Empat

853 148 44
                                    

Pagi yang tenang di rumah Abim. Sepertinya sudah lama sekali Abim tidak pulang ke rumah kakeknya. Beberapa tahun setelah ayahnya meninggal, nenek Abim juga meninggal dunia. Akhirnya, keluarganya pindah ke rumah kakeknya karena usulan salah satu adik ayahnya. Apalagi kakek Abim tidak mau pindah sedang usianya sudah tidak muda lagi.

Kepindahan Abim ke rumah kakeknya cukup membuat hatinya dan hati kedua kakaknya sedikit lebih lapang. Kenangan ayahnya di rumah kakeknya membuat ia dan kedua kakaknya tidak merasa kehilangan ayahnya. Mereka pun sering mendengar cerita tentang ayahnya dari sang kakek.

Abim sangat menghormati dan menyayangi ayahnya. Begitu juga dengan kedua kakak dan ibunya. Karena itu, ibunya pun setuju ikut pindah ke rumah kakeknya.

Setelah itu, praktis kakeknya menggantikan ayahnya menjadi kepala keluarga. Kakeknya-lah yang akhirnya menggantikan posisi ayahnya untuk mendidik Abim dan kedua kakaknya.

Meski beberapa waktu setelahnya terjadi prahara yang membuat rumahnya jadi seperti sekarang. Semua berubah ketika Jendra--kakak sulungnya--menolak menjadi Direktur Utama Malik Group hingga Arkaan--kakak sepupunya--yang harus mengalah demi meneruskan perusahaan keluarga.

Setelahnya Jendra jadi jarang ada di rumah dengan alasan kuliah. Hubungan Jendra dengan Arkaan menjadi renggang. Keduanya menarik garis yang panjang antara mereka dengan sang kakek. Abim bahkan tidak tahu harus bersikap seperti apa saat itu. Hingga detik ini kecanggungan itu masih terlalu besar. Saking besarnya, Abim sampai tidak yakin bahwa perjodohan keluarga kali ini akan berakhir sesuai harapan kakeknya.

Namun, Abim tetap bersyukur karena kepindahannya membawa pada banyak hal yang mengubah hidupnya, misalnya dia jadi sangat dekat dengan kedua sepupunya, yakni Gala dan Jara. Selain itu ia juga akhirnya bertetangga dengan Qilla dan bersahabat dengannya.

Ah iya. Ngomong-ngomong soal Qilla, Abim penasaran apakah benar kakeknya berniat menjodohkannya dengan tetangganya itu. Abim sih tidak masalah. Tapi Abim menghargai perasaan Qilla. Abim tidak mau Qilla merasa terpaksa. Meskipun Abim tahu bahwa niat itu semata karena kakeknya sangat menyayangi Qilla seperti kakeknya menyayangi Abim dan saudara-saudaranya.

ooOoo

Abim sengaja tidak tidur pagi karena hari ini dia berencana ke rumah Qilla. Kemarin Abim tidak sempat mampir setelah Qilla menjemputnya di bandara.

"Wiih, udah rapi aja lo Bim" sapa Aksa, kakak keduanya. Aksa sedang membaca koran pagi dengan secangkir kopi seperti biasa.

"Pagi banget ngapelnya, Bim" goda ibunya.

"Ih, apaan sih Bun? Salah banget ya kalo aku bangun pagi?" protes Abim seraya mengambil tempat duduk di salah satu sisi meja makan.

"Ya biasanya kamu kalo di rumah kan pas libur aja, Bim" jawab ibunya.

"Bang Aksa biasanya juga udah rapi jam segini" ucap Abim mengalihkan pembicaraan.

"Hari ini gue masuknya agak siangan, Bim" jawab Aksa santai.

"Bukannya dosen tetap masuk pagi, ya?" Abim terlihat tidak percaya.

"Sengaja" ujar Aksa seraya terkekeh dan membuat Abim mendengus kesal.

"Oiya, ngomong-ngomong Mbah Kung kemana? Tumben jam segini ga ada di meja makan" kata Abim kemudian.

"Kakekmu di kolam belakang. Lagi ngurusin ikan-ikannya" jawab ibunya.

"As usual ya, Bapak Abraham Malik Yang Terhormat" kata Abim dan membuat kakak serta ibunya terkekeh sambil geleng-geleng kepala.

YouniverseDonde viven las historias. Descúbrelo ahora