Dua Belas

582 105 14
                                    

"Sama-sama, Dok. Ngomong-ngomong kita udah kayak pasangan yang lagi kencan ya kalo kayak gini?"

Uhuk.

Irene tiba-tiba tersedak air liurnya. Apa dia bilang barusan? Pasangan yang sedang kencan?

Jendra Wiguna Malik ini benar-benar aneh.

Irene tidak akan pernah lupa bagaimana ia pertama kali kenal Jendra dengan cara yang juga tidak biasa.

.

.

"Mbak, tahan, Mbak. Jangan ngelakuin hal bodoh di sini. Ini rumah sakit. Semua bisa diomongin baik-baik."

Suasana tegang menyelimuti salah satu bangsal rawat inap rumah sakit. Beberapa koass, seorang dokter dan perawat terlihat sedang menenangkan seorang pasien, termasuk Irene salah satunya. Orang yang barusan berbicara adalah seorang dokter anestesi yang baru bertugas beberapa bulan di rumah sakit yang sama dengan Irene.

"Kalian semua ngga ngerti. Udah ngga ada lagi yang peduli sama saya. Biarin saya mati. Jangan ada yang mendekat kalau ngga saya bakal bunuh diri sekarang!" pasien itu kembali mengeluarkan ancaman.

Irene yang sedari tadi diam saja, tiba-tiba merasa geram. Bagaimana bisa dia berniat mengakhiri hidup hanya karena patah hati?

"Mbak, denger ya. Mbak bukan satu-satunya orang yang patah hati karena ngga jadi nikah. Di luar sana ada orang yang bernasib sama dengan Mbak tapi mereka mutusin untuk melanjutkan hidup daripada sekedar meratapi nasib yang kurang beruntung. Percaya sama saya Mbak, dia bukan orang yang pantas buat Mbak. Jadi, sekarang turunin guntingnya, kita bisa omongin ini baik-baik" akhirnya Irene angkat bicara.

"Dokter tau apa tentang perasaan saya? Memangnya dokter pernah ngerasain ditinggal nikah sama tunangan dokter?"

"Kalau iya kenapa? Mbak bukan satu-satunya yang menderita. Pernikahan saya dibatalkan seminggu sebelum hari H dan saya masih hidup. Jadi, tolong jangan gegabah. Di luar sana banyak yang sakit keras dan masih pengen hidup lama. Mbak harusnya bersyukur masih dikasih kesempatan hidup" Irene tidak sadar telah membuka kembali rahasia yang ingin ditutupnya rapat-rapat. Tapi demi keselamatan pasien, Irene memutuskan menyimpan rasa malunya di tempat lain, setidaknya untuk saat ini.

"Sayangnya saya bukan Dokter. Jadi, biarin saya mati hari ini..."

"STOP! Gini aja. Gimana kalo kita main teka-teki? Mbak boleh bunuh diri kalo Mbak bisa jawab pertanyaan saya."

Itu suara Dokter anestesi yang bernama Jendra Wiguna Malik. Semua orang sontak melotot ke arah Jendra, termasuk Irene. Bagaimana bisa di saat genting seperti ini dia malah mengajak main tebak-tebakan?

"Dokter mau main-main sama saya?"

"Saya serius. Saya mulai sekarang. Kalau ngga bisa jawab, Mbak harus serahin gunting itu ke saya. Kuda apa yang bikin orang bahagia?"

Pasien tersebut terlihat berpikir, begitu juga dengan petugas yang ada di bangsal.

1 detik

2 detik

3 detik

Jendra segera mengambil langkah kemudian merebut gunting dari tangan pasien kemudian mengambil sesuatu dari saku jasnya kemudian menusukkan ke lengan pasien tersebut.

"Maaf Mbak, waktu habis" bisik Jendra sebelum pasien tersebut tidak sadarkan diri akibat obat bius yang disuntikkan Jendra.

YouniverseWhere stories live. Discover now