tiga belas

11.1K 2.6K 361
                                    

Neng Ola nggak kayak Yaya, punya Mamas. Emang dese punya Nia, tapi, kalo tiap saat dempetan ama Nia, Hans bakal mikir dia sengaja biar bisa PDKT ama dese. Betul ga sik?

Jadi, wajar kalo Ola suka ngilang. Terus kalo bilang alurnya lambat, yaelah, lo belom pernah nonton sinetron Indosiar yang zoom in-out aja sampe 3 episode?

Capek baca ola yang nasibnya malang? Malang dari mane, sik? Yang malang ntu, kalo dese ngemper di pinggir jalan, jualan berlian ga laku-laku ampe bajunya compang-camping. Ntu malang.

***

13 Pelangi di Langit Gladiola

Kania yang jarang sekali bertemu dengan sahabatnya akhirnya berhasil menemukan Gladiola di bulan ke tiga gadis itu bekerja sebagai pegawai supermarket The Lawson. Tapi, pertemuan terakhir membuat matanya melotot dan bibirnya terperangah saking kagetnya. Karena pertemuan mendadak itu, Gladiola membawanya ke kantin pegawai yang letaknya di belakang gedung supermarket. Kania yang sudah kadung kangen tetapi selalu gagal menemui Gladiola akhirnya tidak percaya dengan penglihatannya sendiri. Dia yang waktu itu hendak bertanya kepada SPG kosmetik mendapati sahabatnya sendiri yang melayaninya. 

“Ya Allah, gue seneng banget. Gue kangen sama lo, Ola. Braku tersayang.”

Leher Gladiola sampai nyaris copot karena dipeluk Kania dengan amat erat. Dia yang saat itu memakai sepatu dengan hak tujuh senti menjadi jauh lebih tinggi dari sahabatnya dan gerakan Kania yang tiba-tiba untung saja tidak membuat keduanya terjungkal.

Kini, di kantin karyawan, Kania tidak henti memandangi wajah Gladiola dengan tatapan memuja.

“Ini beneran lo?” Kania mengerjap. Dia pasti salah lihat. Yang dia tahu, Gladiola bekerja di bagian gudang serta kebagian tugas menata sayur dan buah. Agak pangling ketika melihat mantan Neng Galon itu kini tampil dengan riasan lengkap, rambut digelung dengan sasak serta seragam SPG yang amat keren. 

“Bukan. Ini Gladiola.” Gladiola menunjuk papan nama yang tersemat di dada kanannya. Papan nama dengan plat emas dan ukiran bunga bertuliskan namanya membuat Kania menggoyangkan telapak tangannya.

“Halah. Maksud gue, lo bukannya kemarin kerjanya nyusun-nyusun buah sayur gitu.”

“Iya, dua bulan. Temen sekamar gue SPG kosmetik Wanda. Gue diajarin dandan, pakai alis, kasih foundation, lama-lama bisa. Dia bilang bagian SPG lagi butuh banyak karena yang di lokasi ini banyak ditransfer ke cabang lain, lagi ada expo di CITOS sama DETOS. Masuk awal bulan ini gue ditawarin jadi SPG. gajinya juga lebih gede. Sayang, betis gue suka kram, belum terbiasa pakai sepatu hak tinggi.”

Kania menoleh ke arah bawah tempat dia bisa melihat Kaki Gladiola. Sepatu yang dipakai sahabatnya cukup keren dan dia setuju, selama bertahun-tahun Gladiola belum penah memakai high heels.

“Eh, kaki lo masih korengan?” Kania bertanya lagi. Selama ini dia tahu kalau Gladiola sering mendapat luka-luka di kaki. Gadis itu mengatakan kalau dia kemungkinan menderita darah manis. Mama Gladiola selalu menyuruh putrinya untuk mengoleskan ramuan yang dia bilang amat ampuh. Tetapi, ketika mama Hans memergoki isi ramuan tersebut yang terdiri dari lelehan kapur barus, kunyit, minyak sayur untuk dioles ke luka Gladiola, ibu sahabatnya itu melarangnya melakukan hal tersebut lagi.

“Soalnya langsung sembuh, Ma.” balas Gladiola. Saat itu dia amat terpesona dengan kemampuan pengobatan ibunya, sementara mama Hans kemudian ngomel-ngomel tidak jelas, gabungan antara memarahi mama Gladiola yang dia pikir kelewat pelit dan tidak memikirkan kesehatan anak sulungnya. Bagaimana bisa dia menyuruh putrinya sendiri melakukan eksperimen mengerikan seperti itu. Bahkan kecoa saja mati bila didekatkan dengan kapur barus. 

Pelangi di Langit GladiolaDonde viven las historias. Descúbrelo ahora