Bab 29

5.4K 1K 54
                                    

Tandai typo dan komentar yang banyak!

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Tandai typo dan komentar yang banyak!

Siapa yang kangen Clara? ❤























































Aku tetap bungkam bahkan ketika dansa sudah dimulai selama beberapa waktu. Memilih menunduk dan melihat bagaimana langkah-langkah kaki Clara dan Yang Mulia Putra Mahkota tampak serasi dengan irama musik yang terdengar. Aku bisa merasakan tatapan penasaran dan bisik-bisik dari para bangsawan lainnya begitu melihatku melakukan dansa pertama Waltz bersama sang putra mahkota. Ketenaran Leopold Duncan jelas tidak bisa dianggap remeh sebagai Jenderal pasukan kerajaan Alvarez, begitu pula dengan ketenaran dari Putra Mahkota. Sementara itu, Clara hanyalah gadis beruntung karena menjadi tunangan Leopold Duncan berkat kemurahan hati baginda raja. Menjadi sesuatu yang menarik ketika Clara yang biasanya terasingkan ataupun hanya berdua bersama dengan Arthur, melakukan dansa dengan Putra Mahkota.

"Apakah melihat lantai lebih menarik daripada melihatku?"

Aku sontak mendongak. Menemukan Theodore yang meringis ketika satu kakinya aku injak secara tidak sengaja. Aku terlalu kaget ketika dia berbicara ketika pikiranku mengembara ke mana mana.

"Maafkan saya, Yang Mulia." Aku ikut meringis. 

Theodore memberengut lucu. "Kupikir kita berteman dan saling memanggil nama."

"Saya pikir Anda bukanlah diri Anda yang sesungguhnya ketika saya berpikir bahwa menyenangkan memiliki teman seperti Anda untuk dipanggil nama belaka."

"Aku masih diriku apa adanya meski kini kau tahu siapa sebenarnya aku."

Aku memutar mataku. "Yah, jika ada orang yang tahu bahwa saya berteman dengan Putra Mahkota, maka banyak asumsi akan terjadi dan banyak orang yang akan tiba-tiba mendekati saya."

Theo lalu memutar tubuhku karena memang begitulah gerakan yang harus kami lakukan. "Kau marah padaku?" Tatapannya terlihat kalut dan khawatir. Aku mengerjap beberapa kali. Memastikan bahwa pria dengan setelan mewah di depanku adalah sang putra mahkota dan bukanlah Puss in Boots.

Aku lalu berdeham. "Dibandingkan rasa marah, saya lebih merasa kaget dan tidak nyaman. Dan juga..." Aku berputar sekali lagi. Menjauh dengan mematri tatapan Theodore. "Akan lebih baik jika kita tidak berteman, Yang Mulia."

"Kau tidak ingin berteman denganku karena aku adalah Putra Mahkota?"

Aku tidak ingin berteman denganmu karena kau adalah salah satu hero di Cherry Blossom. Sayangnya, aku tidak bisa mengatakan hal itu. Aku menelan ludah susah payah. Mendongak dan menemukan netra Theodore yang terlihat kesepian.

"Seharusnya tidak sulit bagi Anda untuk mencari teman lain. Semua orang akan senang bisa berteman dengan Anda."

"Kecuali kau, Clara?"

Aku menggeleng pelan. "Saya menghormati Anda."

Bibir Theodore menipis. Tetapi dia tetap diam hingga dansa berakhir dan aku kembali berada di samping Duncan. 

"Aku tidak tahu bahwa kau mengenal Putra Mahkota." Duncan mengatakan dengan bibir terkatup rapat. 

"Aku juga tidak tahu menahu mengenai lingkungan pertemananmu. Anggap saja itu impas." Jawabku acuh tak acuh. Suara seruan senang lalu memanggilku, dan begitu aku berbalik, aku menemukan Arthur yang tampan bersama dengan Valerie yang terlihat cantik dan mempesona.

Dalam Cherry Blossom, Valerie seharusnya tidak berada di sini. Kemunculannya di pesta dansa pertamanya harusnya diiringi dengan penghormatan atas jasa yang telah dia lakukan sehingga Valerie akan terlihat sangat bersinar.

"Sejak kapan Kakak mengenal Yang Mulia Putra Mahkota?" Arthur berbisik di sebelahku. Mengambil kesempatan ketika Valerie sedang menyapa Duncan.

Aku mulai lelah karena orang-orang mulai menanyakan hal yang sama padahal kenyataannya, aku tidak menginginkan pertemanan itu. Aku tidak memiliki waktu untuk basa-basi yang mungkin tidak menguntungkanku di masa depan. 

"Aku senang kau bisa datang ke sini, Valerie." Aku menyapa Valerie yang sudah berdiri dengan wajah berbinar di sampingku.

"Kuharap kedatanganku tidak akan menimbulkan masalah."

Aku tersenyum ramah. Ujung mataku lalu menemukan Marquest of Nottingham yang sedang bercakap dengan bangsawan lain, namun jelas sedang mengamati ke arah kami, atau mungkin ke arah Valerie. 

Apakah ada sesuatu yang luput dari pengetahuanku?

Jika aku tidak salah, kejadian yang akan membuat nama Valerie bersinar memang akan terjadi sebentar lagi. Dan tempat terjadinya adalah di pusat kota di mana Valerie sedang bersama dengan Clara dan juga Arthur. Pun mereka saat itu sedang berada di pusat keramaian.

Tiba-tiba, firasat buruk seolah menyergap begitu saja. Tengkukku terasa dingin oleh sensasi aneh dan perutku menjadi mual karena firasat bercampur dengan adrenalin.

"Clara?"

Aku menoleh ketika tangan besar Duncan menepuk lembut pundakku. 

Mataku mengembara ke sekitar. Melihat suasana ballroom yang masih ramai dan tampak tidak ada masalah. Aku menarik napas panjang. Efek dari tiara yang aku gunakan terasa hangat sehingga membuatku tenang.

Di saat itulah aku mendengar ledakan tidak jauh dari tempat Raja dan Ratu Alvarez berada. Suara jeritan bergema. Begitu pula teriakan para prajurit. Duncan menarik lenganku. Merengkuhku erat sebelum dia menjauhkanku ke tempat yang menurutku aman.

"Pergi keluar dan tetap aman, Clara!" Dia berteriak keras. Segera berlari menuju kerumunan sebelum aku menjawab. Mataku dengan cepat mencari Valerie, Arthur, dan kedua orangtuaku yang terlihat berlari di antara kerumunan.

"Apa yang terjadi?"

"Ada bencana!"

"Kau lihat monster yang menyerang?"

"Bagaimana bisa ada bencana di dalam istana?"

"Ini penyerbuan!"

Sayup-sayup aku mendengar seruan ketika menuju ke arah keluargaku. Aku lalu bersitatap dengan Valerie yang tampak ngeri ketika mendengar ledakan lagi dan juga kobaran api yang terlihat membesar di sayap timur istana.

Aku tahu bahwa api tersebut bisa diredakan dengan air yang dikendalikan oleh penyihir air. Dan saat ini, aku tahu bahwa Valerie cukup mampu memadamkannya.

"Valerie, ikut aku!" Aku menyeret lengan Valerie. 

"Kakak!" Arthur berteriak memanggil namaku. Berusaha mendekat tetapi terhalang oleh kericuhan dan juga serbuan dari orang-orang yang berlari menjauh sumber kekacauan. 

"Ap- apa yang kau lakukan?"

"Kita harus menolong mereka. Kau bisa menggunakan sihir air untuk memadamkan api itu."

Valerie menatap kobaran api dan aku bergantian. Dia menggigir bibir ragu. "Tidak ada air di sini."

Aku diam untuk sesaat. Memusatkan sihir pada tanah dan membaca aliran air bawah tanah di bawahku. Aku lalu membuka tanah. Membuat aliran itu memancar ke udara sehingga membuat air mancur tinggi. 

"Sekarang giliranmu, Valerie!" Aku berkata sembari menahan tanah dan mengaturnya agar debit aliran air tetap mengalir.

Valerie lalu mengucapkan mantra. Membuat air itu melayang cukup tinggi dan membuatnya berada di atas kobaran api. Mantra selesai begitu pula dengan air yang pada akhirnya berhasil memadamkan api. Tetapi itu hanya di permukaan saja karena di dalam istana, Duncan dan kesatria kerajaan lainnya masih berjuang untuk memadamkan bencana yang datang menyerang.

***

Secret of Villainous WomanWhere stories live. Discover now