Game Over Love [Singto X Kris...

By stroberilongcake

64K 7K 1.1K

[COMPLETE] PERAYA FANFICTION REMAKE Ketika dua orang pecinta game harus menikah karena taruhan. Singto mengaj... More

BLURB + PROLOGUE
#1 - Taruhan
#2 - Apa Benar, Aku Jatuh Cinta?
#3 - Mendapat Restu
#4 - Pernikahan
#5 - Setelah Pernikahan
#6 - Bertemu Pria Idaman
#7 - Kedekatan Joss dan Krist
#8 - Makan Malam
#10 - First Kiss
#11 - Menjalankan Misi πŸ”ž
#12 - Bertengkar
#13 - Cemburu, bilang boss!
#14 - Cara Akur Yang Baik dan Benar
#15 - Berkencan
Hidden Scene πŸ”ž [Bisa di skip]
#16 - Tiket Honeymoon
#17 - Pattaya
Hidden Scene πŸ”žπŸ”ž [Bisa di skip]
#18 - Test Pack Positif
#19 - Krist Dan Ngidamnya
πŸ”ž [Bisa di Skip]
#20 - Game Over, You Win [END]

#9 - Tutorial Membuat Anak πŸ”ž

2.3K 264 43
By stroberilongcake

Terdapat ucapan frontal maap...

***

Krist duduk di tepi ranjang dengan tatapan kosong. Baru terperanjat mengembalikan fokusnya saat Singto masuk ke dalam kamarnya. Iya. Akhirnya Singto dan Krist tidur di kamar Singto yang penuh dengan nuansa monochrome.

"Kau yakin kita akan melakukan seks?" ada nada ragu dalam suara Krist.

Singto enggan jawab. Tapi dia menjulurkan tangannya. Membuka telapak dengan sebuah flashdisk di atasnya.

"Flashdisk?"

Singto mengangguk. "Dari P'Off," katanya.

"Buat apa?" Krist menautkan kedua alisnya.

"Ini isinya video porno berbagai gaya katanya."

"Gila! Ini serius?" Decakan tak percaya datang dari Krist. Dia ambil flashdisk hitam ukuran kecil namun kapasitasnya besar, 512GB. Diamatinya dengan seksama.

"Kita mau nonton dimana? Televisi atau laptop saja?" tawar Singto yang masih setia berdiri dengan wajah pasrah.

Krist mengalihkan pandangannya. Menatap televisi di dalam kamar Singto yang berukuran 64inch. Lalu melirik pada laptop Singto yang tertutup, 14inch. Yang benar saja Singto masih menawarinya.

"Benar-benar hilang kewarasan, ya pakai menawari segala? Memangnya kau mau nonton video tutorial membuat anak menggunakan televisi sebesar itu?" Krist tak habis pikir.

"Maksudmu video porno?" Singto meralat pengucapan Krist.

"Tutorial membuat anak!" balas Krist. "Jadi orang jangan frontal bisa tidak?!"

"Tidak!"

Krist mendengus. Susah bicara sama orang yang memang wataknya menyebalkan. Jadi dia buang muka. Tak peduli dengan Singto yang kini berjalan ke arah meja belajarnya. Meraih laptop lalu duduk di sebelahnya.

"Kita nonton disini saja." Krist hanya membalasnya dengan deheman ringan.

Sebenarnya detak jantung mereka berdebum tidak karuan.  Berpacu dengan tarikan napas yang lebih cepat dari biasanya. Pikiran mereka berkecamuk. Membayangkan apa yang terjadi setelah ini.

Berciuman, melepas baju, melakukan seks tak pernah terbersit dalam benak mereka. Dan sekarang, harus melakukannya.

Saat tangan Singto menancapkan flashdisk ke laptopnya, mereka disuguhi dengan folder-folder dengan nama yang asing.

"Apa itu BDSM?" celetuk Krist saat membaca salah satu folder.

Singto merespon dengan menghendikkan bahu. Karena ikut penasaran jadi ia meng'klik' dua kali folder tersebut. Disuguhkan dengan beberapa video. Dari tampilan awal biasa saja. Namun setelah Singto membuka salah satu videonya. Awalnya biasa saja. Lama-lama kedua mata mereka melebar dengan dahi berkerut dalam. Sampai pada akhirnya—

"What the fuck!"

—heboh. Krist maupun Singto jadi rusuh di dalam kamar. Umpatan bersahutan. Singto yang nyaris membanting laptopnya—melempar ke atas kasur. Krist yang menjauh sampai mundur mentok punggungnya sama headboard. Sedang Singto berdiri, napas tersengal dengan mata menatap horror pada laptopnya yang masih memainkan adegan kekerasan seks.

"Singtuan, matikan!"

"Iya. Iya!" Singto dengan hati-hati; tangannya terulur panjang, kepalanya menengok ke arah lain. Ia mematikan videonya. Berhasil. Singto dan Krist bernapas lega.

"Apa itu tadi?" tanya Krist retoris sambil mengelus dada.

"Gila, kenapa pasangannya di borgol seperti itu?" Singto geleng kepala tak percaya.

"Kakinya diikat juga, matanya ditutup kain. Dia kira sedang main petak umpet apa, ya?" Krist masih blank perihal video yabg ditontonnya baru lima menit tadi.

"Terus itu dadanya ditetesi lilin, lagi spa?" sahut Singto lagi.

"Singtuan, sepertinya BDSM tidak cocok untuk kita," Singto mengangguk setuju.

"P'Off gila, pasti dia melakukan hal seperti itu pada P'Gun. Ck, parah! Mending kita cari video lain saja, ya?" Kali ini Krist yang mengangguk.

Kali ini mereka kembali duduk seperti semula. Singto mengarahkan jarinya ke folder selanjutnya. Seperti sebelumnya, banyak nama asing yang tak dikenal. Singto maupun Krist saling berpandangan.

"Orgy?" Suara Krist lirih. "Apa itu?"

Lagi-lagi Singto menghendikkan bahu sambil menggeleng.

"Buka jangan?"

Karena penasaran, Krist menganggukkan kepalanya agak ragu. Maka dengan itu Singto membuka folder yang berisi kurang lebih sepuluh video.

Asal buka, dan sekarang mereka di hadapkan dengan banyak orang dalam video tersebut.

"Kenapa banyak sekali?" Krist bersuara. "Astaga, mereka kenapa buka baju semua. Itu mereka tidak malu apa? Astaga ... Astaga ... Mereka ngapain itu? Oh, God ... Bergantian!" hebohnya sambil menutupi mukanya dengan telapak tangan, namun jarinya merenggang.

Jika Krist sudah menutupi sebagian muka, maka Singto melongo menonton video itu. "Shit! Ini namanya sex party!" Lalu ia mematikan video tersebut.

Lalu terdengar helaan napas lega dari Krist. Singto menoleh pada Krist.

"Lanjut video lainnya?"

"Yang normal saja tapi, jangan aneh-aneh."

Singto mengangguk. Dengan mengumpulkan keberaniannya kembali, Singto akhirnya membuka satu persatu video. Macam-macam, ada yang versi rape, ada yang threesome, ada juga yang di public.

Pusing sekali rasanya. Krist tak sanggup lagi. Ini sudah video ke dua belas yang mereka tonton tapi tak ada satu pun yang normal. Bahkan tak ada satu pun video yang ditonton sampai selesai. Mereka keburu heboh dan mematikan videonya.

Krist tidak sanggup jika harus menonton video porno seperti itu. Apalagi Singto, mati-matian dia menahan hasrat. Jangan sampai adik kecilnya terbangun seperti waktu lalu. Atau dia akan malu lagi di depan Krist.

Lelah dengan itu, beberapa saat Singto maupun Krist menemukan diri mereka masing-masing terdiam. Krist merebahkan tubuhnya, menatap langit-langit dengan hampa. Sementara Singto duduk di tepi ranjang dengan memangku laptopnya.

"Kit, kurasa video terlalu ekstrim bagi kita. Bagaimana kalau kita cari cara lain saja?" tawar Singto, tiba-tiba angkat suara.

"Singtuan, kau yakin akan melakukan ... Err ... Seks denganku?" Krist mendudukkan tubuhnya. Ia meragu sampai menggaruk dagunya yang tak gatal. Tatapnya tepat lurus pada punggung Singto.

"Daripada jadi gelandangan seumur hidup lebih baik kita tuntaskan ini."

"Kau enak, tinggal celup beres. Aku, harus hamil dulu, gendut dulu selama sembilan bulan. Bayangkan, bagaimana dengan kuliahku? Kau mikir tidak, sih?"

"Ya, itu resikomu, dong!"

"Semuanya jadi kacau. Padahal dari dulu aku inginnya berciuman dan melakukan seks dengan orang yang aku cintai," gerutu Krist. Menerawang dengan raut penyesalan. Bibirnya ia majukan beberapa senti.

Singto meletakkan laptopnya. Duduk menghadap Krist.

"Kau pikir aku mau melakukan seks dengan makhluk jadi-jadian sepertimu?" Krist mendelik dengar ucapan Singto. "Ingat, ya ... Bukan kau saja yang ingin berciuman dan seks dengan orang yang kau cintai. Aku juga!"

"Terus ... Kenapa kau mengajakku nge-seks?" Kali ini nada Krist agak meninggi.

"Ih, siapa juga yang mengajakmu. Kan ini kau duluan yang setuju atas saran P'Off dan P'Arm!"

"Tapi awalnya kau yang iya iya saja untuk memberi mereka keturunan!"

"Tapi ini semua itu gara-gara kau keceplosan. Coba kalau mulutmu itu bisa direm. Pasti tidak ada kejadian seperti ini!"

"Lho, kau menyelahkanku? Hey, Singtuan ... Aku keceplosan juga karena kau!"

"Enak saja kau menyalahkanku? Kau dan mulutmu itu yang salah!"

"Mulutmu itu yang harusnya dijaga! Segala pakai bilang secepatnya memberi keturunan!"

Singto tak terima. Ia membalas ucapan Krist. Krist juga. Akhirnya, malam itu mereka adu cekcok jilid sekian.

"Ini gara-gara kamu, Singtuan!" Krist memukul kepala Singto menggunakan guling. Saking kesalnya.

"Ini gara-gara kamu, Kit!" Tak ingin kalah, Singto memukul Krist menggunakan bantal.

Dan malam itu, selain cekcok mereka juga adu pukul menggunakan bantal guling. Tak hanya itu, mereka juga saling sepak, jambak, dorong dan saling banting bagai permainan smack down.

"Aw! Singtuan, sakit!" pekik Krist mengusap pinggangnya. Singto baru saja membanting tubuhnya setelah panjangnya pertempuran.

"Bagaimana, enak 'kan? Rasakan ini!" Singto menggebuk Krist menggunakan guling berkali-kali.

"H-hey, Singtuan ... Pelan-pelan!"

Sementara itu, keluarga Ruangroj yang mendengar keributan pun berkumpul di depan kamar Singto. Nyonya Ruangroj sudah memerah mukanya. Berbeda dengan Off, Gun, dan Tuan Ruangroj yang tersenyum penuh arti.

"Astaga, aku tak menyangka anak kita sudah dewasa," ucap Tuan Ruangroj.

"Adik yang selalu merengek padaku sekarang sedang membuat bayi, aku juga tak menyangka, Pho ...," timpal Gun.

"Singto benar-benar hebat. Dengar suaranya, Kit sampai kualahan," Off terkikik.

"Ck! Kalian ini ... Ada-ada saja. Sudah, ah ... Mae mau tidur!" Nyinya Ruangroj yang sudah teramat malu memilih untuk beranjak.

Sepeninggalan Nyonya Ruangroj, Off mengeluarkan ponselnya. "Aku harus katakan ini pada Arm."

***

Paginya, Singto dan Krist disambut dengan tatapan penuh godaan di ruang makan. Mereka bingung dan canggung sekaligus. Setiap gerak-geriknya serasa diamati oleh anggota keluarga mereka.

"Kit pasti lelah ...," Gun ambil suara sembari memakan nasi gorengnya.

"Hah?" Krist terkesiap tak mengerti. Tapi ia mengangguk saja biar cepat urusannya. "Iya. Lelah."

Tapi justru respon tak terduga didapatnya. Mereka senyum-senyum aneh, menurut Krist.

"Singto kasar, ya?" pertanyaan ini muncul dari Tuan Ruangroj.

Jika yang dimaksud Tuan Ruangroj permainan semalam, maka yang ada di pikiran Krist ada perlakuan Singto padanya semalam.

"Dia mana pernah berlaku halus, dia suka kasar!" gerutu Krist masih kesal mengingat hal semalam.

Responnya lebih parah. Tuan dan Nyonya Ruangroj tersedak. Gun menjatuhkan sendoknya. Sementara Off menyemburkan minumannya.

"Eh, kalian kenapa?" Singto menatap heran pada anggota keluarganya.

"Sing, jangan kasar-kasar dong, sama Kit-nya!" tegur Nyonya Ruangroj setelah menandaskan minumannya.

"Sing tidak kasar Mae, Kit-nya saja yang minta dikasarin!" elak Singto dan itu menimbulkan spekulasi lain. Membuat mereka tak bisa berkata lagi.

"Tapi, Sing ... Enak tidak?" Gun mendelik pada Off yang melontarkan pertanyaan frontal menurutnya.

Singto yang ditanya pun menjawab dengan polos. "Enak, kok!"

Off keburu tersenyum penuh arti sebelum semua itu runtuh saat Singto meneruskan jawabannya. "Saking enaknya, ini aku mau nambah nasi gorengnya. Buatan Mae selalu enak!"

Seluruh anggota keluarga cengo, kecuali Singto dan Krist. Mereka semua tahu maksud Off, tapi yang ditanya justru tak mengerti. Kenapa malah nasi goreng?

"Maksudku, yang semalam Sing. Enak tidak?" Off kembali memancing.

"Astaga, kenapa obrolannya makin panas!" gumam Nyonya Ruangroj mengipasi dirinya sendiri.

"Oh, yang semalam?" Mereka tersenyum lega saat Singto mulai mengerti. Sedang Krist diam saja. Ia benar-benar tak mengerti. "Kalau yang semalam enak, Phi!"

Nyonya Ruangroj dan Gun sudah memerah mendengarnya. Apalagi Singto mengatakannya seolah dia benar-benar puas. Tuan Ruangroj terkekeh, ia jadi teringat masa mudanya dulu.

"Pasti kau tidak akan melupakannya," ujar Off.

"Mana bisa melupakannya. Kari pedas buatan Mae juara, tapi ada yang lebih juara lagi ... Sop ayam buatan Kit enak sekali. Semalam itu merupakan makan malam yang hebat!"

Mendengar celotehan Singto, seketika mereka tergelak. Kecuali Off yang kini memandangnya kesal. Ternyata, Singto belum paham juga. Kenapa beloknya justru ke makanan? Apakah kata enak harus ditujukan pada makanan?

Sedang Krist tersenyum lembut dengan wajah memerah. Ia tak menyangka, Singto memuji masakannya di depan anggota keluarga.

***

Di perjalanan, Krist menerima telpon dari Arm. Jika biasanya Arm sekedar bertanya kabar dan basa-basi saja, maka kali ini agak beda.

"Semalam sudah melakukannya?" Pertanyaan Arm ini sontak membuat Krist melirik Singto yang fokus mengemudi.

"Melakukan apa, Phi?" Krist balik tanya. Nadanya ragu. Dan Singto pun menoleh pada Krist yang kini kembali fokus pada ponselnya.

"Masa' tidak paham? Itu lho ... Hubungan suami istri, buat anak."

"B-buat anak, ya? Emh ... Itu ...," Krist melirik pada Singto lagi seolah minta bantu jawaban. Singto yang mengerti pun hanya menganggukkan kepala. "Iya, Phi ... Tenang saja. Nanti kami berikan hasil nyata, hehe ...."

"Oke. Kit, ingat ya ... Pernikahan bukan hal main-main. Kenapa Phi menyuruh kalian memberikan hasil nyata, agar kalian tau tanggung jawab dibalik janji pernikahan itu juga nyata. Bukan sekedar dua orang berpasangan saja. Ada kehidupan selanjutnya yang harus dijalani bersama. Saling membantu dan mengasihi. Mengerti?"

"Iya, Phi ... Mengerti."

"Oke, kalau begitu sudah dulu, ya ... Salam buat Singto. Dan ingat, kami akan selalu memantau kalian. Biar kalian tidak aneh-aneh."

"Iya, Phi."

Setelahnya panggilan berakhir. Krist menyimpan ponselnya sambil menghela napas.

"Sepertinya kita salah langkah sejak awal. Harusnya aku tidak mengikuti permainan bodohmu. Bagaimana bisa aku menyerahkan tubuhku padamu?"

"Semuanya sudah terlanjur, sekarang yang harus kita pikirkan ... Bagaimana cara membuat anak yang baik dan benar?" timpal Singto.

Krist memijat pangkal hidungnya. Sepertinya kali ini masalahnya lebih besar lagi.

***

"Widih ... Diantar Singto lagi, nih? Ada yang lagi dekat nih, kayaknya! Sudah mengkrabkan diri ceritanya? Atau ... Masih akting?"

Cerocos Nammon sebagai penyambut kedatangan Krist. Tapi Krist tak meresponnya. Lebih memilih berlalu dengan Nammon yang mengekori.

Satu yang membuat Nammon salah fokus, air muka Krist tampak jauh dari kata semangat. Benar-benar tak ada cerahnya sama sekali.

"Eh, kok ada yang mendung tapi bukan cuaca? Kenapa, nih?"

Krist menghentikan langkahnya, berbalik memandang Nammon yang nyengir tanpa dosa.

"Bisa diam tidak?" Nammon hanya mengulurkan kedua jempolnya dengan senyum bodoh meringis.

Sebenarnya Nammon sangat penasaran dengan apa yang terjadi pada Krist. Bahkan sampai kelas mereka bubar pun Krist belum buka suara perihal suntuknya dia. Akhirnya Nammon ikut diam daripada merusak suasana hati Krist.

Di sepanjang selasar, Nammon memang berjalan dengan Krist beriringan. Tapi tak ada obrolan seperti biasanya. Krist sibuk dengan pikirannya sendiri. Nammon tau itu.

Tidak betah didiamkan lama-lama, Nammon geram juga. Tak sabaran. Ia melontarkan pertanyaannya. Siapa tahu Krist mau buka suara.

"Ada masalah apa, sih? Cerita sini."

Helaan napas terdengar dari Krist. Ia mengacak rambutnya frustasi. Nammon menduga ini adalah masalah berat.

"Mon, tutorial membuat anak itu bagaimana?

"HAH?"

***

Nammon masih kaget. Dia menyeruput minuman jeruknya dengan buru-buru. Krist yang duduk di hadapannya menanti dengan sabar.

"Jadi ... Masalahnya kakakmu dan kakak iparmu sudah tau kalau kalian menikah karena taruhan?"

Krist mengangguk lesu.

"Terus karena waktu makan malam, Singto menyanggupi permintaan Ayahmu untuk memberikan cucu?"

Krist mengangguk lagi.

"Dan karena itu kakakmu dan kakak iparmu menekan kalian untuk memberi mereka anak, kalau tidak mereka mengancam untuk membeberkan rahasia kalian?"

Lagi-lagi Krist mengangguk.

"Ya, kalau begitu buat saja. Toh gampang kok buat anak. Kalian tinggal rajin-rajin seks sampai kau hamil," ucap Nammon enteng.

Plak!

Krist memukul kepala Nammon. Ia juga mendelik pada sahabatnya itu, benar-benar tidak membantu sama sekali. Di kira melakukan seks segampang itu apa?

"Masalahnya, cara buatnya gimana?" tanya Krist lirih.

Sontak, Nammon tergelak. Ia tak menyangka Krist akan sepolos ini mengenai reproduksi. Krist yang di tertawai seperti itu merengut sebal.

"Kit, kau serius tidak tahu?" Nammon menatap tak percaya.

"Ck, P'Off sudah memberikan video tutorial membuat anak pada kami."

"Maksudmu video porno?" jelas Nammon yang mendapati pukulan lagi di tangannya kali ini.

"Kau ini sama saja dengan Singto. Frontal."

Nammon terkekeh. "Iya, iya ... Tutorial membuat anak. Terus?"

"Terus ... Bagaimana, ya?" Rasanya ia kehilangan kata-kata untuk dijabarkan. "Aku tau cara seks. Tapi masalahanya, kami tidak tau mulai dari mana. Ibarat di dunia game itu kita sama-sama noob. Singto maupun aku tidak pernah melakukan seks sebelumnya. Jadi kita itu bingung harus apa dulu biar kami terangsang. Nonton video porno terlalu ngeri dan itu tidak berhasil, yang ada kita malah ribut. Jadi aku sedang berpikir cara biar kita bergairah sama pasangan kita itu apa—Kau mengerti 'kan maksudku?"

Nammon mengangguk sambil menyimak, menikmati celotehan Krist juga es jeruk miliknya yang tinggal separo.

"Kit ... Kalian tidak ... Impoten, kan ya? Atau Singto yang impoten?" Nammon tanya hati-hati.

"Impoten?"

"Iya. Disfungsi ereksi. Tidak bisa tegang."

"Singto pernah ereksi, kok!" sahut Krist dengan suara yang tidak bisa dibilang lirih. Sontak beberapa mata di kantin tersebut menoleh padanya, Krist kepalang malu segera menutup mulutnya sambil menundukkan kepala. Reaksi Nammon, terbahak sampai menekan perutnya. "Sialan! Ini gara-gara kau!" umpatnya.

"Oke. Dia pernah ereksi. Tapi apa yang dia lakukan padamu setelahnya?"

Krist menggeleng. "Dia lari ke toilet. Masturbasi sepertinya."

Nammon menepuk jidatnya. "Dan kau sendiri, pernah ereksi?"

"Sialan! Bisa ganti pertanyaan tidak, sih? Kau membuatku malu saja!"

"Sudah, jawab saja ...," desak Nammon.

"Ya, pernahlah!"

"Terus, masturbasi juga?" Krist mengangguk.

"Astaga, Kit ...," Nammon mengacak rambutnya frustasi. "Kalian ini, bodoh atau bagaimana, sih?"

"Lalu aku harus melakukan apa, dong?"

"Telanjang di depan Singto. Goda dia sampai dia nafsu dan menerjangmu!"

Plak!
Plak!
Plak!

"Aw, aw! Kit, hentikan! Aku becanda!"

Krist memukuli Nammon yang sudah sembarangan bicara. Enak saja telanjang. Ingatkan Krist jika dia terlahir dengan harga diri tinggi. Mana mau dia menjatuhkan harga dirinya di depan Singto seperti itu. Cukup dia dipermalukan dengan kalah taruhan. Tidak lagi dengan hal seperti ini. Jika ada yang menjatuhkan harga dirinya, orang itu adalah Singto, bukan dirinya.

"Aku hanya becanda!" jelas Nammon setelah Krist menghentikan aksinya.

"Becandamu tidak lucu! Ada cara lain selain telanjang? Pokoknya aku tidak mau menjatuhkan harga diriku di depan dia."

"Bagaimana kalau diawali dengan ciuman? Ciumannya harus intens. Dari ciuman itulah muncul hawa nafsu. Nanti naluri juga akan bekerja sendiri. Dan jangan lupa untuk membeli lube agar ketika senjata Singto memasuki lubangmu, tidak terlalu sakit."

"Memangnya seperti itu sakit, ya?" tanya Krist polos.

"Sakitlah! Lubangmu diisi benda asing. Bayangkan saja itu."

"Tapi di video mereka menikmatinya," Krist memiringkan kepalanya.

"Cuma awalnya saja sakit. Nanti juga nikmat pada akhirnya. Makanya, pakai lube agar sedikit licin. Jadi masuknya lancar walaupun lubangmu sempit."

Krist mengangguk paham.

"Ngomong-ngomong ... Kok kamu tau hal beginian?"

Nammon gelagapan. Salah tingkah sambil mengaduk minumannya dengan sedotan tidak santai.

"Itu ... Ah, itu tidak penting. Yang jelas, lakukan seperti kataku tadi. Awali dengan ciuman."

"Ciuman, ya?" Krist membeo. "Tapi aku tidak pernah berciuman sebelumnya"

Nammon hendak menanggapi namun ucapannya terhenti sampai tenggorokan saja kala sebuah suara menginterupsi.

"Krist ...."

Dari arah belakang, Krist merasa ada yang memanggil. Nammon lebih dulu menatap pria itu. Krist menoleh ke belakang.

"P'Joss ...."

Joss mendekati mereka. Tidak duduk. Hanya berdiri di samping Krist. Joss sekilas menatap Nammon yang sibuk menyeruput minumannya.

"Aku mencarimu. Tadi aku tanya sama beberapa anak. Mereka bilangnya kamu di kantin. Makanya, aku kesini."

"Ada apa?"

"Mau ajakin kamu makan siang. Kamu ... Belum makan siang, 'kan?" Joss mengamati meja Krist; hanya ada dua minuman.

"Belum, kok! Ini tadi cuma pesan minum saja. Lagi mau ngobrol sama Nammon," jelas Krist.

"Bagus, deh ... Ayo, kita makan di luar saja!" Joss mengulurkan tangannya.

Sebenarnya Krist agak kaget dengan perlakuan Joss. Bahkan dia sampai melirik ke arah Nammon yang kini melongo melihatnya.

"O-oke ...."

Krist meraih tang Joss. Rasanya seperti kesetrum. Tangan Joss besar dan hangat. Krist suka. Dalam genggaman Joss, dia nyaman. Tak hentinya berhenti senyum.

"Pinjam temannya dulu, ya ...." Ucap Joss pada Nammon yang masih linglung. Dia mengangguk pelan.

"Nammon, aku pergi dulu, ya? Bye!" Tampak wajah Krist cerah. Teramat cerah malah. Sampai-sampai terlihat ada semburat merah muda seperti remaja jatuh cinta. Nammon mengedipkan matanya beberapa kali.

Sepeninggalan Krist, Nammon bingung. Sebenarnya suami Krist itu Joss atau Singto, sih?

Tbc.

Anjimmm aku ngetik apaan ini menk??? 🙃🙃🙃

28/Agt/'20

XoXo
Vin.

Continue Reading

You'll Also Like

56.9K 5.3K 68
Kisah fiksi mengenai kehidupan pernikahan seorang Mayor Teddy, Abdi Negara. Yang menikahi seseorang demi memenuhi keinginan keluarganya dan meneruska...
395K 14.5K 85
Katanya, tidak ada persahabatan yang abadi antara laki-laki dan perempuan. Lalu bagaimana jika keduanya menemukan seseorang yang berhasil meraih temp...
367K 30.6K 58
Kisah si Bad Boy ketua geng ALASKA dan si cantik Jeon. Happy Reading.
1M 10K 19
Sebelum membaca, alangkah baiknya kalian untuk follow akun wp gw ya. WARNING!!!πŸ”ž YANG GAK SUKA CERITA BOYPUSSY SILAHKAN TINGGALKAN LAPAK INI! CAST N...