CHAPTER 4 : AFTERTASTE

46 9 0
                                    

Suara kicauan burung yang bersahut-sahutan menjadi melodi pengiring kesedihan, di sebuah tempat yang penuh oleh batu nisan serta hamparan tanah coklat yang membungkus raga-raga tak bernyawa. Beratapkan langit biru yang cerah dan beralaskan tanah, di sini para jasad manusia-manusia terdahulu di semayamkan.

Nara duduk bersimpuh di sisi makam, membiarkan gaun hitam nya menyentuh tanah yang dia pijak. Tangan lentik gadis itu terulur, menyentuh nisan yang bertuliskan nama wanita yang melahirkannya ke dunia.

Sudah enam belas tahun Mama pergi meninggalkan Nara serta Papanya, Namun tak pernah sekalipun wanita itu hadir di mimpi Nara.

Sampai-sampai Nara berfikir bahwa Mama tidak merindukan Nara dan tidak lagi menyayangi Nara, Sebelum akhirnya Agash memberikan pencerahan pada gadis itu.

Bahwasanya roh orang yang sudah meninggal tidak bisa kemana-mana karena sudah di tempatkan tuhan di alam yang lebih abadi, jadi tidak mungkin bisa datang ke mimpi manusia.

Kalaupun ada yang datang ke mimpi manusia yang masih hidup, itu bukanlah roh mereka. Melainkan Jin yang menjelma menjadi manusia yang meninggal dunia.

Agash juga berkata bahwa mamanya Nara sudah tenang di alam sana, di jaga oleh malaikat malaikat yang baik hati. Sejak saat itu Nara paham, kenapa mamanya tidak pernah mengunjungi nya.

Agash juga menyarankan pada Nara untuk rajin berdoa untuk Sang mama dan berziarah untuk memperhatikan makam Nyonya Tylander agar bersih dan terawat. Lagi-lagi Nara menurut dan melakukan apa yang di sarankan oleh Perwira polisi itu.

"Mama, Hari ini Nara dateng bawa bunga kesukaan mama lagi. Bunga Kamboja." Nara berujar sambil menaburkan bunga berwarna putih dan kuning itu di atas makam Sang mama. "Semoga mama gak bosen ya? Soalnya kata Papa, mama suka banget sama Bunga Kamboja."

Seperti sebelum-sebelumnya, setiap berkunjung ke makam Sang mama. Nara selalu bercerita banyak hal, tentang keseharian nya, tentang orang-orang di sekitarnya dan tentang Papa nya. Karena Nara tau, Mama nya pasti ingin mengetahui keadaan Sang suami di dunia ini. Walaupun tanpa kehadiran diri nya, wanita itu pasti ingin mendengar kabar baik tentang pria yang menjadi cinta terakhir nya.

Maka dari itu Nara selalu menceritakan tentang Sang papa pada Mama nya, atau lebih tepatnya mengeluh tentang Sang papa yang jarang pulang dan selalu sibuk dengan pekerjaan sehingga selalu meninggalkan Nara sendirian.

"Kata Papa sih, dia bakal pulang Minggu depan. Ck! tapi Nara gak percaya, mah. Papa tuh selalu ngaret, ngulur waktu mulu. Sibuk mulu, udah lupa kali ya sama anaknya? Nara malah di titipin sama Pak Pol." Nara bercerita sambil memainkan tanah yang menimbun jasad Sang mama, dengan raut wajah kesal yang terpancar di wajah gadis itu. Terlihat sekali bahwa dia menahan jengkel hanya sekedar menceritakan tentang papanya saja.

"Pak Pol Agash baik sih. Suka jajanin Nara, jagain Nara, nemenin Nara main musik, ngelukis dan selalu jagain Nara. Tapi kadang dia ngeselin! Suka gangguin Nara, suka godain Nara. Padahal Nara gak suka. Nara... sukanya sama Yohan," ucap gadis itu dengan senyuman cerah.

Lihatlah, setelah misuh-misuh sendiri. Kesal sendiri dan ngomel-ngomel panjang lebar. Sekarang hanya dengan satu nama di ujung kalimat itu, Nara bisa dengan cepat mengubah ekspresi nya menjadi ceria. Seolah awan hitam yang tadinya menciptakan mendung di wajahnya, kini sirna berganti sinar mentari cerah bak musim panas pada pertengahan tahun.

"Mama tau nggak? Kemarin Yohan nyapa Nara lho, Mah. Dia melambai dari ruangan kerjanya ke Nara yang lagi berdiri di balkon. Nara seneng banget, mah. Akhirnya Yohan Notice Nara," adu gadis itu dengan semangat.

ETERNAL LOVE {HISTORY OF EPHEMERAL PRINCESS} ✓Where stories live. Discover now