40

6.8K 1.5K 155
                                    

Gaees ramein komen yang mo apdet besok. Di KK dan KBM dah pada gaduh, pada rikues yang hem ahem ahem.

Duh, maap-maap Olahans Lover, kalian mesti bacak dulu Pelangi di Langit Bali ampe kelar, baru bisa ke anboksing🤣🤣🤣🤣

Warga WP dan KBM tydac bisa dapat part itu. Maapken. Semua part anboksing tersedia only di Karyakarsa.

Haahhh? Anboksing apa? Shopi lah
Pake nanyak🤣

***

40 Pelangi di Langit Gladiola

Belum pernah di dalam hidupnya Gladiola menonton film horor tetapi perhatiannya bukan ke layar melainkan ke bangku depan mereka. Matanya tidak lepas memperhatikan kelakuan Kania dan Dino sehingga saking gemasnya, dia sendiri malah memeluk tas selempang mungil yang dia pakai sejak masih di Jakarta tadi. 

Pasangan yang masih panas-panasnya tersebut kadang terkejut saat melihat adegan mengerikan yang menurut Gladiola jelas-jelas palsu. Setiap dia melihat gelagat aneh dari tangan Dino, secepat kilat, Gladiola menendang bagian belakang kursi lalu meminta maaf sambil menutup wajahnya dengan tas. Melakukan hal seperti itu membuatnya jadi teringat tayangan Mr. Bean saat menonton di bioskop dengan pacarnya. Sayangnya, kini dia sendiri jadi tukang ganggu kesenangan orang yang sedang berpacaran. 

Bila dia kalah cepat, Hans kemudian menggantikan tugas mengganggu pasangan di depan mereka. Namun, beberapa saat kemudian, seolah sadar diri kalau ada yang terganggu melihat kemesraan mereka, Kania dan Dino lantas bersikap biasa saja. Tidak ada lagi adegan usap-usap rambut yang kemudian membuat Gladiola merasa keasyikannya mengganggu orang berpacaran jadi usai. Karena itu, kemudian dia memutuskan untuk mengalihkan pandang ke arah layar. 

Ternyata semakin ditonton, dia tidak menemukan kengerian. Baginya, hal paling mengerikan adalah dia tidak bisa lagi bernapas dan melihat hari esok. Yang satunya lagi, saat saldo di rekening amblas tak bersisa. Bila hal tersebut terjadi, Gladiola sudah pasti tidak bisa mengirimkan uang kepada orang tuanya. Bukan apa-apa, kini setelah mampu melakukan hal tersebut, dia merasa sedikit demi sedikit beban di pundak terangkat. 

Dulu, dia ingat sekali kata-kata ibunya, tentang dia yang tidak bakal mungkin menghasilkan rupiah saat dewasa atau dia selamanya akan jadi benalu keluarganya. Ucapan lain yang membuatnya selalu semangat bekerja adalah Gladiola selalu menghabiskan uang ibunya dan kini, dia patahkan dengan kiriman uang serta barang yang membuat mama kadang memuji dirinya. 

Entah hal tersebut tulus atau tidak, Gladiola tidak tahu. Sesekali dia mendengar ibunya bercerita tentang putri tetangga yang telah sukses menggaet artis A, atau tetangganya yang lain, yang putrinya mendapatkan mahar hampir seratus juta dan pesta yang amat meriah. Gladiola hanya menahan ngilu ketika menyaksikan betapa antusiasnya wajah mama. Seolah-olah, anak-anak perempuan "dijual" kepada orang lain demi mendapatkan nilai fantastis. 

Dia tahu, di belahan dunia lain, hal tersebut adalah penghargaan buat para perempuan yang selama ini dirawat oleh orang tuanya. Namun, bila nanti yang melamar Gladiola adalah pria yang datang dari keluarga biasa-biasa, apakah respon sang mama bakal sama? Ridho tidak datang dari latar keluarga banyak duit. Hidupnya sederhana dan dia mampu mencukupi kebutuhan keluarganya walau pria itu juga memiliki ayah yang tetap sehat dan masih bekerja. Tapi, Gladiola sadar, keluarga Ridho bukanlah favorit sang mama.

"Mau main ke rumah orang tua kamu, boleh?"

Gladiola teringat awal-awal mereka bersama. Waktu itu Gladiola sudah pulih dari luka operasi. Ridho juga beberapa kali menawarkan bantuan mengantar Gladiola untuk kontrol. Begitu pria tersebut menyebut-nyebut tentang rumah dan keinginannya untuk mampir, Gladiola langsung gelisah.

Dia bukan takut latar belakang pekerjaan orang tuanya bakal membuatnya minder, tetapi, bila mama salah bicara dan berkata kasar atau kehadiran Ranti yang mungkin melakukan hal serupa, dia tidak sanggup membayangkannya. 

"Eh, nanti aja. Emak bapak gue protektif gitu, nggak bisa lihat gue jalan bareng cowok."

Segala cara Gladiola lakukan agar bisa berkelit. Kalimat orang tuanya tidak bisa melihat wanita muda itu jalan bareng dengan pria juga belum diakui kesahihannya. Alasannya? Beberapa kali Gladiola mesti pulang bersama Hans dan mama tidak protes sama sekali. Mungkin, karena selama bertahun-tahun wanita itu terbiasa melihat Hans mondar-mandir di rumahnya, entah sebagai pembeli air galon, tukang beli sayur yang disuruh ibunya, pacar Ranti, abang Kania, dan segala macam embel-embel lain yang membuat Gladiola yakin, bila Hans meminta tinggal di rumah orang tua Gladiola, sang mama tidak bakal menolak. 

Ola, kenapa lo mikirin Hans lagi? Lo udah punya Ridho.

Hans? Sejak kapan dia memikirkan Hans? Bukankah sejak tadi dia membayangkan Ridho dan kenangan awal mereka dekat? Gladiola sama sekali tidak membahas Hans di dalam …

"Bangun." 

Sebuah suara mengganggunya dan Gladiola merasakan sebuah usapan di atas lengan kirinya. Dia menggumam tidak jelas ketika usapan itu jadi agak sedikit kuat.

"La, bangun. Filmnya sudah selesai."

Suarah Hans terdengar dan Gladiola langsung membuka mata. Tidak hanya itu, dia juga segera berdiri dan menemukan kalau lampu bioskop yang tadinya gelap mendadak menyala. Tetapi, yang membuat dia panik adalah dia tinggal berdua dengan Hans. Beberapa petugas sedang membersihkan sampah buangan para penonton yang banyak berada di atas masing-masing bangku dan tatapannya ke arah mereka disertai dengan perasaan bingung. 

Sejak kapan dia nonton berdua dengan Hans? Gladiola bahkan mempertanyakan kewarasan dirinya karena bisa-bisanya dia bingung dengan kondisinya saat ini.

"Ayo keluar. Nia sama cowoknya udah pergi dari tadi."

Saat itulah Gladiola seperti tersengat listrik dan dia sadar tujuannya datang ke bioskop itu untuk memata-matai Kania. Kenapa dia jadi malah ketiduran hingga akhirnya hanya tinggal dirinya dan Hans saja di dalam ruangan tersebut.

"Dari tadi? Lo kenapa nggak bangunin gue?" 

Wajah Gladiola tampak panik dan dia amat gelisah karena target yang tadi mereka amati sudah tidak berada lagi di tempat. Sekarang, ke mana perginya mereka berdua?

"Lo tidur nyenyak banget. Gue nggak tega bangunin. Apalagi tadi sampai nangis waktu lo manggil-manggil Ridho."

Hans tampak kecut sewaktu bicara seperti itu sementara Gladiola sendiri merasa ada angin hangat menerpa wajahnya. Dia menangis memimpikan Ridho? Yang benar saja. Padahal, dia sedang dalam misi penting. Kenapa sempat-sempatnya dia bermimpi seaneh itu?

"Baru juga ditinggal setengah hari." Hans bicara pendek, lalu dia berjalan lebih dulu di depan Gladiola yang tanpa sadar telah meletakkan kedua telapak tangannya di pipi. 

"Lah, lo sendiri kenapa sewot. Coba kalo dari tadi bangunin gue, kita bisa susul mereka."

Hans sempat berhenti melangkah dan menoleh ke arah belakang. Bibir Gladiola nampak maju padahal setengah detik lalu Hans bersumpah melihat wanita muda itu tersipu-sipu. Sungguh suatu hal yang amat membingungkan karena detik berikutnya, giliran Gladiola menggeser tubuh Hans dan dia berjalan melewati pria itu demi melangkah lebih dulu keluar dari studio tempat mereka berada. 

Hans sendiri hanya bisa menggaruk kepala dan tersenyum kikuk saat ada dua petugas perempuan menoleh ke arahnya sambil menahan geli. Samar, sewaktu berjalan dia mendengar bisik-bisik dari keduanya yang membuat pria tersebut salah tingkah.

"Pasti berantem."

"Berantem terus, Mbak. Tiap hari." Hans nyengir. Tidak lupa dia melambai dan pasang gaya sok keren. Sudah dijadikan bahan gosip jadi sudah kepalang basah. Toh, gara-gara itu juga, dua petugas tersebut terkikik geli dan buru-buru menuntaskan pekerjaan mereka sebelum pertunjukan berikutnya dimulai kembali sementara Hans menghela napas, bila sudah berada di depan nanti, bibir ceriwis milik Pelangi Langit Gladiola bakal menyemburkan ocehan yang panjangnya melebihi kereta babaranjang. 

Ayo, Hans, semangat. Kalau sudah di Jakarta, lo nggak bakalan lagi bisa bareng berdua kayak gini sama dia. 

***

Siapa dukung Hans?

Siapa dukung Ridho? 

Endingnya gimana, nih? 😅😅😅

Pelangi di Langit GladiolaNơi câu chuyện tồn tại. Hãy khám phá bây giờ