49

5.2K 1.4K 258
                                    

Komen ampe 100 maksimal jam 9 eke up lagi bab berikutnya yang bikin kalian makin esmoni ama Mama Ola. Wkkwkw

Kalo ga 100 jam sembilan, ya ga apdet😜

Betewe banyak italic, bold, jadi ngaco karena eke copas dari gdocs. Kalo yg baca di KK dan KBM udah sama dengan versi asli, ya. Kecuali typo, emang jempol eke gede2 pas ngetik.

***
53 Pelangi di Langit Gladiola

Kania jadi salah satu orang yang paling emosi ketika dia mendengar kalau Gladiola malah minta orang tuanya mempersiapkan kedatangan keluarga Ridho satu minggu kemudian dengan alasan mereka hendak berkenalan. Berita itu juga membuatnya segera menyindir-nyindir Hans yang baru tiba di rumah setelah dua minggu lebih bertugas di Pekanbaru. 

Pria malang yang tidak tahu apa-apa itu hanya menaikkan alis dan melihat sikap adiknya yang kembali uring-uringan. Rasanya seperti kembali ke masa SMA saat Kania ngomel kepadanya tentang Gladiola. 

"Lo lamban banget, sih." Kania menarik abangnya dari depan pintu supaya bergegas masuk rumah. 

"Dek, Hans baru sampai, lho. Biarin duduk dulu, minum, kek." seru mama Kania yang hanya mendapat kerlingan saja dari putrinya. Hans sendiri cuma sempat melempar topi dan kunci mobil ke atas meja jati dan mengikuti langkah Kania yang tidak sabaran sewaktu membawanya duduk di sofa yang terdapat ruang tengah rumah mereka.

“Gue tarik napas dulu, Nia.” Hans menarik napas, sesuai ucapannya barusan, lalu melanjutkan, “Sekarang gue bikin salah apa lagi?”

Mama mereka mengintip bolak-balik dari kamarnya hingga keluar ke ruang tengah beberapa kali. Kania yang gemas, kemudian menarik sebuah bangku agar ibunya bisa duduk.

“Duduk aja, Ma. Nggak usah setengah-setengah kalau kepo.” ujar Kania. Dia sudah mengambil ponsel miliknya lalu memamerkan riwayat obrolan yang dia lakukan bersama Gladiola.

“Minggu depan keluarga Ridho bakal datang kenalan ke rumah Papa Ola.” 

Hans sempat diam karena membaca pesan tersebut di dalam hati, sementara, dari sampingnya, mama Kania terdengar menghela napas, “Yah, si cantik udah laku. Anak Mama jangan sedih. Mama yakin, jodoh yang terbaik sudah disiapkan Allah buat Nia.”

Kania yang tadinya menduga sang mama bakal simpati kepada Hans malah bengong karena kalimat yang keluar dari bibir sang ibu tersebut nyatanya malah ditujukan untuknya. Kenapa juga dia mesti sedih? Apakah mama berpikir karena dia dicampakkan oleh Dino maka hidupnya usai? Kemarin memang seperti itu, tapi, sekarang ada yang lebih penting dari Dino dan perilaku buayanya.

“Kalau sudah begitu, kita mesti kirim ucapan selamat, dong.’ Hans mengurai senyum. Tidak tampak raut sedih di wajahnya sehingga membuat Kania berkacak pinggang.

“Halah, lo banyak bacot. Kemarin aja lo bilang masih ada kesempatan. Bukannya lo sayang ama Ola.”

Mama Hans yang tidak tahu hal itu segera mengangkat kepala, “Beneran, Hans? Kamu naksir Ola? Nggak salah orang, kan? Bukan Ranti?”

“Amit-amit.” Kania memajukan bibir, “Gue bakal jadi orang pertama yang ngancurin hubungan kalian. Bakal gue wujudkan cita-cita semua ipar demit di dunia ke Ranti kalo lo beneran sama dia.”   

Kali ini baik Hans juga mamanya menatap bengong ke arah Kania yang terlihat amat serius dengan ucapannya. Tangannya bahkan sudah terkepal dan dendam kesumat karena dulu Hans memilih dia bukannya sang kakak telah membuat Kania menggeram marah.

“Wah, Mama seneng banget. Tapi, kamu, kok, nggak bilang-bilang? Kenapa baru cerita pas Ola udah mau dilamar. Aduh, sedih banget.”

Wajah mama Hans kelihatan sekali seperti dia baru saja terbang tinggi lalu dihempaskan lagi ke tanah. Sejak dulu, dia menganggap Gladiola anaknya. Dia juga tahu betul dengan sifat Gladiola. Hanya saja, dia tidak tahu kalau ternyata pada akhirnya sang putra sulung menyimpan perasaan yang sama. Mungkin karena Gladiola sering mampir dan keadaan Hans yang terus menerus jomlo.

Pelangi di Langit GladiolaWhere stories live. Discover now