Bagian 03

17.4K 1K 236
                                    

🦋 بِسْمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ  🦋

Pagi hari saat semua santri sibuk bersiap-siap ke sekolah, Mahika dan teman-teman justru masih dalam pengawasan dewan pelajar di mana mereka berkeliling pondok putra dengan jilbab merah yang mereka kenakan.

Mereka ber-empat berbaris. Di saat Zihan, Fara, dan Riri berusaha menutup wajah karena malu sebab anak-anak pondok menatap mereka. Mahika justru dengan pede mencari Zaman.

"Gus Zaman di mana ya?" dia bertanya-tanya.

"Zihan, ssut. Piwwit. Zihan, lihat sini. Kena hukum Mulu perasaan."

"DIAM LO DEWAN!" pekik Zihan kepada salah satu santri putra yang mengejeknya.

"Galak bener. Kalau berisik nanti ditambah lagi hukumannya," ledek Dewan lewat jendela pondoknya.

Zihan melirik sinis. Setiap kali mereka dihukum, Dewan selalu mengejek Zihan.

"Aku malu banget woi. Ayo dong Mahika, jalannya buru-buru biar kita cepat selesai," kata Fara dari belakang. Karena yang paling depan memang Mahika.

"Dihukum lagi, Fara?" Tanya seorang santri yang seangkatan dengan Zaman. Namanya, Jaksa. Handuk di pundaknya masih terlilit, sepertinya Jaksa dari kamar mandi.

"Malu banget, malu banget, MALUUU. Astaga, Kak Jaksa pasti ilfeel sama aku." Fara menutup wajahnya dengan jilbab yang ia kenakan.

"Kesalahan apa, Fatimah?" tanya Jaksa kepada gadis yang baru datang tersebut.

"Manjat rambutan dekat pondok itu. Ditegur sama Gus Zaman dan depel putra yang lain, mereka malah kabur." Adu Fatimah.

"Sudah ditegur Gus Zaman kalian masih berani kabur?" Jaksa berdecak tidak percaya.

Kemudian Fatimah di dewan pelajar itu mengangguk.

"Memang nggak bisa dibilangin Mahika dan kawan-kawannya ini," kata Fatimah lagi.

Mereka ber-empat jadi semakin kesal dengan senior mereka tersebut. Bisa-bisanya dia mengadu ke santri senior. Jadi, ketika putaran ke 30 kali sudah selesai. Mahika dan kawan-kawannya berbaris menghadap Fatimah.

"Senang dilihatin santri-santri, ha?"

"Senang," jawab Mahika, "Berasa kayak artis. Hukumannya gini aja terus. Pasti Mahika selalu cari gara-gara. Jadi, sekarang kan hukumannya udah selesai. Boleh dong kami bubar?" Fara, Zihan, dan Riri seketika panik. Kenapa Mahika harus menjawab seperti itu?

Apa mungkin dia masih kesal soal semalam? Ketika teman-temannya menjodoh-jodohkan Gus Zaman dengan Fatimah?

"Sopan kamu bicara seperti itu, Mahika?" itu bukan suara Fatimah, tapi Zaman.

Alih-alih takut. Mahika justru tersenyum. Akhirnya Zaman muncul juga. Sudah lama ia menunggu Zaman.

"Hukumannya masih ada satu lagi. Setor surah yang saya sebutkan waktu itu ke Fatimah. Dan kamu Mahika."

"Iya, kenapa, Gus?" Jawab Mahika cukup lantang.

"Yang sopan kalau bicara dengan Fatimah. Pengasuh kalian di asrama, selain Ustadzah, ya dewan pelajar. Hukuman yang mereka berikan juga untuk kebaikan kalian. Tengah malam kalau kalian butuh sesuatu atau butuh ditemani ke kamar mandi, kalian minta tolongnya ke dewan pelajar juga kan? Itu artinya kalian harus hormat. Lain kali jangan begitu ya, Mahika."

"Nggak. Aku mau ngomong kayak gitu terus. Mau cari gara-gara terus. Kenapa? Mau marah? Marah noh sama tembok. Dih, sok-sokan bela-bela orang. Dih, DIH, IDDIH." 

Zaman Omair (SUDAH TERBIT)Where stories live. Discover now