Youniverse

By secondaybreak

19.1K 2.6K 741

"We found each other and our universe was born." Cuma cerita dari semesta lain Bangtanvelvet. Bangtanvelvet... More

Cast
Satu
Dua
Tiga
Lima
Enam
Tujuh
Delapan
Sembilan
Sepuluh
Sebelas
Dua Belas
Tiga Belas
Empat Belas
Lima Belas
Enam Belas
Tujuh Belas
Delapan Belas
Sembilan Belas
Dua Puluh
Dua Puluh Satu

Empat

855 148 44
By secondaybreak

Pagi yang tenang di rumah Abim. Sepertinya sudah lama sekali Abim tidak pulang ke rumah kakeknya. Beberapa tahun setelah ayahnya meninggal, nenek Abim juga meninggal dunia. Akhirnya, keluarganya pindah ke rumah kakeknya karena usulan salah satu adik ayahnya. Apalagi kakek Abim tidak mau pindah sedang usianya sudah tidak muda lagi.

Kepindahan Abim ke rumah kakeknya cukup membuat hatinya dan hati kedua kakaknya sedikit lebih lapang. Kenangan ayahnya di rumah kakeknya membuat ia dan kedua kakaknya tidak merasa kehilangan ayahnya. Mereka pun sering mendengar cerita tentang ayahnya dari sang kakek.

Abim sangat menghormati dan menyayangi ayahnya. Begitu juga dengan kedua kakak dan ibunya. Karena itu, ibunya pun setuju ikut pindah ke rumah kakeknya.

Setelah itu, praktis kakeknya menggantikan ayahnya menjadi kepala keluarga. Kakeknya-lah yang akhirnya menggantikan posisi ayahnya untuk mendidik Abim dan kedua kakaknya.

Meski beberapa waktu setelahnya terjadi prahara yang membuat rumahnya jadi seperti sekarang. Semua berubah ketika Jendra--kakak sulungnya--menolak menjadi Direktur Utama Malik Group hingga Arkaan--kakak sepupunya--yang harus mengalah demi meneruskan perusahaan keluarga.

Setelahnya Jendra jadi jarang ada di rumah dengan alasan kuliah. Hubungan Jendra dengan Arkaan menjadi renggang. Keduanya menarik garis yang panjang antara mereka dengan sang kakek. Abim bahkan tidak tahu harus bersikap seperti apa saat itu. Hingga detik ini kecanggungan itu masih terlalu besar. Saking besarnya, Abim sampai tidak yakin bahwa perjodohan keluarga kali ini akan berakhir sesuai harapan kakeknya.

Namun, Abim tetap bersyukur karena kepindahannya membawa pada banyak hal yang mengubah hidupnya, misalnya dia jadi sangat dekat dengan kedua sepupunya, yakni Gala dan Jara. Selain itu ia juga akhirnya bertetangga dengan Qilla dan bersahabat dengannya.

Ah iya. Ngomong-ngomong soal Qilla, Abim penasaran apakah benar kakeknya berniat menjodohkannya dengan tetangganya itu. Abim sih tidak masalah. Tapi Abim menghargai perasaan Qilla. Abim tidak mau Qilla merasa terpaksa. Meskipun Abim tahu bahwa niat itu semata karena kakeknya sangat menyayangi Qilla seperti kakeknya menyayangi Abim dan saudara-saudaranya.

ooOoo

Abim sengaja tidak tidur pagi karena hari ini dia berencana ke rumah Qilla. Kemarin Abim tidak sempat mampir setelah Qilla menjemputnya di bandara.

"Wiih, udah rapi aja lo Bim" sapa Aksa, kakak keduanya. Aksa sedang membaca koran pagi dengan secangkir kopi seperti biasa.

"Pagi banget ngapelnya, Bim" goda ibunya.

"Ih, apaan sih Bun? Salah banget ya kalo aku bangun pagi?" protes Abim seraya mengambil tempat duduk di salah satu sisi meja makan.

"Ya biasanya kamu kalo di rumah kan pas libur aja, Bim" jawab ibunya.

"Bang Aksa biasanya juga udah rapi jam segini" ucap Abim mengalihkan pembicaraan.

"Hari ini gue masuknya agak siangan, Bim" jawab Aksa santai.

"Bukannya dosen tetap masuk pagi, ya?" Abim terlihat tidak percaya.

"Sengaja" ujar Aksa seraya terkekeh dan membuat Abim mendengus kesal.

"Oiya, ngomong-ngomong Mbah Kung kemana? Tumben jam segini ga ada di meja makan" kata Abim kemudian.

"Kakekmu di kolam belakang. Lagi ngurusin ikan-ikannya" jawab ibunya.

"As usual ya, Bapak Abraham Malik Yang Terhormat" kata Abim dan membuat kakak serta ibunya terkekeh sambil geleng-geleng kepala.

Abim lantas menghabiskan susunya kemudian berdiri.

"Mau kemana? Ga jadi sarapan?" tanya ibunya lagi.

"Mau ketemu Mbah Kung dulu, Bun hehehe" ujar Abim kemudian melesat ke kolam ikan yang terletak di belakang rumahnya.

Abim berjalan lebih pelan tatkala langkah kakinya sudah dekat dengan tempat dimana kakeknya berdiri.

Kakeknya masih sama. Hanya usianya saja yang semakin senja.

"Mbah Kung" sapa Abim pada kakeknya.

"Eh, tumben Bim udah rapi" balas kakeknya.

Abim berdecak.

"Ck, kenapa sih pada ngomentarin aku yang udah rapi? Habis ini mau ke studio makanya rapi begini" kata Abim.

"Ooh" kakeknya hanya ber-"ooh" saja dan membuat Abim merengut.

"Mbah Kung ga yakin habis ini langsung ke studio. Mau mampir ke rumah Qilla dulu kan kamu?" ujar kakeknya lagi dan langsung membuat Abim menelan ludahnya.

Apa isi kepala Abim begitu transparan? Kenapa kakeknya bisa tahu?

"Kok Mbah Kung tau sih?"

"Tuh, wajahmu bilang begitu."

"Ck, Mbah Kung ga asik ah!"

"Trus kamu rapi begitu karena mau ketemu Mbah Kung?"

"Kalo iya kenapa?"

"Oh, jadi sekarang kamu mau ketemu kakekmu sebagai Abraham Tirtayasa Malik, begitu Abimana?" jika kakeknya mulai memanggil namanya dengan lebih lengkap, berarti kakeknya mulai serius.

"Haha, ampun Pak Abraham Yang Terhormat" Abim segera menempelkan kedua tangannya dan meletakkan di atas kepalanya seolah sedang meminta ampun.

"Mau ngomongin soal apa?" kakeknya pun duduk di salah satu bangku di taman kecil itu.

Abim lantas mendekati kakeknya dan ikut duduk di sebelahnya.

"Soal perjodohan keluarga..." ucap Abim dengan nada yang menggantung di akhir kalimatnya.

"Ga ada pembatalan. Itu yang harus kamu hadapi sebagai anggota keluarga Malik, Abimana" ucap kakeknya dengan tegas.

"Ga ada cara lain ya, Mbah?"

"Kenapa? Kamu menolak?"

"Aku ngga bisa kalo dijodohin sama Qilla, Mbah" jawab Abim.

"Mbah ngerti kamu ga ingin menciptakan perselisihan. Tapi, Mbah ingin kamu juga memperjuangkan apa yang harus kamu perjuangkan."

"Jadi serius nih Mbah mau jodohin aku sama Qilla?"

"Kenapa memangnya?"

"Qilla ga suka sama aku. Qilla sukanya sama Bang Aksa" jawab Abim jujur.

"Trus kamu nyerah gitu aja?"

"Aku ga mau bertepuk sebelah tangan jadi aku mau ngasih kesempatan untuk Qilla ngejar Bang Aksa" jawab Abim.

"Bikin Qilla suka sama kamu. Kakakmu mau Mbah jodohkan dengan yang lain. Tanggalnya sudah ditentukan. Makanya Mbah minta kalian ngumpul semua akhir pekan ini."

Abim menghela nafasnya dengan berat. Sepertinya memang tidak ada gunanya melobi kakeknya di saat-saat seperti ini.

Kakeknya lantas menepuk pundaknya.

"Kalau setelah kamu berusaha bikin Qilla suka sama kamu dan Qilla tetap ga mau, Mbah tidak akan memaksa. Tapi, Mbah pengen kamu mencoba. Sejak awal Mbah ga berpikir menjodohkan kamu dengan orang lain selain Qilla."

"Kenapa? Karena aku doang yang kelihatan banget suka sama Qilla?"

"Bukan."

"Lah, trus kenapa?"

"Karena kepala kamu yang kerasnya kayak beton itu hanya bisa nurut sama Qilla."

"Mbah Kung ih!"

"Lha iya to? Sopo sing iso ngelarang awakmu iku, Bim?" ujar Kakeknya dan Abim hanya bisa mendengus kesal.

"Masa cuma karena itu doang?"

"Ya udah, Mbah bilang alasan lainnya. Tapi habis ini ga boleh ada penolakan. Mbah males liat wajahmu nampang terus di berita gosip karena dekat sama banyak perempuan. Malu-maluin keluarga aja."

"Namanya juga orang ganteng Mbah. Pasti banyak yang mepetin."

"Ga ada gunanya ganteng tapi ga berani memperjuangkan perasaan sendiri. Udah sana kalo mau pergi ke rumah Qilla. Keburu dia berangkat ngajar."

Ah, iya. Abim baru ingat. Ini kan masih hari sekolah. Sebentar lagi Qilla pasti akan berangkat ke sekolah tempatnya mengajar.

"Pokoknya urusan kita belum selesai ya Mbah" kata Abim setelah mencium tangan kakeknya dan meminta izin untuk ke rumah Qilla.

Setelah itu Abim juga berpamitan pada ibu dan kakaknya.

ooOoo

Kini Abim sudah sampai di depan pagar rumah Qilla. Banyak kenangan masa kecil yang ia lalui bersama dengan gadis itu. Tidak hanya mereka berdua tetapi berempat bersama dengan Gala dan Jara.

Abim ingat waktu ia belajar naik sepeda dan terjatuh. Qilla yang menggendongnya pulang karena badan Qilla memang lebih besar darinya saat itu. Sekarang waktu berlalu dan Abim melesat lebih tinggi dari Qilla.

Dari dulu Abim kagum dengan kepedulian dan keberanian Qilla. Qilla adalah orang yang berani melawan siapapun yang mengganggu teman-temannya. Saat itu Qilla sampai mengajak Jara untuk melawan beberapa anak kompleks mereka yang sering mengganggu anak-anak lain hingga orang tua mereka harus turun tangan menyelesaikan masalah itu.

Itulah saat dimana Abim mengetahui sebuah rahasia besar tentang Qilla. Rahasia yang hanya diketahui oleh Abim dan Gala. Rahasia yang membuat Abim berjanji pada dirinya sendiri untuk membuat Qilla selalu tersenyum. Abim tidak sampai hati mengetahui kebenaran tentang gadis pemberani dan baik hati itu.

"Bim? Napa lo senyum-senyum ga jelas gitu?"

"Ah? Eh?" Abim terlihat bingung karena Qilla tiba-tiba ada di depannya.

"Tumben pagi banget ke sini."

"Mau bawa oleh-oleh soalnya habis ini gue mau langsung ke studio."

"Itu doang?"

"Lo kenapa kayak ga seneng gitu?"

"Suuzhan mulu lo. Ya kali aja ngerepotin lo jadinya. Biasanya juga lo tinggal bilang buat ambil ke rumah lo."

"Ya sekali-kali kan gue jadi gentleman gitu, La. Lo juga pasti kangen kan sama gue?"

"Yeu, ngeles aja si Bambang. Ga ada yang kangen sama lo. Orang sibuk ga bakal gue kangenin. Ya udah ayo masuk. Udah sarapan belum? Kebetulan orang tua gue lagi sarapan. Habis ini gue harus ke sekolah" Qilla kemudian membuka pagar rumahnya lalu mengajak Abim masuk.

ooOoo

Pagi ini Gala bangun dalam keadaan bahagia. Pasalnya Gala kembali bertemu dengan Kira dalam mimpinya. Perempuan itu sangat cantik meski hanya dalam mimpi.

Namun, Gala harus menghadapi kenyataan lain saat ia menemukan kakaknya sudah duduk manis di meja makan.

"BANG ARKAAN? SEJAK KAPAN BANG ARKAAN DI SINI?" ucap Gala terkejut.

"Kenapa kaget begitu? Ini rumah gue juga" sahut Arkaan.

"Ya tapi kan..."

"Gala. Ini kakaknya di rumah malah kaget begitu" kata ibunya.

"Ya habisnya tumben banget Bang Arkaan pulang ke rumah, Ma. Biasanya Bang Gala kan betah di apartemennya" kata Gala yang masih dengan penampilannya yang kusut.

"Trus kamu kenapa masih lusuh begitu, Aryastia Manggala?" tanya ayahnya.

"Ini juga mau mandi. Tapi aku laper jadi makan dulu" jawab Gala santai. Beginilah keseharian Gala di rumahnya. Saking santainya, kedua orang tuanya sudah tidak bisa berkata-kata.

"Buru sana mandi. Supirin gue ke kantor" kata Arkaan.

"Ha? Kenapa gue? Kan ada supir, Bang" protes Gala.

"Berangkat sama gue atau gaji lo gue potong?" ancam Arkaan.

"Pa, Ma! Lihat nih! Dikit-dikit ngancem potong gaji. Diktator banget" sungut Gala.

"Cepet selesaikan sarapan kamu trus berangkat sama kakakmu" titah ayahnya.

Kalau sudah begini, Gala tidak punya pilihan selain menuruti titah ayahnya.

Nasib bener jadi bawahan.

ooOoo

"Pak Gala hari ini jadi supir Pak Boss ya?" tanya Raisya, salah satu stafnya di kantor.

"Dilarang kepo" sahut Gala.

Gala terkenal dengan keramahannya pada semua stafnya meskipun untuk urusan pekerjaan Gala termasuk orang yang perfeksionis. Oleh karena itu, seluruh stafnya segan padanya tapi tidak takut karena Gala hampir tidak pernah marah. Kalau pun Gala marah, semua justru menahan tawa karena Gala itu tidak cocok kalau marah. Jatuhnya imut bukan seram.

"Jadi bener berarti kalo Pak Gala itu sodaraan sama Pak Arkaan sama Pak Dirga juga" kata Raisya lagi.

"Loh, emang kamu ga tau kalau saya ini adiknya Pak Arkaan?"

"Saya denger dari orang-orang sih tapi saya ga percaya, Pak."

"Kenapa kamu ga percaya?"

"Pak Gala soalnya beda banget sama Pak Arkaan."

"Bedanya dimana?"

"Ehm, Pak Arkaan ganteng."

"Oh, jadi maksud kamu saya kurang ganteng gitu?" Gala mulai menaikkan nada suaranya dan membuat Raisya menelan ludah.

"Eh, bu--bukan gitu maksud saya, Pak. Pak Gala cakep kok tapi cakepan Pak Arkaan" ujar Raisya.

"Ck, emang ya kalian ini ga bisa bedain mana yang punya inner handsome mana yang engga" sungut Gala kemudian berjalan menuju ruangannya.

"Eh, Pak, Pak. Tunggu dulu" cegah Raisya.

"Apalagi Raisya? Kamu ga tau saya sibuk?"

"Saya mau nanya lagi" kata Raisya.

"Cepetan. Saya ga punya banyak waktu."

"Pak, ada gosip soal keluarga Pak Gala. Saya sebenarnya ga enak ngomonginnya tapi orang-orang pada berisik trus saya juga lihat di akun gosip. Wah, saya ga tau kalau keluarga Pak Gala seterkenal itu."

"Terus? Pertanyaannya apa?"

"Perjodohan di keluarga Pak Gala itu bener?"

Gala menghela nafas. Lagi-lagi pertanyaan ini.

"Iya."

"He? Serius Pak? Di abad 21 ini?" kata Raisya tidak percaya.

"Iya."

"Trus Bapak mau aja gitu dijodohin?"

"Ya mau ga mau sih."

"Hmm, tapi kalo dari kalangan atas kayak Pak Gala sih menang banyak pasti."

"Tau darimana kamu?"

"Ya iyalah. Pasti Pak Gala dijodohinnya sama yang anak konglomerat juga."

"Saya ga begitu peduli."

"Ya udah kalo gitu Pak Gala nyari sendiri aja. Siapa tau kalo Pak Gala udah punya calon, ga bakal disuruh ikut perjodohan keluarga" ucap Raisya.

Gala terdiam sejenak dan sebuah nama terlintas di benaknya.

Kirani Regina.

Apa Gala mencoba mendekati Kira saja? Menangkap peluang lebih baik daripada hanya pasrah dan menunggu, bukan? Tapi, bagaimana caranya? Gala kan baru kenal dengan perempuan itu. Ketemu juga baru sekali.

"Pak Gala? Bapak ngelamun?" tanya Raisya kemudian.

"Ah engga kok" Gala menyanggah dengan cepat kemudian berucap lagi, "btw, thanks sarannya ya Raisya. Saran kamu oke juga."

"Sama-sama, Pak. Kalo jadi, jangan lupa undangannya."

Gala hanya melambaikan tangan pada Raisya sambil terus berjalan ke ruangannya tanpa menoleh ke arah stafnya itu.

ooOoo

"Dokter Jendra!" seru Viona saat melihat Jendra di depan lift.

"Eh Viona" balas Jendra sambil tersenyum.

"Mo kemana, Dok?" tanya Viona karena melihat Jendra tidak memakai jas kebanggaannya.

"Pulang dong. Hari ini saya udah selesai. Besok saya libur" jawab Jendra.

"Oh, karena besok mau ada acara keluarga ya?"

"Yap, betul sekali."

"Dokter Jendra jadi mau ikut perjodohan keluarga?"

"Kenapa emangnya? Kok muka kamu kayak kecewa gitu?"

"Yaah, padahal saya tuh ngarepnya Dokter Jendra ga ikut."

"Hah? Kamu ga naksir saya kan Viona?"

"Engga ya Dok. Enak aja. Saya punya tipe ideal sendiri."

"Saya ga nanya tipe ideal kamu."

"Saya juga ga mau ngasih tau Dokter Jendra."

"Trus kenapa kamu ngarepin saya ga ikut perjodohan keluarga?"

"Saya tuh sebenarnya mau jodohin Dokter Jendra sama Dokter Irene."

Uhukkk.

Jendra tersedar air liurnya sendiri.

"Kenapa kamu tiba-tiba mau jodohin saya sama Dokter Irene?"

"Karena kalian berdua sama-sama masih single. Udah waktunya nikah."

Jendra sebenarnya ingin tertawa mendengar alasan Viona yang terlalu klise.

"Emang Dokter Irene mau sama saya?"

"Ya kata Dokter Jendra ga bakal ada yang nolak Dokter Jendra karena Dokter Jendra orang ganteng sedunia. Worldwide handsome" jawab Viona.

Skakmat.

Siapa suruh kalo ngomong kepedean kamu, Jendra Wiguna?

"Hahaha, kamu ini ya. Masih inget aja sama omongan saya" Jendra tertawa canggung karena sebenarnya dia hanya bercanda waktu mengatakan itu pada Viona.

"Gimana, Dok?"

"Gimana apanya?"

"Mau ga sama Dokter Irene?"

"Sekarang belum. Ga tau nanti malam. Belajar yang rajin kamu, Viona. Kamu mau jadi dokter spesialis bedah kan bukan spesialis jodoh-jodohin orang?

"Ck, ngeles mulu ah. Ga asik!"

"Ngomong-ngomong, makasih sarannya. Nanti saya pikirin dulu. Duluan, ya" Jendra kemudian masuk ke lift dan meninggalkan Viona.

"Jangan kelamaan mikir Dok keburu Mbaknya ditikung orang!" teriak Viona dari luar pintu lift.

ooOoo

"Pak Arkaan, hari ini mau pulang ke--"

Dirga terbelalak saat masuk ke ruangan Arkaan dan mendapati kakak sepupunya itu terkulai di lantai dan tidak sadarkan diri. Jam kantor sudah berakhir dan Dirga bermaksud mengajak Arkaan untuk ke rumah kakeknya.

"BANG ARKAAN!" seru Dirga dan langsung menghampiri Arkaan.

"Bang Arkaan kenapa?" tanya Dirga panik kemudian segera mengeluarkan ponselnya dan menekan dial speed.

"Aduh kenapa ga diangkat sih?"

Dirga kemudian menghubungi security kantornya sembari mencari orang yang bisa dimintai tolong karena di jam-jam seperti ini para staf sudah banyak yang pulang.

"Pak Dirga kenapa? Kok wajahnya panik gitu?"

"Raisya! Kamu lihat Gala ga?"

"Tadi Pak Gala udah keluar dari ruangannya."

"Hah? Serius dia pulang duluan?"

"Saya ga tau, Pak. Saya pikir udah janjian pulang sama Pak Arkaan."

"Bentar lagi security datang. Kamu ikut saya, ya."

"Kemana Pak?" tanya Raisya bingung.

"Ke rumah sakit" jawab Dirga.

"Siapa yang sakit, Pak?"

"Pak Arkaan. Tadi Pak Arkaan pingsan di ruangannya."

Mendengar jawaban Dirga, Raisya tidak bisa menolak permintaan atasannya itu.

ooOoo

Jendra baru mengecek ponselnya ketika dia sudah berjalan keluar dari rumah sakit. Ada belasan panggilan tak terjawab dari Dirga. Baru saja Jendra akan menelepon Dirga, ada panggilan masuk dari Viona.

"Halo, Vi. Ada apa?"

"Dokter lagi dimana sekarang?"

"Perjalanan pulang. Kenapa?"

"Sepupu Dokter masuk rumah sakit."

"Hah? Siapa? Dirga?"

"Bukan, Dok. Namanya Arkaan."

Jendra nyaris mengumpat begitu mendengar nama Arkaan disebut oleh Viona. Ia berusaha tetap tenang sembari berbicara pada gadis itu.

"Sekarang kamu urus dulu. Langsung bawa ke ruang VVIP dan tolong kamu jagain dia sampai saya datang. Bisa kan?"

"Bi--bisa, Dok. Dokter ga bakal ngebut kan?"

"Menurut kamu?"

"Ya ampun. Hati-hati, Dok. Maaf karena nelpon tiba-tiba.

"Tenang aja. Saya bakal hati-hati. Tolong kamu jagain dia sampai saya datang."

"Baik, Dok."

Jendra kemudian memutar balik ke rumah sakit dan melajukan mobilnya dengan kecepatan yang tidak biasa. Posisi Arkaan masih sama bagi Jendra hingga detik ini. Arkaan akan selalu menjadi prioritasnya, bukan semata karena Jendra merasa bersalah pada sepupunya itu tapi karena Arkaan adalah adiknya juga sama seperti yang lainnya. Jendra harus tetap bertanggung jawab kepada adik-adiknya sebagai anak tertua di keluarga besarnya.

ooOoo

Alurnya banyak yang berubah, jadi buat yang nunggu momen Arkaan-Viona harap bersabar, ya. Chapter selanjutnya masih on progress karena ada bagian-bagian yang berubah juga 😊

Selamat hari Jumat 😇😇

Continue Reading

You'll Also Like

76.8K 3.5K 7
meskipun kau mantan kekasih ibuku Lisa😸 (GirlxFuta)🔞+++
78.8K 10.2K 108
This is just fanfiction, don't hate me! This is short story! Happy reading💜
94.3K 662 4
isinya jimin dan kelakuan gilanya
45.3K 10K 116
Jimin membutuhkan biaya untuk operasi transplantasi ginjal sang bunda namun dia bingung mencari uang kemana dalam waktu kurung 2 bulan. Sementara CEO...