CHAPTER 1 : SENIMAN DAN KEINDAHAN

153 9 0
                                    


Suara denting piano mengalun merdu di ruangan itu. Di atas tuts hitam putih, jemari lentik menari-nari menekan setiap tangga nada pada alat musik tersebut. Sehingga menggemakan melodi indah nan syahdu, membuat siapa saja yang mendengarnya mampu terhipnotis dalam permainan musik tersebut.

Senandung ringan terdengar dari mulut gadis cantik tersebut, seirama dengan musik yang sedang dia mainkan. Kepalanya bergerak mengikuti alunan lagu, sembari menyunggingkan senyuman indah di bibir tipis nya. Dia memejamkan mata sejenak, membayangkan sosok pria tampan yang menjadi objek utama dari nyanyiannya ini.

Seorang pria dengan tubuh proporsional, atletis dan sangat indah sekali. Wajahnya tampan, dengan alis tipis yang menukik tajam, hidung mancung yang runcing. Pahatan wajah tegas, mencetak garis rahang tajam, sama tajamnya dengan mata elang Sang pria. Bibirnya merah merekah berbentuk hati, selalu mampu memikat mata dan selalu menggoda di mata.

Namun sayang, pria itu terlalu sempurna untuk di gapai oleh tangan yang tidak berkuasa.

PROK PROK PROK....

Suara tepuk tangan seseorang membuat gadis itu menghentikan kegiatannya. dia membuka mata dan menoleh ke samping mencari sumber suara, hingga dia menemukan sosok laki-laki dengan balutan Seragam dinas lapangan Kepolisian Damdevin, sudah berdiri tepat di belakangnya.

"Luar biasa, Naraya Arunika." Laki-laki itu berjalan menghampiri Nara yang masih duduk di bangku piano.

Sementara Nara hanya menghela nafas gusar, tanpa berniat menoleh pada lelaki itu.

Tidak. Dia bukan lelaki yang Nara bayangkan saat memainkan melodi indah tadi, dia hanyalah seorang penguntit yang selalu menganggu Nara. Sialnya penguntit ini, mengikuti Nara atas persetujuan dari Papa nya Nara, di tambah orang ini adalah Perwira polisi. Ah! Fakta itu membuat Nara semakin frustasi, untuk menghindar dari laki-laki menyebalkan ini.

"Kamu udah makan?" tanya pria itu sambil menopang tubuhnya pada bangku yang di duduki Nara.

"Udah," jawab Nara tanpa menoleh.

"Udah minum susu?"

"Udah Pak Pol...."

Pria tadi hanya tersenyum simpul sambil menunduk memperhatikan wajah cantik gadis pujaannya.

Naraya Arunika, gadis cantik dengan sejuta keajaiban dengan tangan emasnya yang mampu menciptakan mahakarya luar biasa. Dialah seniman Sang pengabdi keindahan, baik dari rupa, suara maupun sastra. Keindahan tak hanya tergambar pada karya nya, tapi juga pada gadis itu sendiri.

Paras nya yang indah bak bidadari kayangan. Rambut hitam lurus sepanjang pinggang, alis tebal yang melengkung sempurna. Mata bulat yang memancarkan binar bening dan berkilau bak permata mulia, hidung mancung, dan bibir tipis yang berwarna merah muda.

Fisik yang sempurna membuat seluruh kota memuja seorang Naraya. Bak Dewi yang menjunjung tinggi keindahan dan membawa kedamaian. Siapa pun yang melihatnya, pasti jatuh dalam pesona Sang Seniman.

Dia indah, sama seperti karya nya.

"Nara..." panggil Agash.

Pria itu, Agash Nakula. Seorang Perwira polisi berpangkat Komisaris, dari unit provost.

"Hmm?" Nara merespon dengan singkat.

"Apa kamu sudah mencintai saya hari ini?" tanya Agash.

Dan dia mencintai Nara, dengan segenap hatinya.

"Nggak," jawab Nara dengan santai.

Kenapa bisa sesantai itu?

Karena dia sudah biasa mendapat pertanyaan tersebut, dari mulut manis Agash. Bahkan saat pertama kali mereka bertemu di cafe milik Nara. Pria itu dengan to the point menyatakan cintanya, padahal mereka baru sekali bertemu.

ETERNAL LOVE {HISTORY OF EPHEMERAL PRINCESS} ✓Where stories live. Discover now