00. ฅ^•ﻌ•^ฅ prolog

23.3K 1.6K 39
                                    

Haloo!! Aku Sasa, mau buat cerita baru (~‾▿‾)~

Ini karya keduaku, ceritanya tentang kucing yang berubah menjadi manusia. Bukan kucing yang bertingkah seperti manusia. Satu lagi, ini cerita bromance dan tidak mengandung unsur bxb. Tapi maaf sekali untuk adanya adegan kekerasan dalam cerita ini, mohon tidak untuk ditiru dan diambil part yang lucu-lucu saja. (⁠ ⁠;⁠∀⁠;⁠)

Cerita ini murni dari pikiranku sendiri dan dalam versiku sendiri. Kalau ada kesamaan nama tokoh, alur, atau suatu part dengan cerita lain, aku minta maaf (人◕ᴗ◕). Itu hanya karena ketidaksengajaan. Mohon pengertiannya.

Jangan lupa beri jejak dalam membaca ya? Bisa berupa vote dan komen. Bisa juga tambahkan ke reading list dan perpustakaan untuk lanjut membaca. Terimakasih...

- HAPPY READING -

•﹀﹀﹀﹀﹀﹀﹀﹀﹀•

Hujan deras mengguyur jalanan kota yang hampir malam. Banyak kendaraan berkebutan seakan sedang balapan. Angin dan guntur mereka hiraukan demi tujuannya masing-masing, tak peduli dengan jalan yang licin, pun pula pandangan yang terhalang. Beberapa pejalan kaki berlarian, juga pesepeda yang ikut mengebut di tepi jalan.

Di atas jembatan besar yang menghubungkan dua daerah itu berkendaralah dua orang laki-laki yang terlihat baru saja pulang sekolah. Kegiatan ekstrakurikuler ataupun kerja kelompok terkadang membuat siswa menjadi pulang terlambat. Kini di tengah perkotaan yang dingin membuat mereka melajukan motor sembari mengucapkan doa dalam hati. Keduanya harus merelakan seragamnya basah karena tidak membawa mantel hujan ataupun pelindung lainnya.

Kemudian secara tiba-tiba, cowok yang duduk di depan sebagai pengendara itu menghentikan laju motornya. Seketika cowok yang membonceng pun terkejut hingga mengeluarkan kata mutiaranya. Ia sedikit kesal, lantaran sibuk mengharapkan keselamatan, justru motor yang dikendarainya malah berhenti begitu saja.

Keduanya berhenti di tepi jalan, tepat di depan trotoar jembatan milik pejalan kaki yang kini sudah berkurang. "Lu denger, Za?" Cowok yang di depan pun menoleh ke samping, melirik teman di belakangnya dengan sedikit kesal karena makian yang tak kunjung berhenti.

"Nggak."

"Suara kucing." Pandangan kedua cowok itu menyapu sekitar untuk menemukan sumber suara. Hingga akhirnya, "Itu, Za. Liat!" Cowok yang duduk di depan itu langsung heboh sendiri. Matanya berbinar sambil menunjuk sesuatu yang ia maksud. Terlihat seekor anak kucing yang tidur meringkuk di pojokan trotoar.

Tanpa pikir panjang, cowok yang duduk di belakangnya itu langsung memukul kepala sang teman

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Tanpa pikir panjang, cowok yang duduk di belakangnya itu langsung memukul kepala sang teman. Meskipun tangannya sendiri yang sakit, karena pukulan itu mendarat di helm, tapi setidaknya kepala temannya itu terhuyung sedikit. "Santai bjir!"

Gaza, cowok bertubuh tinggi yang duduk di belakang itu segera turun dari motor. Pandangannya sedikit buram karena pengaruh hujan, ia terus melangkah untuk mendekati seekor kucing berwarna putih abu-abu yang terlihat kedinginan. Mengangkat sosok kecil menggemaskan ciptaan Tuhan yang sangat malang. Segera saja ia membawa kucing kecil tersebut kembali ke motor. Berharap meski keadaannya sangat lemah, kucing itu masih bernyawa.

"Nih kucingnya, lucu banget dah." ucapnya sembari menaiki motor temannya lagi. Ibu jarinya mengusap kepala kucing tersebut hingga sosok kecil itu sedikit bergerak yang menandakan dirinya masih hidup. Gaza tersenyum kecil, ia pun mengangkat kepalanya setelah menunduk untuk menatap kucing di tangannya. "Lu mau adopsi lagi? Kucing lu udah berapa njir?"

Edwin yang semula berkendara dengan kecepatan tinggi pun menurunkannya sedikit. Angin yang berhembus kencang terasa meniup tubuhnya dan mengganggu pendengarannya. "Hah?"

"LU MAU ADOPSI KOCENG LAGI?" Gaza bertanya dengan sedikit berteriak karena suaranya teredam suara hujan.

Edwin terdiam sejenak, menyusun kalimat Gaza yang hanya terdengar beberapa kata saja. "Ohh, enggak. Kucing gue udah banyak, sepuluh." Edwin memang pecinta kucing. Ia sudah merawat kucing sebanyak itu karena dirinya anak kos yang tinggal sendirian. Kesepuluh kucingnya itu ia dapatkan dari jalanan juga. Semacam simbiosis mutualisme, Edwin yang mendapat teman serumah, kemudian kucing-kucing jalanan itu mendapat pemeliharaan yang baik. "Itu kucing lu adopsi aja dah. Bisa-bisa gue miskin kalo majikan gue makin banyak."

Gaza memasukkan kucing yang kedinginan itu ke dalam jaketnya yang sudah basah juga. Ia kesulitan mendengar ucapan Edwin saat motor melaju seperti ini. Setelah berhasil menyusun kalimat dari beberapa kata yang ia dengar, barulah ia bisa membalas. "Gak bisa gue, Win. Lu kan tau mama gue gak suka kucing."

Begitupun seterusnya, mereka menyusun kalimat secara bergilir. Tapi untung saja obrolan mereka terus menyambung. "Terus mau lu lepasin lagi hah?"

Gaza hanya diam tak menjawab lagi. Cukup menghabiskan beberapa menit keduanya sampai di depan halaman rumah Gaza. Cowok itu turun dan mengeluarkan si kucing putih abu-abu yang untung saja tidak mati kekurangan oksigen dari dalam jaketnya yang basah. "Nih, bawa!" Gaza menyodorkan kucing yang ia genggam, namun rasa-rasanya Edwin sudah tak mau menambah kucing lagi.

"Lu rawat ya, Za? Kasian tuh. Gue mau pulang dulu." Edwin berlalu begitu saja.

"Heh anjir, BALIK LU!" panggil Gaza yang sayangnya tak Edwin gubris, temannya itu sudah melaju pesat. "Sialan!" Gaza menendang batu di depannya. Bukannya terlempar, yang ada kakinya sendiri yang sakit. Ia pun menunduk ketika mendengar kucing di tangannya mengeong dengan suara yang sangat kecil. "Wih, bisa ngomong lu."

"Gaza, ngapain kamu disitu?" Teriakan itu membuat Gaza langsung menoleh ke arah pintu rumahnya. Terlihat seorang wanita dengan dress kuning muda sedang berkacak pinggang sembari menatap ke arahnya. "Cepetan masuk! Udah tau ujan juga." panggil Renata, mama Gaza yang cantik jelita.

Gaza langsung berlari kecil mendekatinya. Ia hanya bisa tersenyum ketika mamanya itu memukul pantatnya sambil mengomel. Karena malu dilihat tetangga yang bisa saja mengintip lewat jendela, keduanya pun masuk ke rumah. "Darimana aja kamu jam segini baru pulang?"

"Aduh, ma. Biasalah, ekskul."

Wanita itu baru menyadari adanya sosok kecil berbulu putih abu-abu yang digenggam putranya. "Itu kucing siapa kamu bawa pulang? Punya Edwin?" Renata bertanya sambil mundur beberapa langkah. Ucapan Gaza memang benar, mamanya itu tidak suka kucing.

"Ini kucing yang aku temuin di jembatan tadi, ma. Aku mau rawat dia. Boleh ya ma, boleh ya? Yey boleh!"

"Mama belum ngomong." Ia heran dengan putra sulungnya yang aneh ini.

Gaza mencoba untuk merengek lagi. Bagaimanapun juga ia tak sampai hati melepaskan kucing yang terlanjur ia bawa sekarang. "Tapi boleh kan? Boleh dong. Masa ga boleh." Ia tersenyum memohon kepada mamanya.

Renata diam sejenak menatap putranya itu. Matanya menyipit sembari berfikir, mungkin dengan datangnya si kucing itu akan mengurangi keributan yang terjadi antara Gaza dengan adiknya setiap hari. "Asal kamu rawat baik-baik."

"Okay, ma. Makasii yaa~" Gaza tersenyum sok imut di depan mamanya.

•﹀﹀﹀﹀﹀﹀﹀﹀﹀•

ADORABLE KITTENWhere stories live. Discover now