Chapter 1

204 21 0
                                    

Rembulan sepertinya marah pada sesuatu sehingga ia enggan untuk memancarkan sinarnya pada malam yang kelabu ini. Membuat lampu jalan terpaksa mengerahkan usahanya demi menerangi jalanan kosong yang hanya diisi oleh kesunyian, namun kesunyian itu sepertinya tak berlangsung lama karena suara langkah kaki yang cepat tiba-tiba terdengar di ujung jalan sana.

Semakin lama suaranya terdengar semakin jelas, disusul oleh suara napas yang tersendat-sendat dari seorang gadis bersurai panjang. Gadis itu mengenakan seragam olahraga yang bertuliskan SMA Kharisma di bagian punggungnya. Ia terlihat panik bahkan sesekali melihat ke belakang, takut jika orang yang mengejarnya berhasil mengikutinya hingga kemari. Gadis itu kemudian megeluarkan ponselnya lalu mencoba menghubungi seseorang.

"Please angkat teleponnya," gadis itu memohon dalam hati.

"Halo" terdengar jawaban di seberang sana.

"Ruth!" gadis itu menyebut nama temannya dengan perasaan legah.

"Lia, sekarang ini kamu lagi di mana sih?" tanya Ruth khawatir.

"Nanti aja kita bahas masalah itu, sekarang dengerin aku baik-baik karena ada hal penting yang pengen aku sampaikan," napasnya masih tak beraturan.

"Ada yang pengen aku sampaikan juga ke kamu dan hal ini berhubungan sama Reva," ujar Ruth dengan suara yang sedikit serak.

"Kita bisa bahas masalah Reva nanti. Sekarang dengerin hal penting ini dulu," Lia memaksa Ruth untuk mendengarkannya.

"Apa hal ini lebih penting dari pada teman kamu sendiri!" hardik Ruth.

Lia mendengus sebal sembari memutar kedua bola matanya malas. "Dengar, akhirnya aku tau alasan kenapa Dista dan Kenzo bisa tiba-tiba pintar tanpa belajar. Aku juga udah nyelidikin tentang kasus kematiannya Dista dan ternyata semua ini ada hubungannya sama kepala sekolah. Aku juga yakin kalau..."

"Reva meninggal!" belum sempat Lia menyelesaikan kalimatnya, Ruth sudah lebih dulu memotong. Kabar itu tentunya berhasil membuat Lia syok.

"Hei, itu dia di sana. Ayo kita tangkap!" belum sempat ia menghilangkan rasa keterkejutannya, orang-orang suruhan bu Nara kembali datang untuk menangkapnya dan sepertinya kali ini ia akan kesulitan untuk kabur.

"Lia tadi itu suara siapa?" tanya Ruth penuh selidik.

Lia kemudian buru-buru berlari agar terhindar dari kejaran orang-orang suruhan bu Nara. Selagi berlari ia masih tetap berkomunikasi dengan Ruth via telepon. "Saat ini aku gak bisa ngasih tau di mana lokasiku sekarang karena jujur..." Lia menjeda kalimatnya, "aku sendiri juga gak tau ini di mana," lanjutnya.

"Hah!" Ruth kaget mendengar jawaban dari Lia.

"Sekarang dengerin aku ya." Lia masih berlari, tapi kali ini ia mengurangi kecepatannya.

"Ada obat-obatan berbahaya yang lagi diperdagangkan sama kepala sekolah dan bu Nara juga terlibat dalam hal ini. Obat itu berfungsi untuk menambah kepintaran, tapi obatnya masih dalam tahap uji coba makanya punya banyak efek samping," jelasnya.

"Emangnya itu obat apaan?" tanya Ruth ikutan panik.

Lia mengamati tabung reaksi yang ada dalam genggamannya, di sana tertera nama obatnya. "I-ini nama obatnya. Namanya X--" Aarrghh! sebelum ia berhasil mengungkapkan nama obatnya, sesuatu  yang buruk sudah lebih dulu menimpanya.

"Lia!" mendengar suara teriakan dari seberang sana membuat Ruth jadi khawatir.

"Lia kamu baik-baik aja kan?" tanyanya penuh harap, namun tak ada balasan dari Lia.

"Lia!" Ruth meneriakkan nama Lia sekali lagi, namun tetap tak mendapat jawaban. Kini ia hanya bisa berdoa, berharap agar temannya baik-baik saja.

***

THE RED TAIL [Revisi]Where stories live. Discover now