Sembilan

639 124 36
                                    

Gala tidak menyangka ia bisa bertemu lagi dengan Kira setelah beberapa waktu berlalu. Rasanya sudah lama sekali ia tidak melihat Kira, padahal kalau dihitung-hitung mungkin tidak selama perkiraan Gala. Tapi yang pasti Gala senang karena bisa pulang berdua sama Kira.

"Mba Kira, kalau boleh tahu sekarang tinggal sama siapa?"

"Mas Gala ga perlu manggil Mba. Panggil nama saya aja."

"Oh, kalo gitu kamu boleh manggil nama saya juga. Gimana, Ra?"

"I—iya, Gala."

"Nah, gitu dong. Kan jadi akrab kedengarannya. Kamu belum jawab pertanyaan saya tadi, Ra."

"Oh, itu. Saya tinggal sama ibu saya."

"Ga punya sodara?"

"Iya, begitulah."

"Sejak kapan suka ngelukis?"

"Dari kecil, sih. Dulu suka lihat ayah gambar. Lama-lama jadi suka."

"Sekarang kerjaan kamu berarti ada hubungannya dengan seni?"

"Iya, saya guru seni di SMA."

"Wah, gimana rasanya jadi guru?"

"Ya begitu. Capek tapi seru. Capek karena siswanya banyak, tapi seru karena bisa ngajarin anak-anak dan liat mereka berkembang."

"Hmm, kapan-kapan saya boleh mampir gak ke sanggar seni kamu? Sama anak-anak, kok."

"Oiya, boleh, boleh. Nanti sama Qilla dan yang lainnya juga kan?"

"I—iya" ucap Gala terbata. Padahal Gala ingin datang sendiri saja tanpa Qilla, Abim ataupun Jara. Mereka pasti akan meledek Gala habis-habisan setelah malam ini.

Waktu terasa begitu cepat berlalu. Padahal, jarak rumah Kira dari rumah sakit tempat Arkaan dirawat cukup jauh. Tapi, mungkin ini efek rindu jadi Gala belum rela untuk berpisah dengan Kira tanpa tahu kapan bisa bertemu lagi. Iya sih, Gala bisa saja datang ke sanggar seni Kira, itu pun kalau dia tidak sedang sibuk di kantor. Kerjaannya kadang suka datang tanpa permisi.

"Makasih banyak ya, Gal. Kamu sampe harus jauh-jauh nganterin saya" ucap Kira yang kini bersiap-siap turun dari mobil.

"Gapapa, Ra. Saya senang bisa nganterin kamu pulang."

"Kalau gitu saya pamit, ya. Hati-hati di jalan."

"Kira!" Gala akhirnya keluar dari mobil dan mengejar Kira yang hendak masuk ke halaman rumahnya.

"Iya, Gal?"

"Ehm... itu... anu..." Gala tiba-tiba saja bingung harus berkata apa.

"Apa?"

"Saya boleh minta nomor kamu ga?"

Kira tersenyum saat melihat wajah Gala yang merah padam.

"Kenapa? Ga boleh ya?" tanya Gala saat Kira hanya tersenyum padanya.

"Ah, gini. Saya cuma pengen kenal kamu aja, Ra."

Malam itu Gala memang mendapatkan nomor ponsel Kira. Tapi, ada yang mengganjal. Ekspresi Kira seolah tidak terlalu ikhlas memberikan nomor ponselnya pada Gala. Bukan hanya itu, sejak awal Kira selalu menjaga jarak dengannya entah karena alasan apa.

Apakah Kira tidak nyaman? Atau Kira sudah tahu bahwa Gala tertarik pada perempuan itu?

ooOoo

Jendra nyaris berteriak saat ia selesai meletakkan ponselnya di saku dan melihat wajah Irene di belakangnya.

"Dokter Irene? Sejak kapan Dokter di sini?" ucap Jendra dengan wajah yang tentu saja terkejut. Jendra berdo'a semoga Irene tidak mendengar percakapannya dengan kakeknya tadi.

YouniverseWhere stories live. Discover now