Bagian 09

16.9K 1K 296
                                    

🦋 بِسْمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ  🦋

"Mahika, ini nanti nenekmu nggak bangkit dari kubur karena lihat kamu bolos lagi?" tanya Riri.

Mahika langsung memukul lengannya Riri.

"Ayo buruan ege. Nanti kita kedapatan. Buruan lompat," titah Zihan.

Mereka berempat bergiliran melompat dari pagar pesantren. Dan yang terakhir adalah Mahika. Ketika dia sudah di atas pagar dan hendak melompat keluar. Mahika sempat melihat Zaman yang melipat kedua tangan, dia berdiri di depan ruang depel putra.

Mahika justru melambai tangan sembari tersenyum. Lalu dia melompat keluar.

"Gus Zaman."

Suara itu membuat Zaman menoleh ke belakang di mana Fatimah tengah berdiri di sana.

"Iya, Fatimah?" tanya Zaman.

"Kira-kira nanti sore habis ashar kita bisa rapat nggak? Sebentar lagi kita sudah harus fokus ujian untuk kelulusan. Jadi ada baiknya kita mulai mencari dewan pelajar yang baru. Jadi, semuanya kita bahas di rapat bersama depel yang lain. Gus bisa nggak?"

Zaman mengangguk.

"Bisa. Kabari yang lain saja," jawab Zaman.

Fatimah tersenyum lantas mengangguk. Ketika Zaman hendak masuk ke dalam ruangan. Tiba-tiba Fatimah kembali memanggilnya. Zaman menoleh lagi.

"S-saya tadi habis dikirimin oleh-oleh dari Manado sama Uma saya. Tapi kelebihan, kalau Gus Zaman berkenan mau menerimanya. Saya pasti senang."

Fatimah menyodorkan paper bag tersebut. Zaman kontan terdiam menatap paper bag itu.

"Kalau saya tolak gimana? Kamu kecewa?" tanya Zaman.

Fatimah seketika terkekeh.

"Itu kan haknya Gus. Kalau Gus mau terima Alhamdulillah, kalau tidak juga tidak apa-apa, tapi tidak baik kan kalau menolak pemberian teman sendiri? Sebentar lagi kita sudah tidak jadi partner di pesantren ini. Jadi........"

Zaman tersenyum kecil.

"Saya terima. Dari teman seangkatan sekaligus sejabatan di pesantren, bukan?"

Fatimah mengangguk tersenyum lebar.

"Terima kasih, Fatimah. Saya masuk dulu."

"Nggeh, Gus."

Fatimah segera pergi dari sana. Siapa sih yang tidak naksir kepada Gus di pesantrennya. Apalagi seumuran dengannya. Bahkan laki-laki dari kalangan biasa pun pasti akan mengagumi Ning di pesantren tempat ia belajar.

Sama halnya dengan Fatimah. Tapi sesekali Fatimah sadar diri bahwa dia tidak mungkin bisa disukai balik oleh Zaman. Walaupun Fatimah cantik, pintar dalam segala hal, tegas, dan punya kemampuan bicara di depan orang banyak. Tapi tetap saja dia hanya santri, dia bukan berasal dari keluarga paham agama.

Perasaan Fatimah ini wajar. Semua orang berhak atas perasaannya. Apalagi dia tidak tahu jika Zaman sudah menikah. Rasa inginnya pasti akan semakin tinggi.

Sedangkan di dalam ruang dewan pelajar ketika beberapa anak pondok seumuran Zaman sibuk mengobrol soal kelulusan. Tiba-tiba Rasyid menggoda Zaman.

"Ada yang dibawain makanan sama Fatimah. Ahhai, yang mau perpisahan harus dikasi peninggalan. Caelah," goda Rasyid.

Zaman meletakkan paper bag tersebut di atas meja.

"Monggo dimakan. Ini bukan buat saya. Ini buat semuanya."

Zaman Omair (SUDAH TERBIT)Where stories live. Discover now