Game Over Love [Singto X Kris...

By stroberilongcake

64K 7K 1.1K

[COMPLETE] PERAYA FANFICTION REMAKE Ketika dua orang pecinta game harus menikah karena taruhan. Singto mengaj... More

BLURB + PROLOGUE
#1 - Taruhan
#2 - Apa Benar, Aku Jatuh Cinta?
#3 - Mendapat Restu
#4 - Pernikahan
#5 - Setelah Pernikahan
#6 - Bertemu Pria Idaman
#7 - Kedekatan Joss dan Krist
#8 - Makan Malam
#9 - Tutorial Membuat Anak πŸ”ž
#10 - First Kiss
#11 - Menjalankan Misi πŸ”ž
#12 - Bertengkar
#13 - Cemburu, bilang boss!
#14 - Cara Akur Yang Baik dan Benar
#15 - Berkencan
Hidden Scene πŸ”ž [Bisa di skip]
#16 - Tiket Honeymoon
#17 - Pattaya
Hidden Scene πŸ”žπŸ”ž [Bisa di skip]
#19 - Krist Dan Ngidamnya
πŸ”ž [Bisa di Skip]
#20 - Game Over, You Win [END]

#18 - Test Pack Positif

2.7K 273 58
By stroberilongcake

⚠️⚠️⚠️
Konten sensitif mengandung unsur MPREG; pria posisi bawah bisa hamil.
Buat yang tidak suka dengan konten beginian, harap di skip saja.
Terima kasih ❤️

______________________________________

Pagi itu, masuk bulan ke-6. Singto dan Krist masih menikmati acara jelajah mimpi. Posisinya gemas. Dibalik selimut, Singto mendekap Krist yang menenggelamkan kepalanya ke dada Singto. Napas keduanya sangat teratur. Hingga tak berapa lama kemudian, Krist mulai bergerak. Melepaskan diri dari dekapan Singto. Matanya perlahan mengerjap dan sesekali bibir tipisnya menguap. Ia lirik jam dinding. Pukul 6 pagi. Lalu ia turun dari ranjang menuju kamar mandi untuk mencuci muka. Namun ketika memasuki kamar mandi, mendadak dia mengernyit. Tangannya reflek tergerak untuk menutupi hidungnya. Tak lama kemudian perutnya mual. Jadilah Krist ambil langkah panjang menuju washtafel dan memuntahkan seluruh isi perutnya.

Suara Krist cukup mengusik Singto dari lelapnya. Pria itu terbangun. Kaget mendengar suara Krist muntah pagi-pagi. Sangat jarang terjadi. Dengan segera ia sibak selimutnya, agak tergesa melangkah menuju kamar mandi.

"Kit, kenapa?" nada khawatir itu sudah sampai pintu kamar mandi. Dilihatnya Krist sedang berpegangan pada pinggiran washtafel.

"Kamar mandinya bau," jawabnya singkat sebelum kembali merasa mual dan memuntahkan cairan bening kekuningan dari mulutnya.

Singto mendekat. Sesekali hidungnya mengendus membaui udara yang ada di dalam kamar mandi.

"Baunya tidak buruk. Ini wangi lavender," timpal Singto.

"Aku tidak suka baunya!"

"Hah? Biasanya juga tidak apa-apa. Malah kamu sendiri yang milih lavender, ingat?"

Krist mendengus. Memang benar dia yang memilih aroma lavender sejak awal mereka tinggal di sana. Bahkan tiap hari juga beraroma lavender. Baru kali ini Krist membenci aromanya.

"Pokoknya tidak mau tau, Singtuan harus ganti aromanya! Atau aku numpang mandi di tetangga sebelah!"

Singto membulatkan matanya. "Eh, jangan dong, Sayang."

"Makanya, diganti!"

"Iya, nanti diganti."

"Kok, nanti?" Krist mengerutkan keningnya dalam. Tampak kesal dari raut wajahnya.

"Lha, terus?" Singto bingung.

"Sekarang! Kit, 'kan mau mandi! Jam 9 aku ada kuliah. Mumpung masih pagi, cepetan beliin. Aku mau bikin sarapan dulu. Pokoknya aku balik dari dapur, aroma kamar mandi sudah harus ganti, ya?"

Belum juga Singto menjawab, Krist sudah berlalu meninggalkannya dalam keadaan cengo. Heran sekali pagi-pagi sudah kena omelan Krist hanya karena aroma ruangan.

Akhirnya, pagi itu Singto harus pergi ke minimarket 24 jam yang untung saja tak jauh dari apartemen mereka. Sudah tak peduli lagi jika kasir minimarket tersebut menatap penampilannya sambil menahan tawa. Singto dengan style naturalnya—piyama baby blue, sandal jepit, dan muka bantal, oh ... jangan lupakan rambutnya yang disisir acak dengan jari tangannya. Kalau bukan demi Krist, mana mau dia!

Banyak hal yang dilalui oleh Singto dan Krist. Layaknya seperti kehidupan rumah tangga pada umumnya, Krist melayani Singto dan Singto memanjakan Krist. Hanya saja yang membedakan mereka ini masih berstatus mahasiswa.

Jika diingat-ingat lucu juga. Mereka bisa sampai saat ini juga karena pertemuan yang tak sengaja. Mulai dari taruhan game yang berujung pernikahan. Berpura-pura harmonis di depan keluarga sampai ketahuan oleh Off dan Arm. Sangat kacau saat itu; point penting untuk membuat keponakan lucu. Kemusuhan yang berkepanjangan sampai sering adu mulut, selalu denial dan berdiam-diaman seperti anak kecil sedang bertengkar. Cemburu alasan utama pada saat itu.

Sampai pada akhirnya pengakuan cinta. Ungkapan sederhana yang menghangat hingga relung masing-masing. Terasa sampai sekarang rasa kasih sayangnya. Singto sangat se-perhatian itu pada Krist. Pria yang awalnya sangat menjengkelkan sudah bermetamorfosis menjadi pria yang masuk list idamannya; perhatian, tanggung jawab, penyayang, dan ganteng. Dia dapat semua itu pada seorang maniac game bernama Singto Prachaya.

Sudah enam bulan lamanya, tak terasa. Mungkin karena mereka menjalaninya dengan penuh kasih sayang dan menyenangkan sejak pulang dari bulan madu lima bulan lalu.

"Pengharum ruangan yang di kamar mandi sudah aku ganti aroma citrus," ucap Singto saat melihat Krist menyiapkan sarapan untuk mereka.

"Oke. Sip. Aku mau mandi dulu, setelah itu kita sarapan."

"Eh, mau mandi bareng?"

"Singtuan!"

Singto terkekeh. Dia suka sekali menggoda Krist.

Selesai bersiap pergi ke kampus, Singto dan Krist sarapan bersama. Tak seperti biasanya, menu sarapan kali ini bukan Krist sekali. Seingat Singto, Krist itu seperti kambing—suka sayuran. Bukan serba daging, telur, dan sosis seperti yang ia lihat sekarang.

"Kok, tumben?"

"Aku lagi ingin makan ini."

"Oh, oke."

Tak ada kecurigaan sama sekali awalnya. Namun, setelahnya Singto dibuat melongo saat Krist makan dengan porsi yang tak biasa. Bahkan makannya bisa dikatakan sangat lahap.

Jika Singto belum menghabiskan satu piring makanannya maka Krist sudah menghabiskan nyaris dua piring. Melihat Krist seperti kerasukan pun membuat Singto sangat heran dengan perubahan mendadak itu.

"Kamu lapar apa doyan?" tanya Singto.

"Ih, kenapa, sih?! Suka-suka aku mau makan banyak atau tidak!" sembur Krist.

"Oh, oke."

***

Ternyata, tidak hanya Singto yang dibuat heran oleh Krist. Nammon juga. Waktu perkuliahan berlangsung, Krist berbisik pada Nammon kalau dia ingin makan sushi. Awalnya Nammon biasa saja. Bahkan selesai perkuliahan, Nammon dan Krist sepakat pergi ke restoran sushi. Tapi siapa sangka jika Krist akan makan banyak porsi seperti mukbang. Apalagi, Krist makannya terlampau lahap sampai Nammon geleng-geleng kepala dibuatnya.

"Kit, kau ... belum makan dari kapan, sih?" tanya Nammon dengan nada tak percaya.

"Pagi tadi aku sarapan, kok!" jawabnya dengan mulut penuh dengan potongan sushi.

"Hah, tapi kok...." Nammon menelan salivanya.

"Sudah jangan banyak bicara!" sahut Krist dengan tangan yang mencomot beberapa sushi sekaligus.

Sushi semeja sudah habis oleh Krist. Nammon hanya memakan beberapa potong saja; soalnya kenyang duluan melihat Krist yang lahap. Kini Krist mengajak Nammon berjalan-jalan di pusat perbelanjaan. Melihat barang-barang yang sekiranya bagus—walaupun tidak beli. Sampai pada akhirnya, Krist menghentikan langkahnya sembari menutup mulutnya.

"Eh, kenapa?" Nammon tampak khawatir melihat Krist sepertinya menahan rasa ingin muntah.

Tanpa menjawab apapun, Krist tiba-tiba terbirit mencari toilet terdekat. Nammon mengikutinya. Sesampainya di dalam toilet, Krist mengeluarkan semua isi perutnya. Nammon membantu mengurut tengkuknya.

"Sepertinya aku kekenyangan," gumam Krist sebelum ia mengeluarkan isi perutnya lagi.

Nammon salah fokus pada bentuk muntahan Krist yang berupa cairan kekuningan. Jika pun Krist kekenyangan, pasti muntahannya berupa sisa makanan, tapi ini tidak. Nammon pun mengerutkan keningnya. Karena penasaran, diam-diam Nammon mengeluarkan ponselnya. Membuka peramban untuk mencari mengenai muntahan yang berwarna kuning bening.

Ada banyak penyebabnya, salah satunya kehamilan. Nammon menatap Krist dan layarnya bergantian. Karena masih penasaran lebih dalam lagi, Nammon mencari dengan kata kunci 'ciri-ciri kehamilan' disana disebutkan mual dan muntah bisa saja terjadi, nafsu makan yang berubah, dan lain sebagainya.

"Kit, kau hamil?" celetuk Nammon tiba-tiba.

Krist yang tengah membersihkan mulutnya pun sontak menoleh pada Nammon.

"Hah?"

.

.

.

Karena ucapan Nammon terngiang sampai rumah, kini Krist duduk di closet sembari menggenggam test pack baru ditangan kanannya. Belum terpakai sama sekali. Baru dibuka dari bungkusnya. Mau pakai masih deg-degan, percaya tidak percaya jika dirinya mengalami ciri-ciri orang hamil. Sedang tangan kirinya sudah memegang wadah kosong untuk menampung urinnya.

"Orang hamil itu suka mual, muntahnya bening kekuningan, nafsu makan berubah, terus sensitif emosinya tidak stabil," jelas Nammon dari hasil pencarian di internet tadi siang. Maka dari itu sepulang dari pusat perbelanjaan, Krist mampir membeli test pack di apotek.

Dalam satu tarikan napas, Krist memantapkan hatinya untuk memakai testpack. Dengan pelan dia menampung urinnya pada wadah, lalu memasukkan test packnya. Sembari menunggu hasil, Krist memejamkan mata memohon agar hasilnya seperti yang ia inginkan.

Dirasa sudah cukup, Krist membuka mata. Kemudian mengangkat test packnya. Dan hasilnya....

Garis dua?

Kedua bahu Krist seketika merosot. Mulutnya menganga bersamaan dengan bola mata yang membulat sempurna. Ia tak menyangka jika hasilnya akan positif.

Terkejut? Jelas. Bahkan saking tidak percayanya, Krist membuka satu bungkus test pack lagi. Untung saja dia beli dua dengan merk yang berbeda. Mengulangi cara pemakaiannya lagi dan menunggu hasilnya.

Lagi-lagi garis dua. Krist positif hamil. Perlahan tangannya mengarah pada perut ratanya. Didalam sana ada janin yang sedang tumbuh kembang.

Krist tidak tahu harus berekspresi seperti apa. Disatu sisi dia senang, disatu sisi dia takut. Dia juga bimbang, haruskah memberitahu Singto sekarang atau nanti saja.

"Kit, aku pulang!"

Itu suara Singto. Segera Krist membuang urinnya. Membersihkan wadah juga test packnya. Dalam keadaan bimbang, ia menggenggam erat dua alat sensitif itu.

Sementara itu, Singto mencari Krist di segala ruangan. Tapi nihil. Setahunya Krist sudah pulang karena siang tadi sempat mengirim pesan.

"Kemana dia? Apa di kamar mandi?" gumamnya sembari menuju kamar mandi. Belum sampai pintu, Krist sudah keluar duluan dengan cengiran yang membuat Singto menaikkan sebelah alisnya. "Kamu kenapa?"

"Hah? Tidak kenapa-kenapa. Memangnya kenapa?"

Singto menggeleng. "Tidak biasanya senyum begitu."

"Kan aku menyambut suamiku, hehe...."

"Bisa aja ih, kamu. Sini aku cium dulu."

Krist mendekatkan wajahnya. Singto meraih kepala Krist dan mencium kening, ujung hidung serta bibirnya. Hanya kecupan sekilas. Hal yang sudah menjadi kebiasaan mereka berdua setelah honeymoon terjadi.

"Kamu makan malam mau makan apa? Aku masakin," ujar Krist melingkarkan tangannya di pinggang Singto.

"Hmm ... apa, ya? Kayaknya semua masakan kamu aku suka, kecuali yang banyak sayurnya. Jadi, terserah kamu, deh!"

"Ayo, putusin. Mau makan apa?"

"Apa aja, Sayang."

"Ih, kamu tuh, ya!" Krist melepaskan pelukannya. "Selalu saja menyebalkan!"

Singto kaget Krist tiba-tiba merajuk begini. Tidak biasanya.

"Lho, kok cemberut?"

"Bodo, ah!" Krist menghentakkan kakinya. Berlalu meninggalkan Singto yang dilanda kebingungan.

Tak tinggal diam, Singto mengikuti langkah Krist yang ternyata duduk di ruang tengah meraih ponselnya—mulai bermain game. Moodnya tiba-tiba memburuk.

"Kit...."

Tak ada jawaban, Krist mulai memainkan game yang ada di ponselnya.

"Kit...," panggilnya lagi, kali ini sambil meraih ponsel Krist yang membuatnya afk.

"Singtuan—"

"Kit ... kamu kenapa, hm?"

Belum sampai marahnya ditumpahkan, suara lembut Singto membuatnya luluh duluan. Ditatapnya Singto yang juga menatapnya dalam. Krist masih cemberut. Hal itu membuat Singto mati-matian untuk tidak gemaa pada istrinya ini. Kalau sudah gemas, bisa panjang urusannya.

"Aku sebal saja sama kamu," jujurnya.

"Sebal kenapa, sih? Karena menu makan malam hari ini?" Krist diam. Masih cemberut. Kali ini Singto mengacak rambut Krist sambil terkekeh. "Oke. Kalau begitu aku mau makan nasi goreng pakai telur ceplok setengah mateng."

Seketika Krist tersenyum. "Aku buatin, ya! Kamu mandi dulu sana, kamu bau! Habis itu makan sama aku."

Singto menganggukkan kepala. Dengan begitu Krist bersama langkah riangnya menuju dapur. Singto masih terheran dengan tingkah Krist yang menurutnya aneh tersebut. Tak ingin berpikiran kemana-mana, Singto menghendikkan bahu dan segera membersihkan diri sebelum Krist kembali mengomel.

***

Sepertinya memang ada yang aneh dengan Krist. Hal itu terlihat jelas ketika mereka setelah makan malam dan menghabiskan waktu di ruang tengah menonton televisi. Krist sangat manja, sejak tadi minta diusap kepalanya. Kalau berhenti sebentar saja, dia ngomel.

Tak berhenti sampai disitu, Krist yang biasanya cuek dengan jalan cerita sebuah film tiba-tiba menjadi emosional. Dia akan memaki pada peran antagonis, dan menangisi adegan sedih.

Dan sekarang, ketika mereka pergi tidur—sebenarnya Singto masih membuka matanya bermain game. Krist tidur memunggunginya tapi tubuhnya sedari tadi bergerak tak nyaman. Goyangan ranjang membuat Singto sesekali melirik pada Krist yang tidur dalam keadaan gelisah.

Akhirnya Singto meletakkan ponselnya. Tangannya menyusup ke dalam selimut memeluk Krist.

"Aku peluk, ya ... biar nyenyak," bisik Singto.

Benar saja, Krist ternyata belum tidur. Kini dia membuka matanya menatap Singto.

"Singtuan...."

"Ya? Kenapa, Sayang?"

"Sepertinya aku lapar."

"Hah? Tadi kan sudah makan dua piring nasi goreng."

"Tapi aku lapar!"

"Iya. Iya. Kamu mau makan apa?"

"Di kulkas ada cumi. Aku mau cumi goreng tepung. Kamu buatin, ya?"

"Tapi aku tidak bisa masak, Kit."

"Ya? Buatin, ya?" Krist mengedipkan matanya beberapa kali dengan sangat imut. Membuat Singto ingin menolak pun tak sanggup.

"Oke, aku buatin. Kamu mau ikut ke dapur atau tunggu sini?"

"Aku tunggu sini." Singto mengangguk pasrah. "Kamu kalau tidak tahu caranya, cari aja di internet. Cuminya jangan lama-lama digorengnya nanti alot. Tapi juga jangan terlalu sebentar nanti amis. Oke?" Singto hendak menjawab, namun Krist sudah menyela duluan. "Oh, ya ... Jangan lupa bawain saus tomatnya juga."

"Siap, Tuan Muda!" Singto membungkukkan tubuhnya sembilan puluh derajat.

"Ih, Singtuan apaan, sih!" Krist terkekeh.

Ini sudah jam satu malam, dan Singto berkutat di dapur dengan kebingungan. Dia cari resep di internet, berharap hasil masakan pertamanya ini akan berhasil. Berbekal nekat dan mencontek internet, Singto pelan-pelan mengikuti intruksinya. Demi Krist.

Saat tahap menggoreng, Singto harus mengulurkan tangannya panjang-panjang agar tak terciprat minyak. Tangan kirinya sudah memegang tutup panci sebagai penghalau. Mungkin kalau Krist tahu, dia akan menertawainya. Singto heboh sendiri di dapur. Sementara Krist enak-enakan tiduran sambil mainan ponsel.

Satu jam berkutat di dapur, akhirnya Singto menyelesaikan tugasnya. Dia berbangga hati melihat cumi goreng tepung hasil kerja kerasnya malam itu. Walaupun penampilannya tak sebagus di internet, tapi rasanya sudah pas menurutnya. Saatnya memberikan ini pada Krist.

Hal pertama yang dilihat Singto saat itu Krist adalah Krist yang nyaris ketiduran. Tampak istrinya itu berjingkat kaget saat dia membuka pintu kamar.

"Cumi goreng tepung sudah siap!" ujarnya.

"Lama!" gerutu Krist.

"Maaf, tadi aku agak bingung sama instruksi di internetnya."

Krist mendudukkan tubuhnya. Dia melihat cumi goreng tepungnya dengan berbinar. Tanpa aba-aba, dia mencomot satu potong cumi. Singto sudah was-was kalau saja mendapat komentar buruk dari Krist. Sungguh, rasanya seperti mengikuti kontes lomba memasak.

"Gimana?" tanya Singto.

"Lumayan."

Tapi Krist makannya lahap betul. Sampai Singto ingin mencicipi satu potong saja dihadiahi dengan satu pukulan kencang di punggung tangannya. Krist benar-benar menghabiskan semuanya sendirian. Dan Singto hanya bisa melongo melihat perubahan Krist saat itu.

Banyak tanya yang ada di benaknya. Penasaran dengan apa yang terjadi pada istrinya tersebut.

"Ja, selesai! Aku mau tidur!" seru Krist seraya menyerahkan piring dan gelas yang sudah kosong pada Singto.

"Eh, jangan tidur dulu! Katamu setelah makan langsung tidur bisa jadi gemuk?"

Krist menatap tajam pada Singto. "Kamu mau ngatain aku gemuk?"

"Lho, bukan begitu."

"Aku ngantuk masa' tidak boleh tidur!"

"Iya, boleh. Tapi nanti ya, soalnya kamu habis makan, Sayang." Singto mencoba bersabar. Padahal mana bisa dia sabar, jika dulu dia akan membalas Krist dengan nyolot, kali ini tidak. Karena Singto terlalu cinta. Apalagi tiap detik Krist semakin enak dipandang.

"Tidak mau tau, mau aku gemuk mau kurus, pokoknya aku mau tidur! Bye!" Krist pun menarik selimutnya, dan tidur meninggalkan Singto yang mendengus melihat kelakuan Krist.

"Oke. Good night bawel!"

***

Besok paginya, ketika Singto tengah terlelap, Krist mengalami morning sickness lagi. Namun kali ini tidak sampai mengusik Singto.

Badannya sampai lemas. Tangannya menumpu pada pinggiran washtafel. Ditatapnya pantulan wajahnya disana.

"Sepertinya aku harus mengatakannya sekarang," gumamnya. Lalu meraih test pack positif yang disimpannya.

Krist melangkah keluar. Ia pandangi Singto yang masih lelap. Pikirannya bimbang, ingin mengatakannya sekarang atau tidak. Walaupun pada akhirnya ia kembali menyimpan test packnya.

"Nanti saja, deh!"

.

.

.

Singto memiliki jadwal pagi hari ini. Dan Krist sedang kosong jadwalnya, karena dosen pengampunya hari ini meniadakan kelas. Jadilah pagi itu hanya Singto yang bersiap, sementara Krist yang sibuk masak di dapur masih memakai piyama.

"Good morning, Sweetheart! Hari ini masak apa? Baunya enak sampai kamar," Singto mendekati Krist dan mencium kening, hidung, dan bibirnya.

"Berlebihan, ih! Aku bikin tumis ayam kemangi."

"Wow, pasti enak!"

"Tentu saja."

Singto terkekeh akan kenarsisan pasangannya tersebut. Sembari menunggu Krist selesai, ia menarik kursi makannya. Namun, perhatiannya tertuju pada kotak kado yang ada di mejanya.

"Sayang, siapa yang ulang tahun?"

Krist mematikan kompor. Memindahkan masakannya ke mangkok sayurnya. Lalu membawanya ke meja makan.

"Kamu lupa?"

Singto mengerutkan keningnya. Seingatnya ini bukan ulang tahunnya dan bukan ulang tahun Krist juga.

"Lupa apa?"

Krist menghela napasnya. "Hari ini, hari jadi pernikahan kita yang ke 6 bulan, hehe...."

"Astaga, maaf ... Aku kira kita tidak akan merayakan hal seperti itu mengingat kita menikah karena—kamu tahu, kan?"

Krist mengangguk. "Iya, aku tahu, kok! Dan aku sudah menduga kalau kamu bakalan tidak paham dengan ini. Tapi aku ingin kasih kamu hadiah. Itu hadiahnya."

"Tapi aku belum ada hadiah buat kamu."

"Tidak perlu. Karena hadiah untukmu adalah hadiah untukku juga," ucap Krist seraya menyendokkan nasi dan lauk untum Singto.

"Wow, Kit ... Kenapa kau romantis sekali?"

"Romantis apanya, sudah itu dimakan dulu sarapannya."

"Tapi aku ingin buka—"

"Nanti saja!"

"Oke."

Perubahan yang sangat pesat, Singto jadi sangat penurut dengan apa yang diucapkan oleh Krist. Selesai menyantap sarapannya, Singto penasaran ingin membuka kadonya mumpung Krist sedang mencuci piring.

"Kit, aku buka ya?!"

"Terserah!"

Dirasa sudah mendapatkan ijin, Singto membuka kotak berwarna hijau tersebut. Dan alangkah terkejutnya saat mendapati sebuat alat tes kehamilan dengan tanda garis dua disana. Bahkan untuk mengambil barang tersebut, tangannya gemetar. Matanya sudah berkaca seperti terharu. Tangannya yang bebas, menutup mulutnya yang menganga tak percaya.

"K-Kit...."

"Iya?"

"I-ini?"

Krist yang selesai dengan sibuknya pun mendekati Singto. Berdiri tak jauh darinya. Dapat ia lihat Singto tak bahagia sampai tak bisa berkata-kata lagi.

"Iya, Singtuan. Seperti yang kau lihat."

"Kit, kamu hamil?"

Singto menatap Krist dengan ekspresi yang tak tergambarkan lagi bahagianya. Apalagi saat Krist menjawabnya dengan anggukan kepala. Sontak saja Singto berdiri dan menerjang tubuh Krist kedalam pelukannya. Dia ciumi kepala itu bertubi-tubi. Air matanya tak terasa mengalir. Ia tak menyangka akhirnya di enam bulan pernikahan mereka akan dikaruniai seorang anak.

"Kit, terima kasih, ya Sayang...."

Krist mengangguk dalam pelukannya. "Singtuan senang?"

"Sangat, sangat, sangat senang. Aku bahkan tidak tahu harus mengekspresikan diriku bagaimana. Akhirnya aku akan menjadi Ayah!"

Krist balas pelukan Singto dan tersenyum. Dia senang kalau Singto senang.

"Tapi itu aku belum tahu usia kandunganku."

Singto melepas pelukannya. Menatap Krist dengan mata berbinar. Krist dapat lihat pupil mata Singto membesar, artinya dia sedang sangat bahagia. Krist jadi menghangat rasanya.

"Kalau begitu, hari ini kita ke rumah sakit. Kita periksakan kandungan kamu."

"Tapi kamu ada kuliah—"

"Aku bisa titip absen sama Joss."

"Eh, jangan—"

"Please, Kit ... Hari ini aku mau temenin kamu sama baby. Ya, boleh ya?" Mohonnya sembari mengeluarkan jurus melas.

Akhirnya, Krist pun menganggukkan kepalanya. Mana sanggup dia menolak Singto?

Dan hari itu, Singto pun bolos kuliah demi mengantar Krist ke rumah sakit. Ternyata, janin yang ada dikandungan Krist sudah memasuki minggu ke-3. Singto dan Krist senang sekali mendengarnya. Mereka pun tak sabar untuk memberitahu seluruh anggota keluarganya.

"Kit hamil tiga minggu," ucap Singto di hadapan seluruh keluarganya.

Sorak berderai menguasai kediaman Sangpotirat yang memang menjadi lokasi berkumpulnya dua keluarga tersebut. Tuan Sangpotirat sampai memeluk anaknya dan memberi beberapa wejangan agar menjaga kandungannya dengan baik. Tuan dan Nyonya Ruangroj juga, mereka sangat berbahagia karena akan mendapatkan dua cucu sekaligus.

"Selamat, Bro! Akhirnya menyusul juga. Arm kapan?" ucap Off.

"Nanti juga ketemu jodohnya!" sahut Arm.

"Segeralah menikah, Phi!" kata Krist ikut menimpali.

Gun sudah hamil besar, dia mendekati Krist dengan kepayahan dan memeluknya erat.

"Akhirnya kita hamil bersama," kata Gun.

"Iya. Nanti P'Gun kasih aku tips, ya? Kita berbagi pengalaman," balas Krist.

"Pasti!"

Off dan Singto mengamati kedua orang lucu tersebut. Tampak gemas.

"Lihat, Sing ... Aw, mereka gemas semua. Mana lagi pada hamil. Lucu," ungkap Off dengan ekspresi gemasnya.

"Iya, Phi. Auranya semakin cantik, ya?" timpal Singto yang diangguki oleh Off.

"Wah, iya lucu! Aku melihat dua orang pria seperti om om pedofil disebelahku," sahut Arm.

"Iri bilang, Boss!" seru Off dan Gun bersamaan.

Tbc.

a/n. Maaf slow bgt. Beberapa hari tubuh agak tumbang jadi istirahatnya gasspol. Lalu aku keracunan game Among Us. Wassalam. 🙏

08/Oct/20
XoXo.
Vin hanyalah author bukan impostor :)

Continue Reading

You'll Also Like

182K 18.6K 40
Seorang ibu yang kehilangan anak semata wayang nya dan sangat rindu dengan panggilan "bunda" untuk dirinya Selengkapnya bisa kalian baca aja ya luuvv...
211K 22.7K 25
warn (bxb, fanfic, badword) harris Caine, seorang pemuda berusia 18 belas tahun yang tanpa sengaja berteleportasi ke sebuah dunia yang tak masuk akal...
167K 15.4K 28
[Update: Senin-Selasa] "I think ... I like you." - Kathrina. "You make me hate you the most." - Gita. Pernahkah kalian membayangkan kehidupan kalian...
999K 9.9K 19
Sebelum membaca, alangkah baiknya kalian untuk follow akun wp gw ya. WARNING!!!πŸ”ž YANG GAK SUKA CERITA BOYPUSSY SILAHKAN TINGGALKAN LAPAK INI! CAST N...