44. Butuh sandaran

50.7K 3.5K 275
                                    


Lisa berjalan ke arah wastafel yang terletak dalam ruangan tersebut. sedikit isakan dan air mata ia hapus perlahan. Lisa tak mau sampai sahabatnya mengetahui keadaan dirinya. Ia membasuh wajahnya dengan air agar menutupi wajah sembabnya karna akibat terlalu lama menangis.

Lisa keluar dari ruangan itu dan berjalan menuju asrama. Ia harus menyelesaikan hukuman secepat mungkin. Tak menunggu lama Lisa langsung menuju kamar mandi dan mengambil peralatan pembersih.

Semua santri yang berada di kamar keluar. Mereka melihat Lisa membersihkan kamar mandi seorang diri tanpa dibantu siapa pun.

"Kasihan banget di hukum. Mana kamar mandinya besar lagi"

"Kok bisa dia dihukum ya?"

"Gue denger dia berduaan sama Gus Rafan di ndalem."

Cemoohan yang keluar dari mulut santri kepada Lisa. Mereka semua menatap ke arah Lisa dengan raut kebencian lantaran Lisa mencetak rekor santri baru pertama yang telah mendapatkan banyak kasus dalam pelanggaran di pondok. Tanpa ada rasa iba pun mereka menggunjing Lisa terang-terangan di depan orangnya langsung.

Itu lah manusia tanpa sebuah bukti jelas mereka men-cap seseorang tersebut sebagai manusia hina. Walau seseorang tersebut pernah berbuat baik kepadanya tapi hanya satu kesalahan tapi tidak benar mereka mengeklaim orang tersebut sebagai manusia paling buruk di dunia.

Di sudut sana Mely tersenyum puas. Ia sangat senang melihat Lisa yang menderita. Karna Lisa yang sudah berani mendekati Gus Rafan seorang laki-laki yang Mely taksir sebelum kedatangan Lisa ke pondok. Awalnya Mely sekedar mengagumi Gus Rafan, tapi lama kelamaan rasa ingin memiliki kian mencuat pada Mely. Ia mau kalau Rafan harus bersamanya bukan orang lain.

Mangkanya ia menyalahgunakan kekuasaan sebagai ketua pondok untuk menyingkirkan seseorang yang berani mendekati Gus Rafan. Contoh nya Lisa yang kini menjadi targetnya.

Masih dengan Lisa yang fokus membersihkan kamar mandi tak menghiraukan ucapan dari mereka.

Lisa menggosok lantai kamar mandi menggunakan sikat berukuran besar. Ditambah lagi lumut hijau yang menempel di lantai membuat Lisa kewalahan. Sampai keringat bercucuran di dahi gadis malang tersebut. Lisa menyeka keringat di dahinya menggunakan tangan mungilnya yang sudah berubah pucat.

Uswah, Sa'adah, Zahra dan Kila hanya menatapnya tak tega ke arah Lisa. Mereka merasa iba melihat sahabatnya mendapatkan hukuman yang tak pantas Lisa dapatkan.

Tangan Kila mengepal dengan kuat. Rahang gadis mungil tersebut mengetat kuat. Wajahnya merah menahan amarah yang tertahan. Kila tak terima melihat sahabatnya di perlakukan seperti itu.

Sa'adah menoleh. "Kila." Panggilnya. Saat Sa'adah melihat sirat kemarahan di wajahnya. "Lo tenang, Kil. Jangan sampai buat kegaduhan dan nambah beban buat Lisa," ucap Sa'adah. Ia tidak mau kalau Kila berbuat nekat dan akan berujung mendapatkan masalah lagi. Sa'adah masih ingat kejadian satu tahu lalu, dimana Kila yang tak bisa mengontrol emosinya. Membuat satu santri pingsan akibat amukannya.

"Huft.." Kila menghela nafas kasar.

"WOYY...!!" Teriak Kila, membuat semua yang awalnya menonton Lisa kini menoleh ke arahnya. "Ngapain Lo pada ngumpul di situ? Ha?!" Raung Kila.

"BUBAR SONO!!" Titah kila bak emak-emak komplek.

Tidak mau mendapatkan masalah pada pemilik sabuk hitam itu. Mereka memilih bubar meninggalkan tempat tersebut. Mely dkk menatap Kila hanya terdiam tak mau menyahut. Walaupun mereka pengurus. kalau mencari perkara dengan Kila lebih baik mereka mundur kecuali Kila yang berbuat salah.

"Bikin emosi gue aja liat mereka!"

"Sabar kil... sabar..." Uswah mengelus punggung Kila.

"Kita samperin Lisa ke sana," ajak Zahra. mereka menghampiri Lisa yang masih menyikat lantai.

PESONA GUS  ( SUDAH TERBIT)जहाँ कहानियाँ रहती हैं। अभी खोजें