CHAPTER 17 : SIDANG KEPUTUSASAAN

22 5 0
                                    

"Dari surat perincian dana ini, tertulis bahwa penyaluran dana berakhir di tangan anda. Di sini terbukti bahwa anda sendiri yang melakukan penggelapan dana. Bisa anda jelaskan, maksud dan tujuan anda melakukan itu semua, Tuan Tylander?" tanya Jaksa penuntut umum pada terdakwa Marvin Tylander, yang kini tengah duduk di kursi terdakwa.

Marvin menarik nafas panjang, dengan tatapan kosong dan hampa dia kemudian menjawab dengan tenang. "Saya memang menggelapkan dana itu, untuk membangun rumah sakit di pinggir kota. Dengan dana pembangunan instalasi listrik yang di salurkan oleh pemerintah daerah."

"Jadi anda tidak mengelak atas fakta-fakta itu lagi?" tuntut Sang jaksa.

"Bagaimana saya bisa mengelak? Sedangkan bukti bukti nya sudah berada di tangan anda," ucap Marvin tanpa menoleh bahkan bergerak sedikitpun.

Memang benar, semua bukti-bukti penggelapan dana terarah pada Sang ketua dewan. Kesaksian dari anggota dewan yang lain, serta keterangan dari BAP juga sudah cukup menjelaskan bahwa Marvin memang dalang dari korupsi besar-besaran ini, dia bahkan sudah mengaku pada penyidik ke kepolisian dan saat pemeriksaan di kejaksaan.

"Cukup, itu saja yang mulia." Jaksa menutup rangkaian pertanyaan nya pada terdakwa, sebab dia sudah mendapatkan jawaban yang memuaskan.

Sang kedua majelis hakim yang sejak tadi terlihat tidak fokus, sebab tatapan nya terpaku pada gadis dengan gaun putih yang kini tengah sedu-sedan dalam rengkuhan Seorang Perwira. Namun siapa sangka? Meskipun terlihat termenung, ternyata Yohan mendengarkan semua nya dan mencerna semua keterangan terdakwa.

Tatapan tegas pria itu beralih pada terdakwa di hadapannya, yang tak lain adalah ayah dari Naraya Arunika. "Tadi anda sempat berkata, bahwa dana yang di gelapkan itu untuk pembangunan rumah sakit. Apakah rumah sakit yang anda maksud adalah rumah sakit milik negara?" tanya Yohan.

"Tidak, yang mulia. Rumah sakit itu saya bangun atas nama saya," jawab Marvin pula.

Yohan mengernyit mendengar jawaban dari Marvin. "Bagaimana bisa anda membangun rumah sakit atas nama anda sendiri? Kenapa tidak anda gunakan untuk membangun rumah sakit daerah itu sendiri?"

Marvin menarik senyuman miring di bibir nya, kini mata sayu pria itu dengan berani bersitatap pada Ketua Majelis Hakim yang tengah mengadilinya. "Kenapa saya harus melakukan itu? Bukankah itu tanggung jawab departemen kesehatan untuk membangun instansi mereka, agar menjadi lebih baik dan tidak sampai merugikan pasien? Jika saya yang berinisiatif membangun rumah sakit daerah, maka yang akan mendapat pujian adalah departemen sialan itu. Padahal mereka sendiri tidak seperduli itu dengan instalasi mereka."

Tersirat kebencian dari penuturan pria itu, membuat seisi ruangan sidang bertanya-tanya. Apa kiranya dendam yang di simpan oleh Marvin? Sehingga dia begitu membenci para tenaga medis dan departemen kesehatan negara. Bahkan Agash dan Nara pun ikut terkejut, mendengar penjelasan mengejutkan dari Marvin.

"Bahkan sepuluh tahun yang lalu, mereka menelantarkan salah satu pasien kecelakaan, karena minim nya tenaga keperawatan dan alat-alat medis di sana. Siapa yang perduli dengan penderitaan pasien berserta keluarga? Siapa yang perduli dengan rasa sakit atas harapan yang punah, karena keterbatasan pengobatan? Tidak ada! Bahkan setelah dia meninggal, rumah sakit tak memberikan belasungkawa apapun dan malah menyalahkan pihak keluarga. Mereka mengatakan, kami terlambat membawa pasien ke rumah sakit. Sehingga menyebabkan kematian," sambung Marvin dengan nada bergetar dan sorot mata berkaca-kaca penuh amarah dan kebencian.

Dia tak lagi menyorotkan tatapan nya pada Yohan, melainkan menatap lurus pada mimbar meja hijau. Seolah meratapi kisah pilu yang baru dia sampaikan. "Karena itu, saya tidak pernah sudi jika jerih payah saya, menuai puji untuk departemen yang berisi kumpulan binatang jalang itu."

ETERNAL LOVE {HISTORY OF EPHEMERAL PRINCESS} ✓Where stories live. Discover now