41. Malam spesial

64.4K 3.9K 206
                                    

Gubrak!
"KILA!"
"Awws..." rintih Kila.
Kila yang tak hati-hati berlari sehingga membuatnya berakhir jatuh dengan posisi telungkup. Sungguh tidak aesthetic sekali.
"Kamu nggak papa, 'kan?" tanya Zahra.
"Aduuh... sakit banget," ringis Kila.
"Lo sih, jalan pakek lari."
"Gue mana tahu kalau ada kulit pisang di sono. Terus tuh, napa ada kulit pisang di lantai?!"
Kila mengusap kepalanya akibat benturan di lantai beruntung tidak ada luka serius cuman hanya rasa nyeri di dada.
"Mau ke UKS?" ajak Lisa.
"Boleh deh, sekalian gue mau tiduran disana."
"Tidur sekalian mau bolos 'kan, Lo?" sindir Sa'adah. Ia tahu akal busuk dari seorang Kila.
Kila menoleh cepat. "Suudzon mulu Lo!" sarkasnya, "Di kamus gue nggak ada yang namanya kata bolos." Tegas Kila membela.
Sa'adah memutar matanya malas. "Serah Lo lah."
"Yuk Kila," ajak Lisa menggandeng tangan Kila.
Sesampainya di UKS. Lisa beralih mengambil kotak P3K yang terletak di atas lemari. Setelah itu ia berjalan menghampiri Kila yang duduk di atas kursi.
"Sini Lisa olesi obat merah di kening kamu," ucap Lisa menuangkan obat di atas kapas.
"Shit..." ringis Kila saat obat merah menyapu di keningnya.
"Tahan ya, Kil."
"Kapan Lo mau publik pernikahan Lo sama Gus Rafan?" tanya Kila penasaran.
"Belum tahu."
"Kalau Lo biarin gini terus. Tuh nenek Lampir bakalan ngerebut suami Lo," terang kila.
"Gue tuh feeling kalau tuh nenek Lampir suka sama Gus Rafan. Suami Lo."
Lisa terdiam. Ucapan Kila memang benar. Bahkan Mely terang-terangan ngomong langsung pada Lisa.
"Insyaallah kak Mely nggak bakalan suka sama Gus Rafan," ucap Lisa menepis ucapan Kila.
"Lo jangan polos-polos amat napa, Lis! Jelas-jelas Mely mau rebut lakik Lo!" tegas Kila memberi nasehat.
Lagi-lagi Lisa terdiam. Ia bingung harus buat apa. Apakah ia harus mempublik  pernikahannya atau tidak. Di sisi lain ia takut atas perkataan Kila akan benar-benar terjadi.
"Itu semua terserah kamu. Tapi gue sebagai sahabat Lo cuman ngasih saran itu aja."
Lisa menghela nafas. "Nanti Lisa bakalan pikir dulu," kata Lisa.

*****

Kini Lisa sudah berada di dalam kamar Rafan. Karna perkataan Rafan yang akan mengajak nya keluar malam.
Itu membuat Lisa seneng tak ketulungan. Sedari tadi ia tidak sabar menunggu malam.
"Udah siap, Bee?" tanya Rafan keluar dari kamar mandi yang hanya menggunakan handuk sepinggang. Sehingga terlihat Perut sixpack kotak-kotak terpampang jelas tanpa sehelai kain pun. Sisa air di wajah Rafan dan rambut basah membuatnya semakin tinggi level ketampanan nya.
Lisa masih menatap Rafan yang lebih tinggi darinya.
Satu tetes air mengenai pipi chubby Lisa. "Kenapa bengong, Bee?" Satu alis Rafan terangkat.
Wanita itu mengerjapkan matanya berulang kali, "Mas tampan," ucapnya tanpa ia sadari.
Rafan menyunggingkan senyum kecil mendengar ucapan yang dilontarkan oleh istrinya. Baru kali ia mendengar pujian dari Lisa secara langsung.
Saat menyadari ucapan yang barusan ia ucapkan, Lisa membekap mulutnya dan mengalihkan pandangannya dari tatapan Rafan. Ia malu sekali atas apa yang ia katakan.
Rafan mendekat dan menyamai tingginya dengan Lisa. "Makasih pujiannya cantik... sering-sering ya muji suaminya."
Pipi putih Lisa kini berubah merah bak tomat mateng. Ia makin menunduk malu tak mau melihat wajah Rafan.
"Mas jadi nggak yang ngajak Lisa keluar?"
"Tunggu sebentar ya, Bee. Mas mau pakai baju dulu." Rafan mengambil baju di lemari dan berganti ke kamar mandi.
Sepuluh menit menunggu. Rafan keluar dengan pakaian santai seperti anak zaman sekarang. Baju kaos hitam, dipadukan jaket army dan celana hitam. Sedangkan Lisa menggunakan baju tunik dan rok panjang.
"Yuk, Bee," ajak Rafan menggandeng tangan Lisa lembut melewati jalan rahasia menuju parkiran.
Sesampainya di parkiran. Rafan meminta Lisa untuk memilih kendaraan apa yang ia gunakan.
"Mau pakek motor atau mobil?"
"Hm... pakek motor aja."
"Kemaren katanya nggak mau pakek motor?" tanya Rafan lagi. Soalnya istri kecilnya itu mengeluh nggak mau pakek motor lantaran motor Rafan terlalu tinggi di bandingkan badanya yang kecil. Sehingga membuatnya susah untuk naik.
Rafan menaikan satu alisnya. "Pengen aja sih," jawab Lisa singkat.
"Ya udah, pakek motor."
Pertama Rafan mengangkat tubuh mungil Lisa ke atas motor.
"Helmnya berat Mas," adu Lisa cemberut.
"Biar aman, Bee." Setelah Rafan 'kan helm di kepala Lisa.
"Tubuh kamu mungil," cibir Rafan terkekeh.
Lisa mencebik. "Biarin kecil-kecik gini istrinya situ," balas Lisa ketus.
"Tapi Mas suka kok yang kecil." Mencubit hidung mancung Lisa.
Hah... Gini ya dapet suami bucin. Bisik batin Lisa.
Merasa sudah siap, Rafan menghidupkan motornya dan melesat meninggalkan kawasan pesantren. Di perjalanan Lisa memejamkan matanya menikmati hembusan angin malam menerpa wajah cantiknya.
"Mas kita mau kemana?!" tanya Lisa setengah berteriak.
"malam mingguan." balas Rafan. "Pegangan, bee."  Lisa melingkarkan tangannya di perut Rafan.
Suasana malam itu begitu ramai di padati beberapa anak muda dengan pasangan nya masing-masing termasuk Rafan dan Lisa sebagai pasangan halal.
Langit cerah bertabur bintang di atas langit yang berwarna hitam pekat. Seakan-akan mereka ikut bahagia melihat pasangan sejoli yang sudah terikat oleh janji suci. Pelukan Lisa kian mengerat tanda bahwa ia sangat bahagia sekarang ini.
Tibalah mereka di tempat yang begitu ramai dengan beberapa manusia.
"Wah, Mas bawa Lisa ke pasar malem? Udah lama Lisa nggak ke sini," seru Lisa senang.
"Kamu suka?"
Lisa mengangguk. "Suka banget."
Rafan menurunkan tubuh mungil Lisa seperti layaknya anak kecil dan tak lupa melepaskan helmnya.
"Mas kenapa bawa Lisa ke sini?"
"Mas mau pacaran sama istri kecil, mas," ujar Rafan menautkan kedua tangan mereka.
"Oh, kayak orang-orang gitu, ya?"
"Tapi ini versi halalnya, Bee."
Lagi-lagi Lisa tidak bisa menyembunyikan senyum bahagia nya. "Mas mau bahagiain kamu malam ini," ujar Rafan.
Lisa semakin tak kuat atas penuturan dari cowok di sebelahnya itu.
"Makasih banyak, Mas."
"Bahagia terus ya zaujati," kata Rafan memeluk tubuh Lisa.
"Udah Mas malu, ah," ujar Lisa karna aksi mereka di liat orang yang berada di sana.
Rafan melepaskan pelukannya dan berjalan sembari tangan Lisa di genggam. Ia tak mau istrinya hilang apalagi tubuh kecil Lisa yang akan sulit ia temukan.
"Mas mau itu." Minta Lisa lalu menarik tangan Lisa menuju penjual Arum manis.
"Hay, dek mau beli apa?" tanya Abang penjual tersebut.
Rafan terkekeh kecil saat mendengar panggilan dari sang penjual Arum manis.
"Lisa bukan anak kecil," cebik Lisa tak terima. "Lisa udah punya suami."
Abang penjual tersebut melirik ke arah cowok yang di samping Lisa yang begitu tinggi. Yang jauh beda dengan Lisa.
"Ini suaminya?"
"Iya, ini suami Lisa."
Abang tersebut masih tak percaya bahwa Rafan adalah suami Lisa.
"Ah, mana mungkin. Adeknya masih kecil, kok udah nikah."
Wajah Lisa makin menekuk tak terima. "Kenapa nggak percaya sih, kang? Beneran Lisa udah nikah," ujar Lisa sedikit kesel atas ucapan akang Arum manis.
Melihat wajah kesel Lisa, Rafan angkat bicara. "Dia istri saya, kang," sahut Rafan singkat.
Akang tersebut tercengang tak percaya. Beneran aja ini istrinya? Tapi kok kecil? Batin nya.
"Maaf mas. Kirain situ Abangnya."
"Hm. Nggak papa,"
"Satunya berapa, kang?" tanya Rafan mengubah pembicara lantaran wajah tak bersahabat dari Lisa.
"Dua puluh ribu aja, Den."
Rafan memberi uang seratus ribu
"Ini kang."
"Nggak ada uang kembalian atuh, Den," ujarnya.
"Ambil aja kembaliannya buat akang."
"Wah hatur nuhun, Den."
"Sama-sama kang."
Rafan mengambil Arum manis tersebut kemudian memberikannya pada Lisa yang masih dengan wajah cemberutnya itu.
"Udah dong cemberutnya." Bujuk Rafan menoel pipi chubby nya.
"Lisa mau pulang aja."
"Kita baru sampai loh, Bee. Kok udah mau pulang sih?"
"Udah nggak mood." Cemberut Lisa menggembungkan pipinya.
Rafan menghela nafas pelan. "Hm... ya udah kalau mau pulang," pasrah Rafan.
Lisa berjalan duluan meninggalkan Rafan belakang.
Rafan menggelengkan kepalanya. Ia baru tahu kalau mood cewek itu cepat berubah. "Resiko punya istri bocil" gumamnya berjalan menyusul Lisa yang sudah jauh.
"Hey tungguin Mas, Bee." Rafan berlari untuk mengejar Lisa yang sudah jauh.
Lisa tak menghiraukan ucapan Rafan. Ia terlanjur kesel sama ucapan Kang penjual tadi. Enak aja di bilang masih kecil. Itu cuman tubuhnya yang kecil tapi umur udah dewasa walau sifat masih kayak anak kecil.
"Masih marah nih? Hm?" tanya Rafan saat mereka telah berada di parkiran.
Lisa mengangguk kecil.
"Mau pulang, kan?"
Lisa mengangguk lagi.
Tanpa aba-aba Rafan mengangkat tubuh Lisa sehingga Lisa terpekik kaget.
"Mas kebiasaan sih ngangkat Lisa nggak bilang dulu!"
"Maaf sayang. Habisnya kamu lucu sih kalau udah cemberut kayak gitu. Pengen mas cepat-cepat makan kamu," bisik Rafan di telinga Lisa.
Bulu kuduk Lisa meremang atas ucapan Rafan barusan.
"Pegangan."
Lisa menurut.
Kecepatan Rafan tidak terlalu cepat ia sengaja karena ingin berlama-lama berduaan di atas motor sembari menikmati malam yang indah.
Asik berkendara, hujan yang tak di undang turun begitu derasnya mengguyur kota Jakarta. Awalnya bintang masih bertengger di atas langit. Dan kini hilang tertutup awan hitam.
Rafan menambah kecepatan motornya agar terhindar dari hujan. Tapi sayangnya hujan terlebih dahulu mengguyur tubuh mereka berdua.
"Shit."
"Mas dingin," ucap Lisa di sela pelukannya.
"Pegangan yang erat Bee."
Rafan menerobos derasnya hujan ia akan menuju apartemennya yang tak jauh dari sana. Sesampainya di sana Rafan langsung turun dan menurunkan tubuh Lisa yang sudah basah kuyup.
"Pakai ini dulu, Bee." Cowok itu memakai kan jaket ke tubuh Lisa agar tidak terlalu dingin.
Rafan membawa Lisa masuk dan di sana juga terdapat beberapa orang berpakaian jas hitam yang menunduk patuh.
Masuk ke dalam lift menuju lantai tiga puluh. Di dalam lift Rafan merangkul tubuh Lisa yang sudah menggigil kedinginan.
Lift terbuka buru-buru Rafan menekan pin pintu apartemennya.
"Masuk Bee."
Lisa tercengang saat melihat betapa luasnya apartemen Rafan.
"Kamu ganti baju dulu di dalam, Mas bikini teh hangat buat kamu."
Lisa masuk ke dalam kamar yang bernuansa putih abu. "Wah besar sekali," ucap Lisa kagum.
Tanpa berlama-lama Lisa langsung menuju kamar mandi untuk menghangatkan tubuhnya yang sudah menggigil. Lima belas berlalu ritual mandi Lisa sudah selesai. Ia keluar menggunakan kimono sepaha lantaran ia lupa membawa baju ganti. Setelah ia memastikan Rafan belum datang. Lisa bergegas membuka lemari berukuran besar.
"Ha! Nggak ada baju cewek?"
Dalam lemari tersebut hanya terdapat baju kemeja putih Rafan dan beberapa celana hitam.
"Yasudah lah pakai ini aja."
Baru mengambil baju, pintu kamar terbuka oleh seseorang.
"Bee aku..."
Lisa menoleh cepat ke belakang dan ternyata Rafan yang baru masuk ke dalam kamar.
"M-mas?" Gugup Lisa kaget.
Rafan menelan ludahnya kasar saat melihat Lisa yang hanya mengenakan kimono sebatas lutut menutupi tubuhnya.
Ia menaruh teh yang ia bawa di atas nakas. Perlahan berjalan menuju ke arah Lisa.
Menyadari kalau Rafan mendekat. Lisa berjalan mundur sampai tubuhnya membentur pintu lemari. Tangan besar Rafan meraih pinggang ramping Lisa yang terbalut kimono putih.
"Sengaja ya mau goda Mas, hm?" Lisa menggeleng. Keringat dingin membasahi tubuhnya saat ini juga.
"Boleh ya, Mas minta hak Mas sekarang?" Suara serak Rafan menyapu di gendang Lisa.
"Tapi..."
"Kamu harus tanggung jawab, Bee. Karena telah membangunkan sahwat Mas," bisik Rafan dengan suara voice note-nya.
"Ya Allah apakah Lisa harus memberikan mahkota yang hamba jaga kepada suami hamba?"
"Mau ya?"
Dengan pikiran yang berperang dalam otaknya. Lisa mengangguk setuju.
"Iya Lisa mau ngasih hak Mas sekarang," gumamnya mendongak menatap mata sendu Rafan.
Rafan tersenyum saat mendengar jawaban Lisa. Ia langsung mengangkat tubuh Lisa ala bridal style berjalan ke arah kasur besar tersebut. Rafan membaringkan tubuh Lisa perlahan di atas kasur. Dan posisinya, Lisa berada di bawah dan Rafan di atas.
Sebelum itu Rafan melantunkan doa terlebih dahulu sebelum melakukan hal itu.
"Bismillahi Allahumma jannibna as-syaithana wa jannibi as-syathana maa razaqtana." Setelah itu Rafan mencium kening Lisa lembut.
"Kita mulai, ya."
Malam ini merupakan sejarah bagi dua insan yang terikat akan janji suci tentang penyatuan cinta mereka berdua. Khalisah salsabilla sepenuhnya milik dari Muhammad Rafan al-Abyaz fattana. Bintang, bulan dan para malaikat sebagai saksi cinta mereka malam bersejarah itu.

PESONA GUS  ( SUDAH TERBIT)Where stories live. Discover now