mereka sudah tau.

"Perusahaan Ku selalu baik, tak perlu menanyakan nya. Karena jika bagian ku bangkrut aku bisa Merekrut gedung yang baru," Seloroh nya santai. Dirinya berbalik dan berjalan memutari meja kerja milik Gilbert. Sedangkan sang empu sendiri kini duduk santai di sofa, di sebelah pria itu juga ada putra kembar nya yang sibuk dengan ponsel masing-masing. Imanuel duduk angkuh di kursi kerja sang Paman. Tatapan datar namun memikat itu tampak menatap remeh ke arah Jacob yang juga ikut ada di perusahaan Gilbert saat ini. Di sebelah pria itu juga ada Tuan Lee yang kini hanya menatap datar tanpa minat, cucu tertua ketiga nya itu.

"Ah, aku baru menyadari jika ada Tuan Jacob di sini. Maaf sekali seperti nya aku tak melihat mu tadi," Imanuel tersenyum miring dengan memutar badan nya sehingga kursi yang ia duduki juga ikut berputar. Namun saat tengah berputar tiba-tiba tangan kekar seseorang menahan punggung kursi itu hingga berhenti. Imanuel menaikkan sebelah alis nya.
"Apa?" Tanya nya, kini giliran kaki nya yang ia naikkan ke atas meja. Hingga sepatu Pantofel milik nya yang tampak mengkilap itu terlihat.

MARVELO ANDROMEDESWhere stories live. Discover now