Prolog

41.8K 1.3K 71
                                    

Assalamualaikum. Hallo semua.
Perkenalkan, aku Matcha.
Selamat datang di cerita ke-5 ku ini. Semoga suka 🌷

Ini cerita baru ya. Bukan series mana pun. Jadi, happy reading 🤍

🦋 بِسْمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ  🦋

Enam belas tahun lamanya Mahika tinggal dengan neneknya. Orangtuanya bercerai pada saat ia masih di dalam kandungan. Mahika lahir dan diberikan kepada sang nenek, hingga sampai Mahika berusia 16 tahun, dia belum pernah lagi bertemu dengan ayah dan ibunya. Dan Mahika membenci ayah dan ibunya. Itu wajar bagi segala kekecewaan yang Mahika rasakan.

Hingga pada saat Mahika menginjak bangku sekolah menengah atas kelas 2 tepatnya di sebuah pondok pesantren. Mahika dijodohkan dengan seorang laki-laki yang masih menginjak bangku pendidikan, yakni kelas 3 di pesantren. Lebih tua satu tahun dari Mahika.

Zaman Omair, namanya. Laki-laki yang memiliki gelar Gus. Dia anak bungsu dari keluarga Omair. Zaman menerima perjodohan itu sebab ia memang sudah siap menikah. Walau dalam perjodohan ini memiliki perjanjian bahwa sebelum mereka lulus, maka tidak boleh berhubungan suami istri. Zaman setuju. Itu tidak jadi masalah. Tapi.

Mahika sempat menolak sebab dia belum ingin menikah. Tapi ketika neneknya mengatakan bahwa dia akan menikah dengan Gus zaman. Apa jawaban Mahika?

"Nek, kapan nikahnya? Mahika mau. Besok aja gimana. Nikahnya di mana? Gus zaman gimana? Nenek nggak bilang sih dari kemarin Kalau cowoknya Gus Zaman. Kalau nenek bilang, udah dari dulu Mahika iyain."

Tentu neneknya terkekeh. Perjodohan ini dibuat tentu karena ada ikatan keluarga. Tidak mungkin keluarga Omair menerima menantu yang bukan Ning, jika bukan keluarga. Dan ternyata, Zaman dan Mahika adalah sepupu jauh dari turunan nenek ke nenek.

Dan tujuan perjodohan dini ini pasti ada. Termasuk untuk Mahika, Neneknya sudah tua, tidak ada yang tahu kapan kita dijemput. Dan Mahika hanya punya sang Nenek, tidak bisa ia bayangkan jika Mahika harus pontang-panting mencari kehidupan jika ia tiada.

Dan keluarga Zaman memiliki alasan tertentu di mana mereka tidak ingin putra bungsu mereka ini terlena dengan segala permainan dunia. Pacaran sudah jadi hal lumrah bagi semua orang, dan keluarga Omair tidak melumrahkan perbuatan itu. Tidak ada komitmen di balut pacaran, tetap saja namanya zina. Maka dari itu mereka memilih menikahkan putra mereka demi menjaga sebelum terjadi sesuatu yang tidak diinginkan.

***

"Nikah sama Gus Zaman kayaknya seru. Kalau aku bangun kesiangan. Ustadzah asrama nggak akan hukum aku lagi. Malahan dia pasti minta maaf. Maaf ya Ning Mahika, saya menganggu tidurnya. Hahahaha seru banget sih kalo dibayangin. Terus, bangun pagi-pagi, pemandanganku bukan lagi wajah ustadzah asrama yang bawa air di gayung. Tapi wajahnya Gus Zaman yang tampan membahana. Terus, malamnya, aku nggak perlu lagi tuh hafalan di masjid, nggak perlu belajar nahwu sama shorof lagi kalau habis isya. Karena pasti Gus Zaman bakal narik tangan aku. Terus dia bilang gini, ayo istriku. Waktunya tidur. Buat apa belajar. Hahaha, seru banget woi."

Mahika menggoyangkan kakinya di atas ranjang asrama. Membayangkan betapa bahagianya hidupnya setelah menikah dengan Gus Zaman.

Namun, setelah melakukan pertemuan dua keluarga. Dan membicarakan kapan dilangsungkan akad rahasia ini. Mata Mahika melotot mendengar peraturan pernikahan ini.

"Satu, Gus Zaman dan Mahika tidak akan satu rumah sebelum lulus. Dua, Gus Zaman dan Mahika tidak boleh melakukan hubungan suami istri sebelum lulus. Ketiga, Gus Zaman dan Mahika harus merahasiakan pernikahan ini kepada siapapun. Dan keempat akan menyusul jika diperlukan."

Zaman Omair (SUDAH TERBIT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang