43

5.6K 1.6K 229
                                    

Kalian dah males ya baca work eke? Vote 1000 views lebih dari itu, eh, yg komen cuma 66. Itu juga orangnya sama. Dahlah, ya. Ini bab terakhir. Sisanya di KK, KBM, dan satu lagi, Nih Buat Jajan.

Cari aja EriskaHelmi

Ola di Bali udah bab 6. Moga bab 7 kelar biar bisa ke bab yang ditunggu-tunggu para jamaah.
Tar kita ketemu lagi pas udah PO aja. Follow IG eriskahelmi biar tahu kabar dunia kembang-kembang.

***

43 Pelangi di Langit Gladiola

Lewat pukul delapan malam ketika dia sudah memutuskan hendak kembali ke hotel, gerutuan yang terdengar dari bibir Kania Bella Adam yang duduk di sebelahnya membuat Gladiola menghela napas. Kini, tangan mereka terkait, meski Kania sudah beberapa kali melepaskan tautan tangan mereka. Tapi, Gladiola tidak punya pilihan. Hans memintanya melakukan hal tersebut sementara dia sendiri sedang berkonsentrasi berkendara.

Selama dua hari, Hans sengaja menyewa mobil supaya dia bisa berkeliling mencari adiknya yang hilang dari peristiwa terakhir di bioskop mal. Dia tidak mau kecolongan lagi. Amat beruntung hari ini, Gladiola dengan sukarela mau menelepon dan atas bantuan wanita itu juga, Kania akhirnya berhasil mereka dapatkan kembali.

Konsekuensinya tentu saja ada. Kania yang bersikap seperti anak kecil membuat kepala Hans cukup pusing. Dari bibir adiknya tidak henti mengeluarkan kalimat kalau dia adalah abang yang jahat. Gladiola juga kena getahnya. Tetapi, wanita itu sudah kebal segala kalimat hinaan dan sindiran. Bukankah selama ini dia hidup bertemankan rundungan karena punya rambut keriting?

"Lo jahat, Bra. Gue nggak nyangka lo dukung Hans buat bawa gue balik ke Jakarta."

Gladiola berusaha tidak mendengus. Dia juga menahan diri untuk tidak menggetok kepala Kania yang kini sepertinya jadi dungu.

"Untung Hans nggak memperpanjang masalah ini, Nia. kalau dia mau, si Dino sudah nginep di penjara karena berani-beraninya bawa kabur lo. Laki-laki yang cuma bisa gombal, terus modal boba secangkir udah bikin lo kayak gini. Padahal, dia cuma perlu datang ke rumah orang tua kalian lalu ngomong baik-baik. Kawin bukan cuma buat sehari-dua hari dan bukan cuma menyatukan lo berdua aja." Gladiola memuntahkan kekesalannya malam itu. Sebelum Kania sempat melanjutkan, Gladiola sudah keburu bicara lagi, "Dan lo nyalahin gue karena gue ada di Palembang. Lo tahu sendiri gue lagi kerja. Gue WA dan telepon lo, tapi si Dino-Dino kampret itu bikin lo bahkan nggak ingat sama gue, sekarang, bisa-bisanya lo ngatain gue jahat. Yang jahat itu sebenarnya gue apa lo?"

Gladiola sempat berhenti sejenak karena matanya kemudian fokus menatap Hans yang kini balik memperhatikannya dari kaca spion mobil. Awas saja kalau Hans bocor menceritakan kalau Gladiola yang menelepon dan menyuruhnya datang tadi. Dia bersumpah bakal mendiamkan pria itu selamanya jika Hans melakukannya.

"Lo seharusnya dukung gue." Kania mendelik. Dia masih berusaha melepaskan tautan  mereka, tetapi, entah kenapa tangan Gladiola jadi sekuat beton. Apakah mengangkat galon selama bertahun-tahun lalu telah membuat tenaganya jadi seperti itu? Kania yang begitu kesal hampir berteriak dibuatnya.

"Lepas, La."

Hans mengintip lagi. Bibirnya masih tertutup rapat. Tapi, Gladiola tahu kalau pria tampan itu memperhatikan dari depan. Sesekali tatapan mereka bertemu, cuma, Gladiola kemudian memfokuskan diri kepada sahabat sintingnya yang kentara sekali baru mengenal cinta.

"Lo teriak-teriak gini bikin gue jadi benci banget sama Lo, Nia. gue harap, si Dino nggak ngapa-ngapain lo dan sahabat gue masih perawan."

Mereka bertiga hampir terlonjak karena pada detik yang sama, Hans tidak sengaja mengendarai hingga ban mobil masuk ke kubangan jalan. Pria dua puluh tujuh tahun itu memaki dan Gladiola paham sekali, Hans bukan memaki jalan, melainkan adiknya.

Pelangi di Langit GladiolaWhere stories live. Discover now