enam belas

11.2K 2.4K 214
                                    

Ola ama Hans udah bab 41 di KK dan KBM. Udah panjang bangeet.

Betewe yang demen ama Ante Gendhis dan Om Uqi, mampir juga ke sana.  Pasti emes emes pengen nabok dah.

***

16 Pelangi di Langit Gladiola

Entah ada angin apa, pada hari Sabtu pagi di akhir bulan November, Kania Adam kemudian datang ke supermarket The Lawson demi mencari sahabatnya, Pelangi Langit Gladiola. Gladiola sendiri saat itu sedang berada di atrium supermarket, menghadiri demo kecantikan dan dia menjadi salah satu orang yang bertugas untuk membantu peserta demo pada hari itu. Untung saja Kania sempat membeli tiket untuk jadi salah satu peserta dan dia tidak bisa menahan rasa gembira di hati ketika yang menanganinya adalah Gladiola, sahabat kesayangannya. 

“Ya ampun, segitunya lo sampai beli tiket demi ketemu gue. Seharusnya tunggu aja sampai jam satu. Ketemuan di KFC, kek.” Gladiola meringis saat membantu Kania membersihkan wajah. Dia mengoleskan susu pembersih ke permukaan wajah cantik sahabatnya itu dan respon Kania hanyalah sebuah kedikan sebelum bicara, “Yah, lama kalau nunggu. Belum lagi kalau ada sesi foto. Sejak lo gawe SPG, gue kayak mau ketemu artis kalau mau ketemu lo.” 

Gladiola merasa tidak setuju. Ucapan Kania di telinganya terdengar bagai bualan dan Kania yang menerima balasan sahabatnya hanya bisa mengerutkan alis, "Dih, dibilangin nggak percaya. Sudah, buruan make-up-in gue. Biar bos lo nggak curiga kita ngobrol-ngobrol terus dari tadi."

"Lo kebanyakan duit, sih." Gladiola berdecak. Dia masih cemberut saat mengoleskan primer ke wajah Kania. Sahabatnya ini tidak pernah berpikir panjang dan Gladiola merasa kalau Kania sudah melakukan hal yang sia-sia, "Gue sudah punya HP dan lo hapal nomornya. Bisa telepon atau WA gue, kek."

"Nggak juga. Hari ini gue mau ketemu dosen." Kania membalas santai. Dua ratus ribu biaya didandani plus kursus make up kilat tidak membuatnya rugi-rugi amat. 

"Dosen? Masak lo dandan semenor ini?" Gladiola sempat menjauhkan botol primer dari tangannya dan Kania yang sedang menunggu wajahnya kering mengangguk.

"Iya. Mau kasih undangan. Lo juga. Gue datang sekalian mau ngabarin minggu depan kosongin jadwal lo, jangan ikut-ikut demo mulai sabtu. Soalnya lo tamu kehormatan di acara ultah gue."

Terdengar decak tanda tidak setuju dan Gladiola yang kini sudah memegang botol serum menggelengkan kepala. Untung bos dan supervisor tidak melihat tingkahnya saat ini. 

"Ultah? Umur lo bukan 17 lagi. Kalau lo ulang tahun, berarti genap lo sembilan belas. Iya kali mau dirayain kayak bocah."

Lagak Gladiola memarahi Kania seolah dia saja yang memberikan uang kepada sahabatnya untuk merayakan ulang tahun. Nyatanya, bukannya tersinggung, Kania Adam malah terkikik geli mendengar omelan sahabatnya itu.

"Denger, Bra. Gue ngebayangin lo jadi tante cerewet di keluarga kita nanti, marahin anak-anak gue." 

Alis Gladiola naik dan wajahnya tampak tidak setuju mendengar ucapan barusan. Kania yang sadar segera menutup mulut dan segera tersenyum amat lebar. Dia tidak salah omong. Mimpinya masih sama, menjadikan Gladiola iparnya, bukan Ranti. Sehingga kalau nanti dia punya anak, sahabatnya itulah yang bakal turut menjaga dan menyayangi anak-anaknya kelak.

"Gue nggak perlu kawin sama abang lo kalau cuma buat jadi tante anak-anak lo nanti. Sok yakin bakal kawin, calonnya mana?" 

Untung saja primer wajah yang tadi dia oles cepat kering sehingga setelahnya Gladiola segera menuang serum ke telapak tangannya dan mengoleskannya ke wajah Kania. Butuh beberapa saat sebelum akhirnya dia memasang foundation dan concealer untuk menutup noda-noda di wajah Kania.

Pelangi di Langit GladiolaWhere stories live. Discover now