Secangkir Kehangatan (END)

By sykalila

2.3K 339 216

END R 15+ 《PART LENGKAP》 ▪︎Genre spritual ▪︎ Cool boy series #1 ~ Cintamu ada untuk didapatkan dan juga dilep... More

Prolog
Freinz Albert Orlandz
Weinza Oktyra Ayodhya Rein
1. Kesal
2. Desir
3. Jumpa
4. Amarah
5. Acuh
6. Rindu
7. Hangat
8. Akrab
9. Jalan
10. Perbedaan
11. Gemeletuk
12. Cinta Sejati
13. Bayangan
14. Degup Jantung
15. Gugup
16. Senyuman Tipis
17. Malam Indah
18. Perjodohan?
19. Terkejut
20. Fitnah
21. Cantik
22. Surprise
23. Jemput
24. Camer?
25. Morning
26. Murka
27. Permintaan
28. Terakhir kali
29. Liontin
30. Menggila
32. Kehilangan
33. Undangan (END)
SWI AGENCY

31. Anna Ubibbuka Fillah

49 5 0
By sykalila

Enza terkejut tatkala ia didatangi oleh seorang lelaki tampan berperawakan tinggi, bermata biru—khas orang Benua Eropa. Ia pun mengerutkan kening heran. Siapakah dia? Apa yang mau ia lakukan di sini? Jangan bilang, kalau dia ingin merampok rumahnya.

"Selamat sore, Nona. Bolehkah saya berbicara empat mata dengan Nona?" pinta lelaki tersebut sopan.

Enza terdiam. Menimbang-nimbang keputusannya terlebih dahulu. Sebelum akhirnya ia mengangguk dan menutup pintu. Berjalan menuju sebuah meja dengan 4 kursi di teras rumah. Tempat yang biasa digunakan Hasan 'tuk menemui teman seprofesinya atau sekadar membicarakan bisnis.

"Perkenalkan, nama saya Lion. Detektif kepercayaan keluarga Orlandz."

Deg

Enza membulatkan matanya. Mendengar nama marga yang tak asing di pendengarannya.

"Saya di sini diperintahkan oleh Tuan muda untuk menyampaikan pesannya. Agar Nona bertemu dengan Tuan—"

"Tuan muda? Freinz Albert Orlandz?" tanya Enza memastikan. Lion tersenyum dan mengangguk.

"Benar, Tuan muda Freinz. Dia meminta saya—"

"Tidak! Saya tidak mau. Lebih baik, anda cepat pergi dari sini. Saya ada urusan."

"Tapi, Nona. Bisakah Nona ...."

"Sudah dibilang saya tidak mau! Percuma A'a membujuk saya. Saya tidak akan mau bertemu dengan tuan A'a. Oh ya, katakan kepada tuan mudamu, agar tidak mengharapkan saya. Sampai kapan pun, saya tidak mau bertemu dengannya." Enza beranjak dari kursi. Hendak melenggang masuk ke dalam rumah.

Bruk

Enza terkejut. Buru-buru, ia membalikkan badannya dan melihat Lion tengah bersujud dengan pandangan memohon. Bahkan, ia rela mempertaruhkan harga dirinya dan bersujud pada Enza. Enza pun panik dan bergegas menyuruh Lion berdiri.

"A', bangun! Jangan bersujud di sini," pinta Enza dengan nada panik. Lion menggelengkan kepala dan tetap kukuh di posisinya. Menolak permintaan Enza.

"Saya mohon, Nona. Tolong bertemu dengan Tuan. Atau saya akan kehilangan pekerjaan saya dan jadi pengangguran. Saya masih memiliki seorang ibu untuk dirawat. Ibu saya menderita leukumia," pinta Lion sembari bersujud. Enza pun menatap Lion sendu. Menghela napas dalam dan menganggukkan kepala mantap.

"Baiklah, saya akan bertemu dengan Tuanmu. Sekarang, anda bisa berdiri!" Lion bergegas bangkit. Ia pun tersenyum senang dan hendak memeluk Enza. Namun, Enza telah lebih dulu mundur dan mengulurkan tangan. Menahan agar lelaki tersebut tidak mendekatinya. Lion pun menatap Enza sekilas. Sebelum akhirnya mengangguk paham dan menunduk.

"Maafkan, saya. Saya tidak tahu."

"Tidak papa, oh ya, lain kali, A'a jangan bersujud lagi seperti itu. Atau Allah akan memarahimu."

"Kenapa begitu?"

"Karena, di dalam hadits riwayat Tirmidzi, Nabi pernah bersabda: 'Tidak boleh bagi seorangpun untuk sujud kepada seorang makhluk pun. Seandainya boleh seorang sujud kepada yang lain, niscaya saya akan perintahkan seorang istri untuk sujud kepada suaminya karena Allah telah mengagungkan hak suami atas istrinya'." Lion merekahkan senyum.

"Baik, Nona. Saya janji tidak akan melakukannya lagi dan akan terus setia pada keluarga Orlandz dan juga Nona sampai titik penghabisan saya."

"Hah? Saya?" Enza menunjuk dirinya bingung, yang dibalas anggukan kepala oleh Lion.

"Iya, saya yakin Tuan begitu jatuh hati sama Nona dan tidak akan melepaskan Nona sampai kapanpun. Bahkan sudah tiga bulan lamanya ia tidak makan. Dan beberapa kali juga ia masuk ke rumah sakit dan dirawat di sana. Tuan juga selalu meracau nama Nona ketika koma di rumah sakit. Selain itu, diam-diam, Tuan juga mencari Nona. Sampai setiap hari, Tuan rela membuang waktunya hanya karena datang ke rumah Nona dan menunggu Nona kembali. Oh ya, satu lagi. Tuan kecil Thel—"

"Ada apa dengan Thel?" panik Enza spontan. Lion menundukkan kepala.

"Beberapa hari lalu Tuan kecil baru saja keluar dari rumah sakit setelah setengah bulan dirawat di rumah sakit dan koma selama lima hari. Hal itu disebabkan karena Tuan kecil yang selalu menolak makan. Dia juga selalu menangis hebat sembari menyebut-nyebut nama Nona. Ingin bertemu Nona dan memeluk.

Akan tetapi, Tuan tidak bisa melakukan apa pun karena Tuan tidak tahu keberadaan Nona. Sampai akhirnya, Tuan memutuskan untuk mengajaknya pergi dari Kota Bandung ke Negara Jerman. Berharap Tuan kecil bisa melupakan Nona untuk sementara waktu. Dan setelah sekian lama menetap di sana, Tuan pun kembali dan tiba di tanah air kemarin. Dengan kondisi Tuan kecil yang tidak terlalu baik," cicit Lion di akhir kalimatnya.

Enza terhenyak. Lidahnya terasa pilu setelah mendengar semua penjelasan Lion. Lion pun pamit undur diri dan pergi dari hadapan Enza. Enza terduduk lemas dengan pikiran yang berkecamuk dan pandangan kosong. Merasa tidak percaya sekaligus terkejut akan apa yang didengar olehnya.

Ada rasa sakit yang mendera di dalam hatinya setelah mendengar kedua sosok tersayangnya menderita karena kepergiannya. Merasa sesak sekaligus sedih. Sesekali ia merutuki dirinya yang sudah membuat keduanya menjadi kacau.

"Maafkan aku, Freinz. Maafkan aku, Thel. Sungguh, aku tidak bermaksud untuk meninggalkan kalian. Maafkan gadis bodoh ini. Maafkan!" racau Enza sembari terisak. Tiba-tiba saja Enza kembali tersadar dan mengangkat kepalanya. Merasakan sesuatu yang hangat di relung hatinya.

"Jadi, kamu benar-benar tulus mencintaiku, Freinz?" Perlahan namun pasti, ulasan senyum terukir dari paras rupawan Enza dan ia pun bergegas menutup pagar dan masuk ke dalam rumah.

☕☕☕

Freinz masuk ke dalam kafe, mengedarkan pandangannya. Menelisik setiap inci kafe mencari keberadaan sosok gadis yang sudah membuat dirinya uring-uringan selama berbulan-bulan. Dan kini, ia justru menampakkan dirinya bersama seorang pria yang ia duga adalah sang suami.

Freinz pun memutuskan untuk duduk di sebuah bangku dengan kapasitas meja bermuatan dua orang. Menunggu kedatangan sang gadis yang diketahui akan menemui dirinya setelah Lion—bawahannya datang ke kediamannya dan memintanya bertemu dengan Freinz hari ini. Sesuai dengan permintannya kemarin.

"Maaf, aku terlambat." Freinz terpaku. Menatap sosok di depannya lama. Benarkah dia Enza? Sosok yang selama ini ia rindukan?

Freinz memandangi gadis di hadapannya dari atas sampai bawah. Tidak ada surai hitam yang tergerai, tidak ada lagi celana ataupun baju pendek. Semua itu kini tergantikan oleh kain penutup alias jilbab dan juga gamis panjang hingga mata kaki. Dan juga, kaus kaki di kedua kakinya. Buru-buru Freinz menggelengkan kepalanya dan mempersilakan ia duduk.

"Tak apa, duduklah," pinta Freinz sembari mempersilakan sang gadis.

"Ada apa? Maaf aku tidak bisa berlama-lama berduaan denganmu," ucap seorang wanita itu setelah mendudukkan dirinya di depan Freinz. Freinz pun mengerutkan kening, tanda tidak menyukai opininya.

"Kenapa, Enza?" tanya Freinz dengan air muka datar. 

Kini, nada bicaranya sudah berubah menjadi dingin. Berubah 180° dari yang sebelumnya. Gadis yang tak lain adalah Enza itu pun menghela napas berat. Seandainya, waktu bisa diubah. Ia ingin sekali terus menghabiskan waktu bersama Freinz lebih lama dan melupakan dirinya sekarang. Akan tetapi, Allah tampak tak merestui hubungan mereka dan mengutus sang abi untuk menyadarkannya dan membawanya menuju pondok.

Dalam hati, Enza merasa bersyukur karena telah diberi hidayah oleh Allah melalui perantara sang abi. Akan tetapi, ia juga merasa bersedih karena kebahagiaan hidupnya harus berakhir setelah perpisahan sepihak mereka. Ya, perpisahan yang sengaja Enza buat pada hari dimana ia dan Freinz menghabiskan waktu seharian penuh mengelilingi Kota Bandung. Sungguh akhir kisah yang tak terduga. Merasa tak sanggup bertemu dengan Freinz, Enza pun bangkit berdiri. Mengambil tas selempangan dan bersiap pergi.

"Maafkan aku, karena memang kita tidak bisa bertemu dengan lama. Mengingat kita yang bukan mahram. Sehingga, aku harus menjaga jarak denganmu. Sekali lagi maaf, aku harus pergi." Cepat-cepat, Enza pergi dari sana. Akan tetapi, suara Freinz menginterupsi langkahnya membuat ia berhenti di tempat.

"Tunggu!" titah Freinz yang duduk tidak jauh dari posisi Enza. Bahkan, jarak mereka bisa dihitung hanya dengan sebuah kursi saja.

Enza terdiam dan tak berniat untuk berbalik. Dengan langkah cepat, Freinz berjalan ke hadapan Freinz sembari memasang wajah sendu. Tidak mengerti lagi akan pikiran Enza yang kini sudah tidak mempedulikan dirinya lagi. Begitu menyakitkan dan menyedihkan.

Akan tetapi, Freinz berusaha untuk menepis itu dan menguatkan hatinya. Mengambil sebuah kotak beludru. Dan ....

Bruk

Enza terhenyak. Apalagi ini? Kenapa semua orang seperti menjebaknya dan memaksanya? Seperti yang dilakukan Lion sebelumnya dan beberapa orang yang memang sangat berhubungan erat dengan keluarga Orlandz. Seakan-akan, Allah sedang memberinya petanda kalau ia akan selalu terikat oleh keluarga tersebut sampai kapan pun. Tidak dibiarkan bebas barang sedetik pun.

Rasanya, Enza ingin pindah saja dari bumi ini dan pergi menuju planet lain. Tapi, bagaimana dengan Thel—anak kesayangannya? Bagaimana kalau dia kembali sakit dan dirawat di rumah sakit? Cepat-cepat Enza menggelengkan kepalanya. Mengenyahkan idenya untuk pergi meninggalkan Bumi dan pindah ke planet lain.

"Aku di sini bermaksud untuk melamarmu wahai bidadariku. Apakah kamu bersedia menjadi istriku dan menghabiskan sisa hidupmu bersamaku?" ucap Freinz sembari berlutut di lantai kafe.

Enza semakin terkejut dengan tangan yang menutupi mulutnya. Bahkan genangan air mulai menggumpal di sekitar area matanya, yang siap menjatuhkan tetesan air berharga.

"Will you marry me?" lanjut Freinz dengan posisi yang masih sama.

Seandainya Freinz tahu, kalau ia masih mencintai lelaki itu. Hanya saja, ia kembali teringat akan keputusan sang abi yang melarang keras hubungan mereka dan berharap Enza bisa bersama dengan lelaki pilihan Hasan. Membuat hatinya sesak dengan goresan dalam yang disebabkan oleh belati tajam. Menggores dalam relung hatinya hingga terasa sesak dan sangat sakit.

Cepat-cepat Enza tersadar dan lantas menggelengkan kepalanya menolak ajakan Freinz. Freinz bangkit berdiri dengan amarah yang mengebu-ngebu. Kenapa Enza menolaknya? Oh, atau jangan-jangan pria yang ada di rumahnya memang suaminya.

"Tolong, katakan kenapa kamu menolakku? Apakah aku kurang tampan di matamu? Ataukah aku kurang kaya untukmu? Tolong, katakanlah alasannya. Dan katakan juga siapa pria yang bersamamu kemarin! Katakan Enza! Katakan!" ucap Freinz kalut.

Membuat Enza terisak mendengar nada kekecawaan dari Freinz dan ikut merasakan sedih seperti yang dirasakan olehnya. Dengan sabar, Enza mulai menjawab pertanyaan Freinz dengan pandangan yang teralihkan. Berusaha tegar walaupun hatinya sedang meringis sakit.

"Tidak, kau tidak kekurangan apa pun Freinz. Kamu sempurna. Kau ... Kaya, tampan, dan pintar."

"Lalu, kenapa kau menolakku, ayolah jawab pertanyaanku," lirih Freinz meminta penjelasan. Tidak puas akan jawaban Enza.

"Tapi maaf, kamu masih kurang di satu bidang."

"Apa?" tanyanya tidak sabar.

"Keimanan dan ketakwaanmu kepada Allah Subhanahu Wa ta'ala. Oh ya, soal lelaki itu, kamu tidak perlu tahu siapa dia. Karena kamu tidak berhak untuk itu."

Deg

Bak disambar petir. Freinz mematung di tempat. Ia tak sanggup lagi berkata-kata dan hanya bisa membisu. Berusaha mencerna maksud dari ucapan Enza yang terasa seperi goresan pisau.

"Aku permisi dulu," pamit Enza. Ia pun mulai melangkahkan kakinya menjauhi Freinz. Tak sanggup membendung air matanya lebih lama lagi. Namun, lagi-lagi langkahnya terhenti tatkala sebuah suara menginterupsi langkahnya.

"Jika aku mempunyai hal itu, apakah kamu mau menerimaku?"

Isakan Enza kini berhenti. Ia tampak terdiam sembari memikirkan kemungkinan apa yang akan diterima Freinz nanti. Kalau memang ia akan berubah dan menjadi sosok yang lebih baik, tentu Enza akan menerimanya karena ia sudah berkorban untuk itu.

Ya, Enza akan menerimanya. Sekalipun Hasan akan menolaknya, ia tidak akan peduli dan mengajak Freinz untuk terus memperjuangkannya. Bersiap untuk pergi ketika saat itu tiba nanti. Dengan helaan napas yang mulai teratur. Dan keyakinan yang mantap, Enza menganggukkan kepala tanpa membalikkan badan.

"Ya, aku akan menerimamu. Setelah Abi merestui kita. Karena tanpa Abi, aku tidak bisa melakukan apa pun. Oh ya, sejak pertama kali aku melihatmu, aku sudah menyukaimu, Freinz. Jadi, jangan ragu untuk bersamaku. Aku pasti akan menerimamu apapun terjadi," jawab Enza mantap sembari  melangkahkan kakinya menjauh. Namun, tiba-tiba saja ia memberhentikan langkahnya, teringat akan sesuatu.

"Tapi ingat! Kamu harus mencintai Allah terlebih dahulu sebelum akhirnya mencintaiku dan melamarku pada Abi, Freinz. Karena aku takut kita tidak akan bersama selamanya. Walaupun aku bisa mengajakmu pergi, tapi tetap saja ridho Allah berada pada ridho orang tua.

Jadi, aku harap kamu bisa mengerti itu dan segera menemui abiku, Freinz. Karena, mungkin saja Abi sudah menyiapkan seorang lelaki idaman yang dipersiapkan untuk menyuntingku nanti. Layaknya Kak Quinza dan lelaki yang kamu temui kemarin. Ana uhibbuka fillah ya zaujal mastaqbal." (Aku mencintaimu karena Allah wahai calon suamiku). Enza membalikkan badannya sebentar. Memberikan seulas senyum dan bergegas pergi dari kafe. Meninggalkan Freinz dengan keterdiamannya.

☕☕☕

Continue Reading

You'll Also Like

7.1M 297K 60
On Going Argala yang di jebak oleh musuhnya. Di sebuah bar ia di datangi oleh seorang pelayan yang membawakan sebuah minuman, di keadaan yang tak s...
1.6M 132K 61
"Jangan lupa Yunifer, saat ini di dalam perutmu sedang ada anakku, kau tak bisa lari ke mana-mana," ujar Alaric dengan ekspresi datarnya. * * * Pang...
3.5M 180K 27
Sagara Leonathan pemain basket yang ditakuti seantero sekolah. Cowok yang memiliki tatapan tajam juga tak berperasaan. Sagara selalu menganggu bahkan...
44.6K 4.4K 15
[COMPLETED] ✨ Gimana perasaan kalian kalau tiba-tiba disuruh tinggal di apartemen? "MINGGIRRRRR.... GUE MAU KE KAMAR MANDI!!" "KOK GAK ADA MAKANAN...