Bab 36

1.4K 228 57
                                    

"Bagaimana menurutmu, Miss?" Kali ini baginda raja langsung bertanya kepada Valerie. Aku pun ikut mengalihkan tatapanku kepada Valerie dan melihat wajahnya yang pucat, jelas karena dia terkejut dan tidak bisa berkata-kata. Bahkan menurutku, pertemuan hari ini pun sudah membuatnya kepayahan. Seorang rakyat biasa yang tiba-tiba menghadiri pertemuan penting bersama bangsawan tinggi hanya ada di Cherry Blossom. Padahal jika saja ini bukan settingan dari game sialan tersebut, keadaan seperti ini tidak akan pernah terjadi. Namun, bukankah sekarang pun aku adalah bagian dalam universe game sialan ini?

Oh hidup Clara yang malang.

Baginda Raja lalu terkekeh. Terlihat terhibur karena tanggapan Valerie yang jelas-jelas terkejut. "Tidak perlu berbicara. Kau hanya harus mengingat rasa terima kasih ini seumur hidupmu." Tatapan Baginda Raja lalu beralih ke Marquest of Nottingham, "Bukankah begitu Nottingham?"

"Tentu Baginda." Jawab Sang Marquest sementara aku bisa melihat raut wajah senang di wajahnya. 

Aku sungguh tidak tahu mengenai bagaimana aku harus bersikap kali ini. Maksudku, adegan di balik layar ini benar-benar tidak ditampilkan di dalam game. Jadi, aku cukup kepayahan dengan serangan psikologis yang harus aku hadapi.

"Dan kau, Putra Mahkota," serangan Baginda kini tertuju kepada putranya. "Bukankah ini saat yang tepat bagimu memilih tunangan?"

Theodore jelas tidak dalam situasi yang bisa membantah. Kejadian beberapa waktu yang lalu telah memukul keluarga kerajaan. "Aku akan memikirkan mengenai wanita yang pantas menjadi tunanganmu."

Tubuhku merasa dingin karena tatapan yang mulia raja bukannya ditujukan untuk Valerie, melainkan kepadaku. "Bukankah cerita mengenai cinta yang tumbuh karena pengorbanan yang memberikan luka akan terdengar romantis."

"Dengan segala hormat, Yang Mulia-" Duncan menyela secara tiba-tiba. "Keadaan Lady Evolet sedang tidak baik dan sepertinya dia harus segera beristirahat."

Aku tidak sadar menggenggam tangan Duncan dengan erat. Sepertinya wajahku juga terlihat pucat mengingat apa yang barusan Baginda Raja ucapkan. Dia tidak berniat menjadikan Valerie sebagai tunangan dari putra mahkota, karena bagaimana pun dia berasal dari rakyat jelata. Sementara, dengan luka yang Putra Mahkota derita dan juga kemampuanku yang bisa melakukan sihir penyegelan, membuatku lebih layak daripada Valerie.

"Tentu. Kita akan melanjutkannya nanti. Dengan segera."

Duncan lalu menarikku berdiri. Dia membungkuk hormat kepada Baginda sebelum mengangkatku dan menggendongku di depannya. Sementara aku yang masih tidak bisa berkata-kata hanya menurut seperti boneka tanpa nyawa.

***

"Ra- Clara! Clara!" Suara berulang Duncan yang memanggil menyetakku. Membuatku sadar bahwa kini aku telah keluar dari hall dan berada di tengah taman yang jelas masih berada di dalam istana kerajaan.

Aku berkedip beberapa kali. Sepertinya aku cukup bingung sehingga tidak bisa membantah. Tapi bukankah aku sebagai Renata Indra bukan gadis penurut nan suram seperti Clara Evolet.

"Tolong katakan bahwa pikiranku mengenai niat baginda menjadikan tunangan dari Putra Mahkota adalah salah." Aku berkata dengan tajam. Mengamati reaksi Duncan dan melihat bibirnya yang menipis.

"Ya Tuhan. Ini bencana!" 

"Aku kira kau akan bersorak senang."

"Mengapa aku harus bersorak?" Tanyaku bingung.

"Bukankah kau sangat bersemangat untuk melepaskan pertunangan dengaku?"

"Bukan berarti aku mau ditunangkan dengan pria lainnya! Apakah tidak ada orang yang bahkan ingin mendengarkan pendapatku? Astaga!" Aku menekan pelipisku karena merasa menjadi manusia transparan.

"Apakah kau sakit?"

"Ya- Tidak! Setidaknya bukan kepalaku yang sakit secara harfiah!"

"Mengapa kau marah kepadaku?"

"Aku tidak marah kepadamu!"

"Kau berteriak."

"Ya ampun. Sejak kapan kau peduli bahwa aku berbicara dengan teriakan ataupun keluhan."

Aku lalu berdiri. Berjalan mondar mandi berharap aku memiliki ide lain di kepalaku. Bagaimana jika aku menjadi seorang biarawan saja? Bukankah itu ide yang cukup bagus sehingga aku tidak perlu menikah?

"Kau tidak akan melakukannya."

"Melakukan apa?" Bantahku cepat.

"Melakukan hal entah apa yang saat ini terbesit dalam kepalamu." Tegasnya lagi.

Aku merengut kesal. Yah, urusan dengan Tuhan bukan untuk permainan. Entah hukuman apa yang akan aku dapatkan jika bermain-main dengan Tuhan. Beralasan menjadi biarawan hanya untuk menjauh dari pernikahan.

Toh bukan niatku untuk tidak menikah. Aku menyukai anak kecil dan terlebih, aku menginginkan keluargaku sendiri. Menjadi yatim piatu di usia muda menjadikanku memiliki mimpi kecil yang setidaknya harus aku kejar. Setidaknya bukan dalam waktu dekat. Mungkin nanti.

"Kau lelah." Ujar Duncan lagi dengan menyampirkan jas yang sebelumnya dia pakai, di punggungku. Karena ukurannya yang besar, jas miliknya dengan penuh menyelubungiku.

Angin lalu berhembus dan dengan miliknya yang memelukku, tidak perlu usaha keras untuk membuat aroma segar milik Duncan mampir di hidungku.

"Terima kasih."

Duncan tersenyum sangat tipis sehinggan membuatku sangsi apakah dia tersenyum atau hanya ada sebagian kecil dari otot wajahnya yang berkedut. Tidak ada alasan untuk Duncan bersikap baik padaku.

"Aku tidak mau menikahi putra mahkota" Gumamku lagi.

"Apakah itu berarti-"

Duncan tidak melanjutkan ucapannya, membuatku menunggu kalimat berikutnya sampai akhirnya akulah yang kemudian bersuara. "Setidaknya kau berhutang padaku atas sikap kejammu kepadaku selama ini. Bantu aku My Lord."

Senyum tipis kembali keluar dari wajahnya. "Dan menurutmu, bagaimana caraku membantumu?"

Aku lalu mendengar suara sayup sayup dari balik belakang Duncan. Terlihat bahwa Marquesst Of Nottingham, Baginda Raja, dan Putra Mahkota sedang berjalan ke arah kami.

Aku memutar otakku cepat. Mengalungkan lenganku di lehernya dan mendekati telinganya yang kemudian mulai memerah. "Diam sebentar, My Lord." Bisikku sampai akhirnya aku mendekatkan bibirnya untuk mencium ujung bibirnya.

Tentunya ini tidak akan menjadi ciuman dalam jika tangan jahil Duncan tidak serta merta menarikku. Mendekatkan kepalaku dengannya dan aku mulai kehilangan napasku dengan lumatan dari bibir Duncan yang menyebalkan.

Mataku membeliak karena kaget. Aku berusaha melepaskan rengkuhan Duncan ketika dia semakin menarikku dan lidahnya mulai menerobos bibirku.

Kurasa aku akan marah pada awalnya sampai satu tangan Duncan yang satunya membelai punggungku seolah mengatakan bahwa semuanya baik - baik saja. Dan tentunya, semuanya tidak baik-baik saja!

Astaga!

***



I'm back <3
Kasih komentar kalian ya apa agak aneh gak untuk part ini.
hmmmmmmmmmmmmmmmmm....





Secret of Villainous WomanWhere stories live. Discover now