59. Kamar Al-laits.

46.4K 3.2K 169
                                    

Rafan bangun lebih dulu, lalu beralih mengambil ponsel yang berada di atas nakas samping tempat tidurnya. Ia melihat angka 04:50 tertera di layar handphone.
Perlahan Rafan menundukkan pandangannya ke bawah di mana seorang wanita cantik masih tertidur pulas sembari memeluk tubuhnya. Wajah yang damai tanpa beban, hidung mancung, bibir yang setiap harinya membuat Rafan candu dan terakhir pipi gembul yang membuat Rafan gemas tak tertahan.
Saking asiknya memandangi ciptaan Tuhan itu, Rafan sampai melupakan panggilan Allah untuk segera menghadap-Nya. Sebelum itu Rafan membangunkan sang istri untuk ikut shalat berjamaah.
"Bee," panggil Rafan tepat di wajah Lisa.
Tak ada respon dari sang empu. Kembali lagi Rafan bersuara.
"Hai bidadarinya Rafan, ayo bangun," ucap Rafan penuh kelembutan. Tangannya terulur mengusap pipi bakpao itu dengan lembut.
Bukannya bangun, Lisa semakin menyusup ke dalam pelukan Rafan dan bergumam tak jelas.
"Ayo shalat, Bee. Subuhnya nanti telat loh." Rafan berbisik di telinga Lisa.
Berhasil. Lisa mengerjapkan kedua matanya berulang kali menyesuaikan penglihatannya seraya menatap cengong pada Rafan yang dimana Rafan menatap dirinya dengan senyum manis semanis gula aren.
"Assalamualaikum Zaujatinya Rafan," sapa Rafan mencium kedua mata Lisa.
Lisa membalas senyuman Rafan tak kalah manisnya semanis es cendol
"Waalaikumsalam Zaujinya Lisa."
"Yuk shalat," ajak Rafan pada Lisa.
Lisa menggeleng.
"Loh kok gitu?" heran Rafan.
"Airnya dingin, Lisa gak kuat," jawab Lisa mengeratkan pelukan pada tubuh Rafan.
Rafan tersenyum. "Kan ada air hangat."
"Tapi sama aja," ucap Lisa memberi alasan lagi.
Rafan terkekeh kecil. "Tahu Nabi Ayub A'laihissalam?" tanya Rafan dimana Lisa mengangguk sebagai jawabannya bahwa ia tahu.
"Nabi Ayub A'laihissalam. Adalah salah satu utusan Allah dimana beliau mendapatkan musibah yang luar biasa yaitu penyakit kulit bertahun-tahun," terang Rafan seraya menata Lisa.
"Tapi beliau tidak mengeluh kepada Allah dan sekalipun sakit, beliau tetap menjalankan kewajibannya," pungkas Rafan menjelaskan pada sang istri.
Lisa terdiam berusaha mencerna ucapan dari Rafan. Ia merasa bersalah karena ia meninggalkan kewajibannya sebagai umat muslim. Padahal dirinya dalam keadaan sehat bugar.
"Maaf" cicit Lisa.
"Maafnya sama Allah bukan sama Mas," ujar Rafan, "Ayo kita shalat." Kemudian mereka beranjak menuju ke kamar mandi.
****
"Assalamualaikum warahmatullah," Salam terakhir menutup shalat subuh berjamaah mereka.
Mata terpejam dengan tangan menengadah keatas seraya memanjatkan sepenggal doa kepada sang maha kuasa.
"Amiin."
Rafan berbalik seraya menjulurkan tangannya untuk Lisa cium.
Cup
Beralih Rafan mencium seluruh wajah Lisa dari dahi, pipi, bibir dan ia menunduk pada perut Lisa untuk meninggalkan ciuman di sana.
"Assalamualaikum Anak Ayah," sapa Rafan tepat di perut Lisa.
Dugh!
Seakan-akan tahu ucapan tersebut, ia menendang sebagai jawabannya.
"Masya Allah dia nendang, Bee!" ucap Rafan antusias dengan senyum lebar lantaran Rafan pertama kali merasakan tendangan dari calon anaknya.
Bergegas Rafan memposisikan dirinya tiduran di atas paha Lisa sebagai bantal.
Tangannya ia letakkan di atas perut. "Nendangnya jangan kuat-kuat ya, kasian Bunda kesakitan." Rafan mengajak ngobrol bayi dalam perut Lisa.
Dugh!
"Awws," ringis Lisa dikala sang anak menendang kuat seakan akan tak terima.
"Hey, gak boleh gitu Sayang. Tuh liat Bundanya kesakitan karena kamu nendangnya kuat. Entar kalau udah keluar, Ayah ajakin main bola deh." Rafan berujar kembali pada sang anak memberi tawaran menarik.
Tak ada pergerakan lagi pada perut Lisa bertanda sang buah hati setuju atas ajakan Rafan. Senyum terpatri di wajah Rafan dan kembali mendaratkan ciuman.
"Bagus, anak pinter." Mengusap perut Lisa begitu sayang.
Melihat interaksi Rafan dengan sang buah hati membuat Lisa bahagia teramat besar. Tangannya terulur mengusap surai hitam milik Rafan.
Rafan mendongak karena merasakan usapan di kepalanya. "Kenapa? Mau di cium?" tanya Rafan tersenyum menggoda.
"Argh," jerit Rafan saat dengan sengaja Lisa menarik kuat rambutnya.
"Kok di tarik sih Bee?" protes Rafan seraya mengusap rambutnya yang sakit.
"Mangkanya jangan modus," ucap Lisa menatap jengkel
"Modus sama istri sendiri gak papalah, malahan nambah pahala," bela Rafan menaik turunkan alisnya.
"Itu sih mau kamu Mas," balas Lisa menatap jengah.
"Yah, kamu gak sayang mas lagi, kamu gak cinta sama Mas lagi, udah gak mau manjain Mas lagi." Ungkap Rafan mengeluarkan unek-uneknya. Terlihat di mata pria tersebut mulai berkaca-kaca.
Melihat itu Lisa gelagapan dan langsung menangkup pipi Rafan.
"Utuu ... utuu ... utuu ... baby lion jangan nangis yah. Lisa cuman bercanda doang kok," rayu Lisa, "sini peluk." Rafan pun masuk kedalam pelukan Lisa dan menenggelamkan wajahnya di ceruk leher sang istri.

"Mana morning kissnya, Bee," kata Rafan memajukan wajahnya lebih dekat.
Lisa menatap jengah. "Satu kali aja."
Cup
"Udah."
"Kok di pipi sih Bee, di sini." Tunjuk Rafan pada bibirnya.
Cup
"Nah itu baru bener," balas Rafan tersenyum manis semanis es Doger.

*****

Di sisi lain ...
"Ah! Akhirnya perjuangan mondok selama enam tahun berakhir dengan baik!" seru Uswah setelah menyimpan kitab di rak lemarinya.
"Baru juga kemaren masuk pondok, sekarang udah lulus aja." papar Kila bersandar di dinding.
"Waktu sekarang makin cepat. Satu tahun aja berasa satu," timpal Uswah merenungi.
"Sebentar lagi kita pisah enggak ketemu lagi habis itu," sendu Uswah di akhir kalimatnya.
"Ketemu lah masak gak ketemu," sahut Zahra.
"Iya tapi jarang gitu, apalagi kalian bakalan sibuk sama urusan masing- masing."
"Sesibuk apa sih sampai enggak ada waktu ketemu sama sahabat sendiri?" Kini giliran Sa'adah menyahut.
"Siapa tahukan kalian sibuk gitu," balas Uswah.
"Sesibuk-sibuknya kita. Pasti ada waktu senggang untuk ketemuan," sarkas Sa'adah duduk di atas lantai.
"Emangnya enggak ada yang mau nikah gitu?"
Serentak mereka bertiga menoleh ke arah Uswah. "Enggak!" jawab mereka bertiga.
"Kenapa?" Kembali Uswah melempar pertanyaan lagi.
"Mau kuliah!" jawab mereka serentak.
Uswah hanya ber 'oh' riah saja.
"Btw, kalian mau lanjut kemana nih?" Kila bertanya.
Sa'adah berfikir. "Masih bingung mau kuliah dimana. Gue juga belum kompromi sama Bokap dan Nyokap gue prihal kuliah di mana," tutur Sa'adah.
"Lo Zar. Pasti Lo mau nikah duluan kan?" tebak Kila dengan nada menggoda.
Zahrah menatap Kila. "Apaan sih, gak yah aku mau lanjut kuliah dulu. Masalah nikah nunggu entar aja," sarkas Zahrah.
"Denger ya, di antara kita yang pendiam, jarang dekat sama cowok, itu kan Lo, Zar. Nah biasanya yang kayak gituan tuh nikah duluan dari pada kita-kita," ucap Kila semakin
"Eh jangan gitu lah. Utamakan cita-cita daripada cinta. Nah sebelum menikah aku mau raih cita-cita aku dulu," bantah Zahrah keukeuh pada pendiriannya.
"Lagian mana ada coba yang mau sama aku."
"Pasti ada lah, Zar. Yakali gak ada yang mau sama lo, kan Lo itu spek wanita idaman para ikhwan zaman sekarang," sahut Sa'adah.
"Pinter, cantik, sholehah lagi, di tambah pandai masak, beh! Udah paketan komplit dah tuh," puji Kila di mana membuat Zahrah semakin tersipu malu
"Kembali itu semua pada Allah SWT. Karena-Nya lah kita tidak akan menjadi apa-apa," komen Zahrah menimpali.
"Masya Allah ... siapakah yang beruntung jadi suami Zahrah?" ucap Uswah juga ikut memuji.
"Zahrah itu Masya Allah bagiku yang astagfirullah." tambah Kila cengengesan.
"Eaakk!" seru mereka semakin menggoda Zahrah.
Seutas senyum terpatri di wajahnya dikala mendengar ucapan Kila yang mengundang gelak tawa. Ah, rasanya Zahrah tak mau berpisah dengan para sahabatnya itu terutama Kila. Mengingat kebersamaan mereka membuatnya sulit sekali untuk berpisah.
"Gak boleh asing ya, harus sahabatan selamanya. Sampai kita menua bersama," pinta Uswah menghentikan tawanya.
Mereka bertiga mengangguk. "Janji ya?" ucap Uswah memastikan.
"Janji," balas Sa'adah berjalan mendekati Uswah.
"Gak ada yang bisa memisahkan kita berlima sampai kapanpun. Sedih, kecewa, duka dan tawa semuanya kita lalui bersama. Menjadi sahabat dunia dan menuju Jannahnya Allah," ungkap Zahrah memeluk tubuh Uswah pertama. Dan di susul Kila Sa'adah yang juga ikut berpelukan.
"Bismillahirrahmanirrahim, kamar Al-Laits tak akan pernah tergantikan sampai kapanpun!" seru mereka bersama masih dalam pelukan.
"Lisa gak di ajak nih?" celetuk Lisa dari arah belakang.
Mereka menoleh serentak. "Eh ada bumil."
Lisa masuk dengan berjalan tertatih- tatih. "Pelukan kok gak ngajak Lisa sih," omel Lisa mengerucutkan bibirnya.
"Ya ellah sih bumil sensi amat dah bawaannya, pengen gue buang ke sungai biar di makan ikan cupang," oceh Kila memeluk tubuh Lisa.
"Nanti gak ada Lisa lagi kalau di buang ke sungai."
"Biar lah."
"Tuh kan. Kila enggak sayang Lisa lagi." Terlihat mata Lisa mulai berkaca-kaca.
Kila panik melihat Lisa yang hampir menangis. "Gue bercanda kok. Gitu aja cengeng," ejek Kila.
"Lisa gak cengeng tahu! Mata Lisa kelilipan debu," sarkas Lisa mengusap air matanya.
"Iya-iya gue yang salah."
"Sini pelukan lagi," ajak Kila merentangkan tangannya.
Lisa berjalan masuk kedalam pelukan Kila. "Gemes deh bumil satu ini pengen gue jual di toko kelontong," cicit Kila terlanjur gemes.
"Nanti Mas jadi Duda kalau Lisa dijual," kata Lisa polos.
"Iya-iya sih paling istri Rafan," ucap Kila.

*****

Terlihat seorang pria berpakaian formal memasuki lorong gelap tanpa sedikit cahaya sedikitpun. Sepatu pantofel beradu di atas lantai putih.
Kaki panjangnya berhenti tepat pada pintu berwarna coklat tua. Tangannya meraih kenop pintu untuk ia buka
Ceklek
Gelap. Kesan pertama pada ruangan itu hanya gelap. Dan ada lemari di pojok kiri dan terdapat kasur king size bewarna putih bersih.
Pria yang di perkirakan tingginya mencapai 185 itu memasuki ruangan gelap tersebut tampa ada rasa takut di wajahnya.
Ia berjalan mencari stop kontak dan sedetik itu lampu menyala menerangi ruangan. Kaki panjangnya berjalan ke arah lemari yang keliatan usang dan ia membuka lemari tersebut.
Seulas senyum tipis terpatri di wajah tampannya. Pria itu memandangi foto yang terpampang jelas di depan.
Ada lima wanita cantik berhijab tertawa lepas saat momen wisuda. Tapi ia hanya memandangi salah satu di antara kelimanya.
"Beautiful"

PESONA GUS  ( SUDAH TERBIT)Where stories live. Discover now