Bagian 15

16.4K 1K 104
                                    

🦋 بِسْمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ 🦋


"Hallo. Ini nomornya Gus Zaman, kan?"

"Assalamualaikum, iya kenapa sayang? Baru juga beberapa jam aku tinggal sudah ditelpon. Ada apa, hum?"

"Dih, langsung kenal suara Mahika?"

"Suara istri sendiri pasti kenal. Ada apa, Ning cantik? Ini baru selesai ngurus kos-an. Abi sama Umi sudah lama pulang? Udah dibelikan ponsel sama Abi?"

"Bacot!"

"Heh. Nggak boleh ngomong gitu. Aku nanya baik-baik, sayang. Jawabnya juga harus baik."

Mahika mengangkat kakinya tinggi-tinggi ketika tengah berbaring. Kemudian dia menoleh ke arah bingkai foto Zaman yang terletak di atas nakas. Ya, dia sedang di kamar Zaman.

"Ada masalah apa lagi? Pasti lagi kesal, kan? Kesalnya kenapa? Karena aku? Aku buat salah apa lagi, hum? Ayo cerita pelan-pelan, jangan pakai emosi."

"Pikir sendiri!"

"Kalau begitu telponnya ditutup ya."

"Kok gitu?!" Sewot Mahika.

"Kan tadi katanya pikir sendiri. Aku mana bisa mikir salahku di mana kalau terus diomelin sama kamu, Mahika."

"Oh jadi nggak suka sama suara Mahika? Sudah mulai berpaling karena udah ketemu sama cewek-cewek kota? Secepat itu? CK CK CK. Zaman, Zaman. Emang nggak salah kamu dikasi nama Zaman. Cintanya juga ada Zamannya. Berganti-ganti Mulu. Zaman sekarang cintanya sama Mahika. Zaman besok cintanya sama cewek kota. Zaman kemarin cintanya sama Fatimah. Dasar Playboy syar'i!!!"

"Astagfirullah. Istighfar dulu, Ning. Ayo istighfar dulu."

"Idih!"

Terdengar suara Hela napas Zaman yang begitu panjang.

"Tarik napasnya panjang banget. Udah cape punya istri kayak aku?"

"Napas juga salah? Astagfirullah."

"Kamu emang salah. Kamu nggak jujur kalau Fatimah nembak dan lamar kamu. Sengaja gitu?"

"Hanya karena itu? Kamu marah-marah dan telpon cuma karena itu, Mahika?"

"Cuma kamu bilang? HEH! bisa-bisanya kamu bilang cuma? Kamu tahu kan aku nggak suka ada cewek lain dekat-dekat sama kamu. Apalagi sampai lamar kamu. Aku nggak suka, nggak suka, nggak suka!"

"Oke, oke. Maaf ya. Maaf karena nggak jujur ke kamu kalau Fatimah nyatain perasaannya ke aku. Maaf juga karena ada perempuan yang naksir sama suami kamu ini. Namanya perasaan kan nggak bisa dilarang, Mahika. Lagipula aku nolak Fatimah. Kalau aku terima baru kamu boleh marah, sayang."

"Tetap aja aku nggak suka ada cewek lain yang lamar kamu. Maunya cuma aku yang boleh suka sama kamu. Cewek lain nggak boleh ada yang suka sama Zaman!"

Tiba-tiba saja laki-laki itu tertawa di seberang telepon.

"Lucunya. Teorinya bagus. Tapi omong-omong Mahika sudah makan atau belum, hum? Ini telponnya di mana? Ruang tengah atau kamar?"

"Banyak omong. Masalah kita belum selesai ya. Aku masih mau berantem sama kamu."

"Hum, baik. Silahkan. Marah aja. Aku dengarin dari sini, ya."

"Marah balik dong biar seru. Masa aku doang yang punya api, kamu juga harus berapi-api biar rame."

Zaman Omair (SUDAH TERBIT)Where stories live. Discover now