Perfect Housemates

By chrisicha

91.2K 29.6K 5K

Rumah itu bukan rumah biasa. Tersimpan banyak kisah dari para penghuninya. Disclaimer : semuanya hanya fiksi... More

Para Penghuni
01. Sebuah Pagi
02. Shalimar The Hidden Gem
03. Ada Yang Patah
04. Marino, Si Otak Encer
05. Drama Tikus Kucing
06. Demo
07. Meregang Nyawa
08. Gelut
09. The Siblings
10. Trio September
11. Teman Lama dan Cinta Pertama
12. Tom and Jerry
13. Katanya Jodoh
14. Felix The Sunshine
15. Netfilm
16. Sultan Calvin Buditama
17. Panas
18. Bunga Mekar
19. Seminar
20. Aji vs Bocah
21. Isi Hati
22. Nasehat Rino
23. OT12 Ke Surabaya!
24. Bayu 20 Tahun
25. Bunga-Bunga Bermekaran
26. Bunga-Bunga Bermekaran (2)
27. Nasib Buruk Shasha
28. Felix Meresahkan
29. Mantan
30. Terima Kasih Esa
31. Sepaket Senang dan Sedih
32. Prahara Hubungan Haris
33. Senyuman Esa
34. Gelut Episode 2
35. Parkiran
36. Pikiran Yang Sama
37. Kondangan
38. Pilih Siapa?
39. Di Balik Senyum
40. Perghibahan Pagi Hari
41. Misi Perdamaian
43. Gigs
44. Bingung
45. Pada Hari Minggu
46. Pembekalan
47. Sebuah Cerita
48. Dapur
49. Tidak Ada Judul
50. Pengintaian
51. Tujuan Yang Tercapai
52. Sebuah Fakta Mencengangkan
53. Pilox Merah
54. Dua Tahunan!
55. Malam
56. Tertampar Kenyataan
57. Waktunya Merelakan
58. Tidak Ada Judul (2)
59. Nongkrong
60. Aryan Si Sad Boy
61. Dramarama
62. Dramarama (2)
63. Kepo
64. Modus
65. Waktunya Pulang!!
66. Isi Kotak
67. Penjelasan Bunda
68. Menyelesaikan
69. Tebing Keraton
70. Kelewatan
71. Keberangkatan
72. Memastikan
73. Ada Kesempatan?
74. Kembali
75. Menyelesaikan
76. Setelah Semua Terjadi
77. Bersih-Bersih
78. Selesai
Epilog
BC 1 : Atap dan Bahu
BC 2 : Goyahnya Pertemanan
BC 3 : Rino Shasha's Next Level

42. Perasaan Yang Tulus

931 284 82
By chrisicha

Aji memukul Prima dengan handuk basah ketika melihat cewek itu leyeh-leyeh di sofa ruang tengah sambil main ponsel. Prima hanya melakukan itu sedari pagi karena tidak memiliki jadwal kuliah sama sekali. Cewek itu hanya meliriknya sekilas kemudian kembali fokus pada ponselnya.

Sekali lagi Aji memukulnya menggunakan handuk sampai ponsel cewek itu jatuh ke dada.

"Apa sih, Ji?" Prima menggerutu malas menendang pelan perut pemuda itu.

"Ikut belanja bulanan yuk! Bertiga sama gue sama Mbak Nina, biar cepet gitu belanjanya," ajak pemuda itu mengangkat kaki Prima kemudian duduk di sana. Memijat kaki cewek itu sebagai tanda rayuan.

Aji tahu kalau Prima paling suka kakinya dipijat. Dan ini adalah cara paling ampuh jika menginginkan sesuatu dari perempuan itu.

"Ajak yang lain aja, gue capek banget Ji sumpah."

"Capek apaan sih? Lo kan seharian libur nggak ngapa-ngapain."

"Nggak ngapa-ngapain apanya. Gue tempeleng juga lo," balas Prima galak dengan tatapan yang tajam. "Gue bersih-bersih rumah. Ngebersihin gudang juga."

"Nggak ada siapa-siapa selain elo, Pim. Yaa sebenernya gue bisa sih berdua sama Mbak Nina tapi kan ini kebutuhannya bukan buat prib-"

"Nggak mau," tolak Prima tanpa menunggu cowok itu menyelesaikan kalimatnya.

"Elaaah, ayolah! Lo nggak pernah ikut belanja bulanan kan, ayo ikut biar pernah!"

Aji menarik paksa lengan Prima sampai cewek itu berdiri kemudian mendorongnya pelan sampai di depan tangga.

"Buruan mandi!"

"Ji-"

"Jalan sendiri apa gue gendong?" potong Aji seketika dengan tampang songong.

Prima merentangkan tangannya. "Gendong biar romantis," jawabnya manja.

"Hm biar romantis." Aji mengangguk seakan dia mau menuruti keinginan aneh Prima.

Ya, dia benar-benar menggendong Prima.

Bukan piggy back atau bridal style tapi Aji mengangkatnya bagai karung beras. Prima jadi teriak protes ingin diturunkan, sayangnya Aji tetap meneruskan langkah dan membawa cewek itu sampai masuk ke dalam kamar.

"Mandi lima belas menit, siap-siap sepuluh menit, jadi lo harus udah ada di bawah paling lambat tiga puluh menit lagi."

Prima mendelik galak ke cowok itu. "Lo pikir lo siapa ngatur-ngatur gue?"

"Bye!!" Aji mengibaskan tangan seolah sedang menyibak rambut ke belakang.

Kesal. Prima menendang pantat Aji ketika pemuda itu membelakanginya untuk jalan keluar. Aji kontan mengumpat tepat saat gadis itu menjulurkan lidah mengejek.

Sejak adegan gendong-gendongan sampai tendang-tendangan tersebut diperhatikan oleh Esa yang baru pulang kuliah. Terlihat senyum kecut muncul di bibirnya.

Sabar, mungkin belum waktunya.

**

Lengan Prima ditarik paksa memasuki supermarket besar yang tak jauh dari rumah.

Sebetulnya Prima sudah berusaha keras menolak, bahkan cewek itu sengaja mengulur waktu dengan malas-malasan setelah mandi agar mereka berangkat tanpa menunggunya. Namun dugaannya salah besar karena Aji tetap menjemputnya ke kamar dan dengan kurang ajar menarik kakinya sampai tubuhnya jatuh ke lantai.

Kadang Prima heran kenapa bisa betah padahal kelakuan penghuninya mirip setan semua ngeselinnya.

"Ada dua daftar, sabun-sabunan sama bahan-bahan dapur," kata Nina menunjukkan dua daftar yang sudah dibuat dari rumah.

"Gue makanan, siapa sama gue?" Aji merebut kertas yang ada di tangan Nina kemudian mengangkatnya.

"Lo sama gue aja," jawab Nina merebut kembali kertasnya. "Prima sama Esa nggak pa-pa kan kalau belanja sabun?"

"Belanja apa aja nggak masalah," ujar Esa meletakkan tangannya di pundak Prima dengan santainya.

"Oke kalau gitu," kata Prima mengangguk.

Keempat manusia itu berpisah menuju ke tempat tujuannya masing-masing. Esa mengambil trolley kemudian berjalan di belakang Prima yang sibuk membaca catatan belanja di tangannya.

Langkah Prima terhenti saat melihat Aji dan Nina melintas keluar dari salah satu lorong. Bukannya kenapa-napa, tapi Nina masuk ke dalam trolley lalu Aji mendorongnya sambil lari-larian.

"Mau?" suara Esa membuat Prima menoleh ke belakang. "Sini naik, ntar kita balapan sama mereka."

"Kagak!" tolak Prima kontan.

"Soalnya lo mupeng banget."

"Mupeng apaan! Udah ayo cepetan biar cepet pulang."

"Iya iya."

Prima berjalan menuju ke rak sabun diikuti Esa di belakangnya yang sedang melihat-lihat ke sekitar.

Prima sibuk memerhatikan sabun cuci baju dan pelembutnya, sampai-sampai tidak sadar Esa sudah berada tepat di sampingnya dengan pandangan penuh arti. Memanjakan matanya dengan memandangi pahatan Tuhan yang menurutnya sempurna. Cantik apa adanya.

Tangan Prima meraih dua sabun cuci baju refill serta pelembutnya kemudian berbalik. Gadis itu langsung tercekat mendapati jaraknya dan Esa sangat dekat.

"Minggir," kata Prima mendorong pemuda itu menyingkir dari hadapannya.

"Galak amat sih," gumam Esa menghela napas. "Nyesel gue ngomong sama lo waktu itu. Sikap lo jadi berubah kayak gini ke gue," lanjutnya merasa protes.

Prima terdiam beberapa saat memegangi pinggiran trolley. "Lo ngerasa gue berubah sama lo?"

Esa mengangguk membenarkan.

"Yaudah maaf," ucap Prima.

Prima sadar diri kalau sikapnya berubah ke Esa setelah pernyataan mendadak malam itu. Itu semua karena Prima merasa canggung berhadapan dengan cowok itu. Ia merasa tidak menyangka sekaligus merasa bersalah setelah mendengarnya. Karena Prima tidak bisa membalas perasaan cowok itu.

Selama belanja bersama, Prima mencoba mengembalikan hubungan mereka berdua seperti sebelumnya walau masih terkesan kaku.

Setelah semua barang di daftar sudah masuk ke trolley, mereka bergegas mencari Aji dan Nina ke bagian rak makanan. Dua anak manusia itu ketemu di depan freezer es krim.

Aji sedang merengek pada Nina meminta beli es krim menggunakan uang kas. Namun sepertinya Nina tidak mengizinkan hingga bocah itu terus merayu. Karena kesal, Nina langsung mengapit Aji dengan lengannya lalu menjitaku kepala cowok itu. Nina sudah turun dari trolley ngomong-ngomong.

Esa membalikkan badan Prima tiba-tiba. "Jangan dilihat kalau cuma nambahin sakit hati."

Prima mengerjapkan matanya dengan ekspresi polos dan bingung yang bercampur menjadi satu.

"Tampang lo itu ketara banget tau nggak," kata Esa mengusap puncak kepala gadis di depannya sambil tersenyum.

Gimana ya, Esa merasa sakit hati karena tahu perasaannya sudah pasti tidak terbalas. Tapi dia tidak rela melihat perempuan kesayangannya sakit hati karena orang lain.

"Udah yuk." Esa membalikkan tubuh Prima setelah yakin keadaan sudah aman.

Prima menahan bagian belakang jaket yang dikenakan Esa. "Gue pengin ngomong sama lo."

Esa menoleh dengan senyum tenang. "Pulang dari sini ya," jawabnya dengan begitu lembut.

Seketika Prima merasa bodoh.

Bagaimana bisa dia mengabaikan lelaki sebaik dan selembut Esa untuk seseorang yang tidak pernah sadar akan perasaannya?

**

"Lo berdua duluan deh," kata Esa setelah membantu memasukkan belanjaan ke bagasi mobil.

"Kenapa?" tanya Nina yang sudah membuka pintu penumpang depan.

"Gue sama Prima ada urusan dulu di sekitar sini," kata Esa menggerakkan dagu pada Prima yang didukung dengan anggukan dari cewek itu. "Nanti kita berdua balik naik angkot atau naik taksi. Gampanglah."

"Yaa udah kalau gitu." Aji menutup pintu bagasi lumayan keras. "Hati-hati, jangan pulang malem-malem lo."

"Sip." Esa mengacungkan jempolnya.

Esa dan Prima tetap berdriri di sana sampai mobil yang dikendarai oleh dua teman kosnya itu pergi meninggalkan halaman parkir. Setelah itu mereka berdua jalan kaki keluar dari sana.

Langit Jakarta sedang mendung dan udara dinginnya sangat mendukung untuk dua anak manusia itu pulang jalan kaki. Namun sebelumnya mereka mampir ke masjid sekitar sana untuk menjalankan sholat Maghrib terlebih dahulu.

Usai sholat, mereka berdua lanjut jalan ke rumah. Kebetulan jarak antara supermarket ke rumah tidak jauh sehingga mereka masih sanggup menempuhnya dengan jalan kaki.

"Dari kapan lo tau gue suka sama Pamungkas?" tanya Prima memecahkan keheningan.

"Sejak kita pergi bareng-bareng ke Ancol sebelum Aryan masuk ke kos," jawab Esa melepaskan jaketnya lalu diberikan pada perempuan di sampingnya.

"Thanks," ucap Prima tanpa penolakan bergegas memakai jaket tersebut. "Berarti udah lama banget dong lo taunya."

Esa mengangguk mengiyakan. "Mungkin lo naksirnya lebih lama dari itu."

Prima memilih tidak menjawab. Apa yang dikatakan oleh Esa memang benar. Sudah cukup lama Prima menyukai Aji. Lebih tepatnya saat mereka berdua mengikuti pelatihan sebelum masuk ke organisasi BEM universitas.

Kegiatan semacam itu memang rawan menimbulkan perasaan lebih, tapi Prima tidak pernah menyangka jika perasaannya akan bertahan selama ini. Kemungkinan besar karena mereka tinggal di satu atap yang sama dan hampir setiap hari saling tatap muka, ditambah dia mengetahui kurang dan lebihnya Aji.

Prima memilih menyembunyikan perasaannya karena dia tahu Aji memiliki pacar dan merasa dirinya tidak memiliki kesempatan.

"Apa sih, Pim, yang bikin lo suka sama dia?"

"Mm... apa ya. Gue juga nggak tau."

Esa lagi-lagi tersenyum kecut. "Berarti perasaan lo bener-bener tulus. Lo bahkan nggak tau apa yang bisa bikin lo tertarik sama dia."

Prima menoleh dengan tatapan iba sekaligus merasa bersalah. Secara tidak langsung dirinya telah menyakiti perasaan Esa. Entah sudah berapa lama pemuda ini memendam perasaan semacam itu padanya, yang pasti dia menahan rasa sakit karena mengetahui orang yang dicintai malah mencintai orang lain.

Tragis.

Esa menarik Prima sampai berhadapan dengannya. Memandang gadis itu tepat di mata dan tersenyum tulus.

"Siapapun orang yang dapetin lo nanti, dia harus punya rasa sayang yang lebih gede daripada gue."

Terima kasih sudah meninggalkan jejak ke cerita ini.

Muchlove

Sidoarjo, 13 Desember 2020

-Icha-

Continue Reading

You'll Also Like

691K 44.3K 43
Aku membenci pria itu, teramat sangat.... Pria yang aku cintai sejak kecil, Pria yang sudah menghilangkan nyawa kedua orang tuaku, Pria yang membesar...
11.6K 1.5K 15
Kisah kelima mahasiswa tingkat akhir yang berjuang mendapatkan gelar sarjana ditengah konflik kehidupan dan percintaan. written on: Jan 3, 2020 - Mar...
468K 5K 6
JANGAN DISIMPAN, BACA AJA LANGSUNG. KARENA TAKUT NGILANG🤭 Transmigrasi ke buku ber-genre Thriller-harem. Lantas bagaimana cara Alin menghadapi kegi...
1.1K 181 7
He always checks on her. One day he didn't, she's gone. [starring Gala-Rya from Damaged, in an alternative universe.] ㅡJan, 2020. written in Indonesi...