Sudut Rasa (On Going)

By chocogrey05

2.5K 2.1K 3.1K

Q : Covernya kok ga sesuai cerita? A : Ceritanya belum selesai sayang, tunggu sampe selesai nanti paham. Yang... More

Info
1. Awal Bertemu
2. Sesak
3. Have fun
4. Teman?
5. Terlambat
6. Tawuran
7. Berkelahi
8. Aku Dan Aku
9. Blue Cafe
10. Intropeksi
12. Menginap
13. Nostalgia
14. Teman baru?
15. Seblak
16. Bolos
17. Rusuh
18. Masalah
19. Hancur
20. Aya, bukan Ara
21. SMA Kartika
22. Nomer asing
23. Pernyataan baru
24. Baikan
25. Calon adik ipar
26. Banyak persamaan
27. Toleransi

11. Skorsing

80 81 87
By chocogrey05

***

"Kembali mengingat luka yang entah siapa yang menggoresnya."

___A___

***

Setelah sedikit perbincangan dengan abangnya, Airin hanya menuruti perintahnya, kini ia ikut sarapan walau hanya suasana dingin yang mencekam di antara ketiganya.

Airin tak mengedarkan pandangannya ke mana pun, ia masih asik dengan sarapannya yang sebenarnya malas sekali untuk ia kunyah, dia kesal, tapi tak mampu mengutarakan.

Alan berdeham cukup keras membuat suasana lebih mencekam. "Ehem! Mau diem-dieman mulu?" ujarnya memandangi kedua adiknya.

Airin hanya diam tak merespon, Galih menelan ludahnya, dia tak mau pagi ini semakin memberi jarak antar ketiganya. "Lagi sarapan bang, ngobrolnya entar."

Airin yang sudah malas dengan semuanya ingin meninggalkan tempat ini, dia mendorong kursinya ke belakang dan berdiri.

Spontan Alan ikut berdiri dan memegang lengan adiknya. "Mau kemana?!" tanyanya sarkas.

Sorotan mata Airin kepada Alan menyiratkan kekecewaan, dia memandang abangnya tanpa berbicara. Airin berusaha melepaskan tautan tangan abangnya. Berusaha menepis namun tetap saja tak terlepas.

"Mau kemana! Abisin makanan kamu!"

Galih semakin dibuat bingung. "Udah bang!" peringatnya.

"Lo jangan belain Airin terus! Airin bisa semakin menjadi!" terang Alan membuat nafas Airin memburu.

Dia menyentak tangan Alan keras. Tautan tangan itu terlepas. "Shut up your fucking mouth!" serunya dengan menekankan setiap katanya.

"Kamu tambah besar tambah bejat Airin! Bukannya nambah dewasa tapi kamu semakin menjadi kekanak kanakan!" bentak Alan.

Nafas Airin semakin memburu, matanya memanas mendengar penuturan abangnya, abang yang dia anggap pahlawannya berbicara seenaknya kepada dirinya. "I'm not as good as anyone else, but that doesn't mean I'm bad!"

"Udah bang, gak usah bentak-bentak adek!" lerai Galih yang kini ikut berdiri.

Alan tak menggubris ucapan Galih, dia kembali menahan tangan Airin. "Bisa ngertiin abang?!"

"Apa bisa kalian ngertiin gue? Gak 'kan?! Kalian mentingin yang lainnya, apa pernah kalian nanyain Airin udah makan apa belom? Pulang sekolah Airin pergi kemana aja kalian gak tau! Pulang ke rumah gak ada orang, pengin makan kadang gak ada yang bisa dimakan! Pernah kalian mikir?! Kenapa mama sama papa pergi?! Kenapa gak gue aja yang pergi waktu itu! Gue capek, gue gak mau ada di dunia ini lagi! Gue capek!" teriaknya dengan nafas menggebu-gebu, rongga paru-parunya serasa terhimpit, dihujami bebatuan yang tak kasat terlihat. Matanya menitikan air.

Pundak Alan serasa jatuh, dia serasa skakmat dengan ucapan adik bungsunya. Dia menatap nanar Airin yang pergi begitu saja dengan langkah lunglainya.

"Airin udah bukan Linlin bang, bukan Linlin yang ceria, cerewet, banyak mau. Sekarang dia berubah jadi Airin yang bisanya cuma mendem sendiri, dia merasa kesepian, Bang! Dia jadi dingin, auranya udah beda bang, lo harus bisa nyeimbangin dia, gue juga nyesel gak ada waktu buat dia."

Galih membuang nafasnya. "Gue pamit berangkat bang," setelah mengucapkan itu, Galih pergi dan tak lupa menepuk pelan punggung Alan.

"Maafin abang, dek," ujarnya kembali duduk dan menelungkupkan tangannya di meja.

Jam menunjukkan 07.02, dia akan pergi ke kampus sekitar jam 08.25.

Terdengar langkah seseorang dari samping, Alan mendongakkan kepalanya, melihat sang adik yang nampak kacau, mata sembab dengan kunciran yang sama sekali tak rapih, kaos oblong sepaha berwarna hijau toska dan celana jeans selututnya, tak lupa menggunakan topi, membawa airpods serta papan skeat yang ia himpit di lengannya.

"Mau kemana?"

Airin berhenti sejenak, memalingkan wajahnya, memandang sang abang dengan wajah tak terbaca, sekilas ia melihat raut wajah abangnya yang nampak kacau, dia mengabaikan pertanyaan abangnya, Airin kembali melangkah cepat.

Terdengar helaan nafas.

Airin terus berjalan melewati gang-gang kecil. Dia meninggalkan handphonenya dan hanya membawa uang 50 ribuan.

Ia mulai menaiki skeatboardnya sesaat menemukan jalan yang lebih baik dari sebelumnya, kini terlihat sebuah empang yang lumayan besar, salah satu hobinya dulu saat bersama Akhis, Airin tersenyum getir mengingatnya.

Ia tak memasuki empang tersebut, Airin hanya termangu melihat empang di depannya.

"Acis apa kabar? Linlin kangen sama Acis, Acis pergi kemana? Linlin mau mancing ikan sama Acis, ntar bunda suruh bakarin kayak waktu dulu Cis, Acis gak kangen sama Linlin?" Beribu pertanyaan masih ingin ia katakan, namun dia tak kuat melanjutkannya, Airin hanya mampu mengucapkannya lirih.

"Teh Airin? Dari mana teh? Udah lama gak kesini, Akhisnya mana teh?" ucap seseorang menyapa Airin, seorang lelaki bernama Dede yang pastinya sangat mengenal Airin.

Airin menoleh. "Kang Dede, apa kabarnya? Airin baik, akang gimana?"

"Baik teh, Akhisnya gak ikut?" tanyanya sembari menolehkan kepalanya seolah mencari keberadaan Akhis.

"Akhisnya gak ikut kang, lagi sibuk," ucapnya miris.

"Ouuh, biasanya lengket banget, tumbenan banget gak bareng, kenapa jarang banget main, teh?"

"Sibuk kang, hehe."

"Sibuk sampe satu tahun gak kesini, sibuk bangun hotel? Haha," ucap Dede meledek. Airin ikut terkekeh mendengar candaan orang di depannya.

Kang Dede berumur 32 tahunan, pemilik empang yang lumayan besar di daerahnya.

"Bisa aja kang, kalo begitu saya pamit kang, mau latihan skeat," pamitnya lalu melangkah pergi meninggalkan empang.

Terlihat beberapa anak skeat yang sedang berlatih. Airin menghampiri anak gadis seusianya, bisa dibilang keduanya memang lumayan dekat, karena gadis ini merupakan anak paling cerewet dan humble.

"Gemini!" teriaknya di samping telinganya.

"Astaghfirullah, berisik Adi!" serunya mengelus dada. "Lo gak sekolah?"

"Skor!" jawab Airin cepat.

"Kok sama, jangan-jangan kita jo ..."

"Mblo!" sambung Airin lalu keduanya tertawa terbahak-bahak. Hanya di tempat ini Airin bisa melepaskan bebannya, terutama saat bersama teman dekatnya, Gemini Sahara Ferdy.

Lahir dibulan juni, dengan zodiak gemini, yang merupakan namanya, sangat lincah, aktif dan cerewet, dan lebih tepatnya tidak jauh beda dengan Airin, sama-sama tomboy. Bedanya Gemini berada pada keluarga yang utuh.

"Lo kenapa di-skorsing, Di?" tanya Gemini yang sekarang duduk di pinggiran bersama Airin.

"Biasa. Gem! Kok lo manggil gue dari dulu Adi? Kek anak cowok tau gak!"

"Kan lo emang titisan cowok selama gue kenal, selama satu tahun gue gabung di sini, dan baru 3 bulan gue deket sama lo, gue perhatiin emang kelakuan lo kayak cowok, jadi gue manggil lo Adi, bagus kan panggilan gue, panggilan khusus! Lagian lo juga kali! Orang lain manggil gue Ara, lo manggil gue Gemini, so ... kita impas!" jawabnya panjang bak rel kereta api.

"Kuping gue budek, Gem! Lo nyrocos kayak burung, gak ada berentinya!" Gemini hanya terkikik geli mendengarkan penuturan Airin.

Tiupan peluit menyadarkan keduanya, sang pembimbing akan memulai latihannya, di jam segini hanya ada beberapa anak, tidak lebih dari 15 anak, berhubung sekarang jamnya sekolah, jadi banyak anak yang tak mengikuti, tapi jika di hari libur ataupun waktu senggang, lapangan ini bisa penuh dengan anak-anak yang mengikuti komunitas ini.

Semuanya berbaris lurus mendengarkan penuturan sang pembimbing, di sini terdapat sekitar 7 pembimbing, namun sekarang hanya ada 2 orang, jangan anggap pembimbingnya tua, melainkan masih berumur 20-an dan merupakan seorang lelaki, ada yang perempuan, namun hanya 2.

"Assalamu'alaikum warahmatullahiwabarakatuh, selamat siang semuanya!"

"Wa'alaikumsallam warahmatullahiwabarakatuh, siang, Kak!" jawabnya serentak.

"Pertemuan kali ini kak Bima akan memberikan waktu untuk kalian berlatih sendiri, mantapkan skill kalian. Kalian merupakan beberapa anak yang termasuk pandai dalam bermain skeat, terutama Bagas, Airin, Ara, Faraz, dan Anan, kalian bisa ajarkan kepada yang lainnya. Saya dan Ka Reza akan pergi sejenak untuk mengisi formulir perlombaan yang sebentar lagi akan diadakan, siapapun nanti anaknya, kalian harus siap, mengerti!" ujar Kak Bima.

"Siap kak!"

Setelah kepergian keduanya, mereka mulai melakukan aksinya, bermain dengan lihai dan santai, ada beberapa anak yang sharing-sharing skil, ada pula yang berlomba-lomba memainkan skilnya, solidaritas di sini termasuk erat, membuat siapapun yang di sini akan betah.

🔥🔥🔥

Derap langkah kaki terdengar misterius, di lorong yang lumayan sepi membuat suasana sedikit mencekam. Gesa dan Deden sedang berniat membolos tanpa mengajak ketiga temannya.

Sampailah keduanya ditaman belakang sekolah. "Sa, kita bolos ke mana?"

"Kemana aja skuy lah!"

"Liat orang main skeat kuy!" Ajak Deden.

"Dimana?"

"Ntar gue kasih tau, bentar gue telpon sepupu gue," Ujar Deden mengambil handphone dari sakunya.

"Buat apa nanya sepupu lo, lagian lo punya sepupu emangnya?" heran Gesa.

"Diem lo!" sentak Deden.

"Halo! Ra, lo kemarin di skors 'kan? Gue denger dari tante, sekarang lo dimana?"

"..."

"Jangan bacot deh, lo lagi main skeat kan?" elak Deden yang merasa dibohongi.

"..."

"Buruan, sharelock ya, Dakjal!" cercanya dan ia langsung mematikan teleponnya.

"Lo telpon siapa sih, Den? Ra? Raja? Bara? Raga? Tora? Bika?" tebaknya ngawur.

"Stres lo! Tora bika gak usah dibawa-bawa kali! Lagian lo nyebutin anak cowok semua, sepupu gue cewek kali!"

Mulut Gesa terbuka sepenuhnya. "Kok lo bilang dia di-skors, dia anak cewek 'kan?"

"Dia itu luar biasa, bisa dibilang badgirl, masa lo gak tau sih! Dia Ara, anak ips yang gobloknya sebelas dua belas sama gue. Dia beda banget sama kembarannya yang pinternya kebangetan."

"Kayak pernah denger gue! Dia anak Kartika?"

Deden memutarkan bola matanya malas. "Bacot lo! Udah ayok buruan."

Keduanya melompati gerbang dengan sempurna, mengambil motornya dan melenggang pergi. Sudah dipastikan ketiga temannya nanti akan berlomba-lomba mencari keduanya.

Lama keduanya membelah jalanan yang tak terlalu padat, keduanya sampai di lapangan tempat bermain skeatboard, terlihat orang-orang yang sangat lincah memainkan skeatnya, Gesa dan Deden tak henti-hentinya kagum melihat pemandangan langka didepannya.

"Gila-gila! Kok gue baru tau ada kek ginian disini!" Ucapnya takjub.

"Cupu lo! Yok ke sana," ajak Deden yang diikuti Gesa.

"Ara!" teriak Deden sesampainya.

Kedua gadis yang sedang duduk santai terkejut dengan teriakannya.

"Apaan si! Lo ngapain nyamperin? Lo bolos? Omongin mami baru tau rasa lo!" sentaknya.

"Dia siapa, Gem?"

"Oh ya Di, Dia Denish anak pungutnya tante gue!" ujar Gemini sesantai mungkin. Airin hanya mengangguk pelan, sifat dinginnya kembali.

"Dakjal lo!"

"Lo sama siapa kesini?"

"Sardeen! Tungguin gue kali! Ngacir mulu lo!" Teriakan Gesa membuat semuanya teralihkan, Gesa yang ditatap hanya menyengir kuda.

"Makanya itu mata gak usah liat sana-sini, Bege!"

"Mana sepupu lo?" tanya Gesa yang belum sadar melihat dua orang di belakangnya.

"Itu di belakang lo!" Spontan Gesa menengokkan kepalanya.

"Lo!" teriak Gesa saat melihat Airin. Airin memutarkan bola matanya malas.

"Lo kenal dia, Di?" Tanya Gemini.

"Gak!"

Spontan Gesa merasa ditusuk beribu paku, dia memegang dadanya alay.

"Alay kampret!" Deden memukul belakang kepala Gesa keras.

"Dia calon bini gue Den, masa gak ngenalin gue, sakit hati gue!"

Airin memelototkan matanya. "Sinting!"





1 kata buat Gesa dong🤪

Typo? Tandain
Jangan lupa vote+komen, terima kasih.

Continue Reading

You'll Also Like

445K 28.7K 53
JANGAN DISIMPAN, BACA AJA LANGSUNG. KARENA TAKUT NGILANG🤭 Transmigrasi ke buku ber-genre Thriller-harem. Lantas bagaimana cara Alin menghadapi kegi...
ARSYAD DAYYAN By aLa

Teen Fiction

2.2M 116K 59
"Walaupun وَاَخْبَرُوا بِاسْنَيْنِ اَوْبِاَكْثَرَ عَنْ وَاحِدِ Ulama' nahwu mempperbolehkan mubtada' satu mempunyai dua khobar bahkan lebih, Tapi aku...
343K 25K 24
Aneta Almeera. Seorang penulis novel legendaris yang harus kehilangan nyawanya karena tertembak oleh polisi yang salah sasaran. Bagaimana jika jiwany...
867K 74.7K 46
Setelah kematian ibunya Rayanza yang tadinya remaja manja dan polos. Berubah menjadi sosok remaja mandiri yang mampu membiayayi setiap kebutuhan hidu...