EPILOG

58 3 1
                                    

Budayakan vote sebelum membaca ❤️
.
.
.

Satu bulan setelah kejadian itu.....

"Jane, ayo dong lebih cepat lagi!" Lisa meneriaki Jane yang tertinggal jauh di belakangnya. Gadis itu masih sibuk mengelap bekas es krim di sekitar bibirnya.

"Iya nih, lelet banget sih!" Putri merengut kesal.

"Iya-iya sabar dikit kenapa." Jane bergegas menghampiri Lisa dan Putri. 

Putri mengeluarkan tisu basah dari dalam tasnya lalu menyodorkan tisu itu kepada Jane. "Ini, lap lagi yang bersih."

"Udah selesai?" Lisa berkacak pinggang sementara Jane hanya mengangguk seraya tertawa kecil.

"Sekarang kita bisa balik ke kelas kan? Jangan sampai bu Tri marah cuma karena kita telat." Lagi-lagi Putri merengut, ia tidak ingin jika hal itu sampai terjadi.

Ketiganya lantas berjalan beriringan menuju kelas X IPA 1. Di pertengahan jalan, Lisa dan teman-temannya sempat berpapasan dengan Elsa dan Pangrum. Meski tatapan Elsa dan Lisa
sempat bertemu untuk beberapa saat, namun semua itu tak berarti apa-apa lagi. Kini mereka telah menjadi asing di mata masing-masing.

Sementara itu, dari lantai dua Aila hanya bisa terdiam setelah menyaksikan kejadian tadi. Ia tidak pernah mengira jika mereka akan menjadi seasing itu.

"Eh, Aila lo ngapain di sini? Ayo kita ke ruang rapat sekarang." Renald merangkul bahu Aila seraya menyeretnya pergi menuju ruang rapat.

***

Ify berdiri di depan mading dengan perasaan yang campur aduk. Matanya tak henti menatap dua buletin yang terpajang di sana. Jika buletin pertama membahas tentang ujaran kebencian yang ditujukan untuk para anggota organisasi RED TAIL, maka buletin kedua berisikan hal sebaliknya, yakni ucapan bela sungkawa untuk para murid yang telah meninggal akibat peristiwa ledakan bom itu. Ify kemudian menatap sekelilingnya dan mendapati poster Ruth di mana-mana. Sayangnya poster tersebut dicoreti dengan kata-kata yang tidak mengenakkan seperti, penjahat, pembunuh, sampah sekolah dan masih banyak lagi. Gadis itu lantas mengeluarkan ponselnya lalu membuka galeri dan melihat foto-foto kebersamaan dirinya dengan para anggota RED TAIL. Tanpa sadar air matanya mulai mengalir dan makin lama semakin deras. Murid-murid yang melewatinya hanya bisa menatap dengan penuh keheranan.

"Kenapa harus jadi begini sih! Andai aja kak Ruth masih ada di sini," harapnya. Ify lalu menghapus air matanya kemudian bergegas pergi dari tempat itu.

***

Terhitung sudah setengah jam lebih Dira memandangi lift yang ada di depannya, lift yang menjadi jalan masuk utama menuju markas RED TAIL. Lift itu kini telah disegel oleh bu Niar dan menjadi area yang terlarang untuk dimasuki oleh siapa pun.

"Dira!" Elsa berjalan menghampiri Dira.

"Lo ngapain ke sini? Gak lupa kan sama  perjanjian kita dengan bu Niar," Dira kembali mengingatkan, ucapannya begitu dingin.

"Kalau sampai bu Niar ngelihat kita berinteraksi meski itu gak disengaja sekalipun, maka dia gak akan segan-segan untuk mengeluarkan kita berenam dari sekolah ini." Dira menatap lurus ke depan.

"Tenang aja Dir, gue yakin kalau semuanya pasti akan baik-baik aja," Elsa mencoba meyakinkan Dira, tapi bukannya merasa tenang Dira justru merasa kesal dengan ucapan Elsa.
"Baik-Baik aja lo bilang? Gak ada yang akan baik-baik aja. Ingat! Ruth udah gak ada dan kita gak bisa melakukan apa-apa lagi sekarang. Semua rencana kita hancur berantakan dan semua ini terjadi karena ulah kepala sekolah sialan itu!" Dira sudah tak bisa mengontrol ucapannya lagi. Elsa sendiri hanya bisa terdiam karena jika ia berbicara lebih banyak lagi, maka amarah Dira akan semakin meledak-ledak.

THE RED TAIL [Revisi]Where stories live. Discover now