Game Over Love [Singto X Kris...

By stroberilongcake

64K 7K 1.1K

[COMPLETE] PERAYA FANFICTION REMAKE Ketika dua orang pecinta game harus menikah karena taruhan. Singto mengaj... More

BLURB + PROLOGUE
#1 - Taruhan
#2 - Apa Benar, Aku Jatuh Cinta?
#3 - Mendapat Restu
#4 - Pernikahan
#5 - Setelah Pernikahan
#6 - Bertemu Pria Idaman
#7 - Kedekatan Joss dan Krist
#9 - Tutorial Membuat Anak 🔞
#10 - First Kiss
#11 - Menjalankan Misi 🔞
#12 - Bertengkar
#13 - Cemburu, bilang boss!
#14 - Cara Akur Yang Baik dan Benar
#15 - Berkencan
Hidden Scene 🔞 [Bisa di skip]
#16 - Tiket Honeymoon
#17 - Pattaya
Hidden Scene 🔞🔞 [Bisa di skip]
#18 - Test Pack Positif
#19 - Krist Dan Ngidamnya
🔞 [Bisa di Skip]
#20 - Game Over, You Win [END]

#8 - Makan Malam

1.7K 269 11
By stroberilongcake

Audi hitam milik Singto tiba di kediaman mewah Ruangroj. Hal yang tak pernah Krist kira adalah Singto membukakan pintu untuknya. Tak hanya sampai disitu, pria itu juga mengulurkan tangannya untuk digandeng. Krist manut. Alasannya biar kelihatan mesra.

Karena merasa sudah berumah tangga sendiri, ketika pulang ke kediaman orang tuanya, Singto masih memiliki yang namanya sopan santun; mengetuk pintu. Suara Gun menyahut dari dalam. Tak berapa lama kemudian terbuka. Tampak cengiran Gun sampai terlihat lesung pipinya yang sebelas dua belas seperti milik Krist.

"Ahh ... Kalian sudah datang!" hebohnya. "Ayo, masuk!" Gun menggandeng tangan Krist. Menariknya masuk lebih dulu.

Singto mengekori dua orang tersebut. Di ruang tengah, keluarga mereka berkumpul kecuali sang ibu yang sepertinya sibuk di dapur.

"Kita bantu Mae siapin makan malam," ujar Gun pada Krist. Dan Gun pun menarik Krist menuju dapur.

"Hey, Singto sini ... Sini ...," panggil Off melambaikan tangannya. Tampak empat orang pria dewasa sedang bergurau.

Singto mendekat. Tangannya tiba-tiba di tarik oleh Off. Hingga dia terduduk di tengah-tengah antara Off dan Arm.

"Ada apa, sih?" tanya Singto.

"Bagaimana kehidupan pengantin baru kalian? Seru tidak?" Arm bertanya.

"Arm ... Astaga, kau penasaran dengan kehidupan pernikahan adikmu. Makanya segeralah menikah," sahut Tuan Sangpotirat.

"Ck, Pho ... Aku hanya memastikan kalau Kit benar-benar dijaga dan dibuat bahagia olehnya," tunjuk Arm pada Singto dengan dagunya. Lalu atensinya kembali penuh pada Singto. "Jadi ... Bagaimana?"

"Err ... Anu ... Itu ...." Singto mendadak bingung harus jawab apa. Dibilang bahagia, mereka selalu cekcok hal tidak berguna. Dibilang menyedihkan tapi Krist selalu memasakkannya makanan enak dan bisa menjadi teman main game. "Ya ... Begitulah, seru kok, seru ...."

Hanya itu yang bisa ia ucapkan sambil mengangguk meyakinkan. Tapi hal itu membuat wajah Off menampakkan senyum mesum. Singto yang sekilas melihat itu pun merasakan perasaan yang tak enak.

"Pasti kalian melakukannya tiap malam, 'kan?" Off mencolek pinggang Singto.

Sedang Singto sendiri yang sudah antisipasi pertanyaan ini pun segera mengedarkan pandangannya. Arm, Ayah dan Ayah mertuanya tampak menunggu jawabannya dengan senyum tak kalah ngeri dari Off.

"Itu ... Kami ...," Singto menggigit bibir bawahnya. Bingung harus jawab apa.

Jangankan meniduri Krist, menciumnya saja dia belum pernah. Betapa hebatnya dia belum menyentuh istri sendiri padahal pernikahan sudah menginjak minggu kedua. Entah ini harus dibanggakan atau disesali. Jujur saja, Singto sedikit khawatir. Pernikahannya terjadi karena taruhan. Jika dia meniduri Krist sebatas formalitas, bukankah itu akan menyakiti Krist?

"Off, pertanyaanmu membuatnya malu sampai dia bingung harus jawab apa," suara Tuan Ruangroj menginterupsi sembari terkekeh melihat tingkah Singto.

"Pho, aku kan juga ingin tahu. Katanya, seks bisa meningkatkan keharmonisan rumah tangga! Apalagi nereka masih pengantin baru pasti sedang bergairah-gairahnya!"

Tuan Sangpotirat dan Tuan Ruangroj tertawa. Berbeda dengan Arm yang justru bertanya pada Off.

"Benarkah? Apa kau dulu seperti itu Off?"

"Bahkan sampai sekarang!" jawabnya sembari tertawa kencang. Disusul oleh tawa yang lainnya.

Kecuali Singto. Dia benar-benar diam. Wajahnya memerah. Rasanya malu dengan pembahasan intim seperti ini. Jadi ia memilih beranjak.

"Mau kemana? Kau belum jawab pertanyaanku," Off menahan.

"Aku mau ... Menyusul Kit di dapur," jawabnya asal. Tapi justru menghadirkan seruan godaan dari kedua Ayah dan kakak iparnya tersebut.

Ketika Singto ke dapur, ia melihat Krist sedang mengaduk isi panci. Sementara Gun dan ibunya menata makanan di meja makan.

"Masak apa?" bisik Singto tiba-tiba.

Tangannya tergerak merengkuh pinggang Krist dari belakang dan mendekapnya erat. Rasanya nyaman. Tubuh Krist serasa pas dalam dekapannya.

Krist tampak menegang. Kaget. Tapi dia tidak berbuat apa-apa. Masih terus memasak dan Singto masih memeluknya dari belakang.

"Kau ini apa-apaan, sih? Lepas tidak?" lirih Krist.

"Ini agar mereka tidak curiga," balas Singto tak kalah lirih.

"Ya, tapi ... Haruskah dengan peluk-pelukan seperti ini?"

Singto menundukkan kepala dan menyandarkan dagunya di pundak Krist. Mencium aroma citrus yang menguar lembut. Menenangkan. Singto terbawa suasana sampai hendak menutup mata. Menghirup banyak-banyak wanginya.

Krist bergidik. Ia sedikit risih. Beberapa kali mencoba melepas tangan Singto tapi tak berhasil. Justru Singto menggodanya dengan mendekap lebih erat. Krist mencubit kecil kulit punggung tangannya. Singto mengaduh kencang. Sampai melepas dekapannya.

"Kau ini kasar sekali!" gerutu Singto.

"Mau aku cubit seperti tadi atau kusiram kuah sop yang panas ini?"

Singto berdecak. "Kita sedang di rumah orang tuaku. Jadi kita harus mesra."

"Tapi di sini tidak ada siapa-siapa! Pasti kau curi-curi kesempatan. Bilang saja kalau kau mulai menyukaiku, pakai alasan pura-pura segala lagi!"

"Jangan terlalu percaya diri! Mungkin kau yang menyukaiku," balas Singto. Krist mencibir. Lalu mematikan kompornya. Ketika Krist hendak beranjak, Singto memegang lengannya. "Eh, boneka jelek tadi dari siapa?"

Krist menatap Singto frustasi. "Bukankah sudah kubilang itu bukan urusanmu?"

"Tapi aku harus tau. Tidak mungkin kau beli boneka sendiri. Seperti perempuan saja!" lirihnya di akhir kalimat.

"Iya. Aku perempuan, kenapa?" Krist mengangkat kepalanya menantang. Tangannya berkacak pinggang.

"Coba lihat?" Dengan setengah membungkuk, Singto seolah mengintip bagian selangkangan Krist.

"Ih, apaan, sih?!" Krist menutupi bagiannya dengan telapak tangan.

"Coba lihat, katanya perempuan?" ejek Singto masih ngeyel, bahkan menarik tangan Krist untuk tidak menutupi bagiannya.

"Singtuan apaan, sih? Hey ... Aku becanda! Kau gila?!" Krist panik apalagi Singto berusaha menarik celananya.

Singto tertawa. Dia masih ingin menggoda Krist yang menahan bagian pinggang celananya sembari sibuk merapatkan kakinya agar Singto tak semakin kurang ajar.

"Astaga, apa yang kalian lakukan!" pekik Nyonya Ruangroj kaget melihat posisi Singto dan Krist. Tak hanya Nyonya Ruangroj, ada Gun yang melebarkan matanya.

Bagaimana tidak kaget kalau yang mereka lihat adalah, tangan Singto dan Krist berada di celana Krist; terlihat seperti hendak membuka celana.

Singto segera melepas tangannya. Krist juga. Berdehem salah tingkah. Nyonya Ruangroj dan Gun kemudian terkikik.

"Kau ini kenapa mengganggu Kit masak? Sudah tidak betah, huh?" goda Nyonya Ruangroj.

Hawa panas merambat ke wajahnya, Krist yakin sekali kalau sekarang wajahnya memerah malu. Dia tahu maksud ibu mertuanya. Siapapun yang melihat posisi mereka pasti berpikiran yang iya iya.

"Tidak. Bukan begitu. Aku ...," Singto tak melanjutkan ucapannya. Ia melirik Krist yang diam saja sambil malu.

"Ya, sudah ... Sana, kalian ke meja makan! Semuanya sudah berkumpul. Biar Mae saja yang bawa sop ayamnya."

Tak menunggu lama Singto lebih dulu kabur. Krist menatapnya dengan jengkel.

***

Makan malam berjalan dengan khidmat. Seluruh anggota keluarga menikmati hidangannya. Bahkan Tuan Ruangroj sempat memuji sop ayam buatan Krist. Tak ada percakapan serius, hanya obrolan ringan saja selagi makan. Terkadang mereka disuguhkan dengan Off yang memanjakan Gun sampai mendapat cibiran dari Singto.

Krist sejak tadi hanya diam. Dia masih malu dengan kejadian di dapur. Masih kesal juga dengan Singto yang seolah tak terjadi apa-apa.

"Sebenarnya, kalian mengundang kami ada acara apa? Tumben?" Singto akhirnya menanyakan hal yang sejak kemarin malam mengganggunya. Tidak mungkin mereka mengumpulkan seluruh anggota keluarga kalau bukan untuk membicarakan sesuatu.

"Jadi ... Sebenarnya aku yang mau kasih tau berita ini," Gun angkat bicara. Semuanya menyimak. Gelagat Off yang tiba-tiba meraih tangan Gun tak luput dari pengamatan mereka semua. Nyonya Ruangroj hanya mengulum senyum melihat keduanya.

"Gun hamil," celetuk Off yang membuat seluruh anggota keluarga terkejut senang. Kecuali Nyonya Ruangroj yang memang sudah tahu.

"Benarkah?" Krist tampak berbinar, ikut senang mendengarnya. "Selamat P'Off ... P'Gun. Akhirnya, ya ...."

"Ai'Off, kau akan menjadi seorang Ayah, bro!" Arm antusias sekali. Off dengan sombong menaik turunkan alisnya.

Satu kabar bahagia itu disambut riuh. Mereka mengucapkan selamat serta pengharapan yang baik pada pasangan tersebut.

"Wah, tak menyangka aku akan menjadi seorang Paman," ucap Singto.

Tawa dan bahagia mengiringi keluarga Ruangroj malam itu. Bahkan Krist sampai lupa dengan rasa malunya perihal kejadian di dapur.

"Oh, ya ... Singto sama Krist kapan menyusul?" tanya Tuan Sangpotirat. Tuan Ruangroj tampak setuju dengan pertanyaan besannya tersebut.

Krist yang hendak minum menghentikan pergerakannya di udara. Melirik pada Singto yang nyengir. Pria itu remat sendok garpunya kuat.

"Tujuan menikah, 'kan punya keturunan. Walaupun tidak sekarang, pasti kalian ada rencana," tambah Nyonya Ruangroj. Diamini seluruh anggota keluarga semakin membuat kedua pasangan itu panik. Tampak dari pergerakan matanya.

Kemudian Krist lanjut minum, buru-buru. Tenggorokannya mendadak kering. Membicarakan tujuan menikah membuatnya tersindir keras. Jika orang lain memiliki tujuan menikah untuk mendapatkan keturunan dan sebagainya, maka Krist dibingungkan dengan tujuan pernikahannya dengan Singto. Sampai sekarang, ia tak tahu pernikahan seperti apa yang sedang mereka jalani.

"Secepatnya, kok!" balas Singto asal, yang membuat Krist seketika tersedak. Ia mendelik ke arah Singto.

Secepatnya?

Apa pria itu benar-benar gila?

***

"Punya otak tidak, sih?" Krist teramat kesal dengan suaminya ini. Bahkan tangannya terlipat ke depan dada. Kedua alisnya bertaut.

Kini mereka berada di taman belakang kediaman Ruangroj. Ngobrol berdua. Keluarga yang lain berkumpul di ruang tengah, bercengkrama. Singto sama Krist beralasan cari angin.

"Kenapa kau menjawab seperti itu? Bagaimana kalau mereka mengharapkan kehadiran anak diantara kita?" desak Krist.

Singto diam sejenak. Dia tahu Krist tengah marah sekarang. Jelas. Ini di luar skenario mereka. Dia juga kaget, kenapa tadi mulutnya berkata seperti itu dihadapan seluruh keluarga. Tapi semua sudah terlanjur.

"Ya sudah, sih ... Kasih saja?! Lagipula kau juga bisa hamil. Apa susahnya?"

Reaksi pertama saat Krist mendengar jawaban Singto yang enteng adalah memukul kepalanya. Yang dipukul pun mengaduh dan mengusap kepalanya.

"Sembarangan kalau bicara! Apa maksudmu? Kita berhubungan badan begitu?"

"Kan kita suami istri, apa salahnya?" Singto tak mau kalah.

"Otakmu yang salah! Kau hidup saja sudah salah. Bahkan bertemu denganmu itu sebuah kesalahan terbesar dalam hidupku!" geram Krist. "Kau itu, bodoh, tolol, apa bego, sih? Ingat, ya ... Kita menikah itu karena taruhan!"

"APA TARUHAN?!"

"KALIAN GILA, YA?!"

Suara nyaring bersahutan itu membuat Singto maupun Krist terperanjat. Mereka menoleh ke arah sumber suara dengan bola mata yang melebar dan kompak.

"P-P'Arm ... P-P'Off," Krist tergagap.

Arm dan Off mendekati keduanya. Melempar tatapan bengis juga kecewa. Krist menundukkan kepala. Merutuki mulutnya yang tak bisa dikontrol. Sementara Singto beku. Benar-benar kaku. Hanya bisa menatap kedua kakak iparnya dengan tatapan takut-takut.

Tadinya, Arm dan Off melihat pasangan itu seperti sedang cekcok. Karena penasaran, mereka—lebih tepatnya Arm mengajak Off untuk mendekati adik-adiknya. Lagipula, mereka cukup kebosanan dengan pembahasan orang tua mereka. Jadilah mereka ke belakang rumah. Namun yang didapati adalah pengakuan yang membuat mereka sangat terkejut.

"Ada apa dengan kalian, hm? Kenapa kalian lakukan ini?" Off tanya. Nadanya rendah. Singto makin menciut, apalagi Krist.

"Aku tak menyangka kau mengajak adikku menikah karena taruhan. Berarti selama ini kalian membohongi kami?" Arm menuntut penjelasan. Ekor matanya menatap lebih pada Singto.

"P'Arm, P'Off maaf ...," sesal Krist.

Kini tatapan Arm beralih pada sang adik. Nyalang. Arm tak pernah sekesal ini. Sebandel-bandelnya Krist yang menghabiskan waktunya untuk main game, Arm hanya berkacak pinggang sambil ngomel yang dibalas dengan bibir pout oleh Krist. Tidak seperti ini. Auranya membuat Krist ciut. Merasa terintimidasi.

"Dan kamu juga ... Bisa-bisanya mengikuti permainan bodoh seperti itu? Bagaimana kalau Pho tau? Kau mau Pho jatuh sakit lagi seperti waktu dulu? Sudah cukup Pho kecewa dengan kejadian yang membuatnya menyesal. Sekarang kau ingin mengulangi lagi? Membuat Pho kecewa? Padahal Pho hanya ingin anaknya bahagia. Ketika kau membawa laki-laki ini ke rumah—" Arm menunjuk Singto. "— Pho takut kalau kau akan disakitinya, tapi laki-laki ini terus membuktikan kalau dia pantas untukmu. Sampai Pho percaya, benar-benar percaya bahwa dia laki-laki yang sangat bertanggung jawab. Kamu mengerti tidak, sih?!"

Krist sontak mengangkat wajahnya. Meraih lengan Arm, mencengkramnya ringan.

"Iya. Aku ngerti. Maaf kalau Kit buat  P'Arm marah. Tapi Phi, please ... Jangan sampai Pho tau," tatapnya memohon. "Kit tidak mau membuat Pho kecewa."

Bahkan matanya sudah berkaca-kaca. Ia tak bisa membayangkan kalau Pho-nya tau dan marah besar padanya. Hal terburuknya adalah Pho kecea padanya sampai jatuh sakit. Krist tak menginginkannya. Cukup dulu, ketika Pho cukup kecewa dengan New, kakak keduanya.

Singto melihat Krist tampak menyesal sekaligus panik. Ia jadi merasa bersalah sudah menyeret Krist ke masalah yang awalnya hanya sepele kini menjadi runyam.

"Kau juga, Sing ...," Off bersuara. Singto mengalihkan pandangannya pada Off. Menelan salivanya berat saat mata sipit itu menatapnya tajam. "Aku memang kakak iparmu, tapi aku sangat tau kalau kau begitu menyayangi keluargamu. Dari kecil kau tak pernah pisah sama mereka. Apa-apa diturutin. Dimanja. Bahkan jadi anak paling kesayangan sampai sekarang. Bagaimana kalau mereka juga tau kau membohongi mereka seperti ini? Pasti mereka kecewa, dan mungkin mereka akan menyita semua fasilitasmu. Yang paling parah kau bisa-bisa dicoret dari ahli waris lalu kau diusir dari rumah. Tidak diakui anak lagi," Off mendramatisir.

Namun itu membuat kedua bola mata Singto melebar seketika. Bayangan hidup menggelandang mampir dalam benaknya. Sejak kecil hidupnya bergelimang harta, minta apa saja tinggal bilang dan tak menunggu lama sudah di depan mata. Tak hanya itu, ayah, ibu, dan kakaknya sangat perhatian dan menyayanginya. Rasanya, nyaris tak pernah melihat mereka marah padanya. Bagaimana jadinya kalau itu semua lenyap?

"Eh, jangan dong, Phi!" Seperti yang dilakukan Krist, Singto memohon dengan memegangi lengan Off. "Aku mohon, jangan bilang pada mereka."

"Tapi ini fatal Singto," Off memasang muka serius.

"Makanya jangan bilang mereka. Aku tidak mau dicap sebagai anak yang mengecewakan, aku tidak siap kalau jadi gelandangan," Singto menunduk.

"Aku juga, aku tidak mau jadi anak yang mengecewakan walaupun kenyataannya benar-benar mengecewakan," cicit Krist yang ikut menunduk. "Aku mohon, jaga rahasia ini sampai aku bebas dari permainan dia ini!" tudingnya pada Singto.

"Permainan apa?" Singto membela diri. Menatap Krist penuh menantang.

"Taruhan ini 'kan idemu?"

"Hey, ini juga gara-gara kau!"

"Memang aku kenapa?" Krist berkacak pinggang dengan wajah melawan. "Itu kamunya saja yang bodoh. Tidak bisa main game, sok sok-an mengajakku bertanding. Ya, jelas kalahlah!"

"Eh, jangan sombong, ya ... Kau menikah denganku itu karena kau kalah dariku. Ingat?" Singto ikutan berkacak pinggang dengan wajah mendongak menantang.

"Waktu itu kau pasti curang, 'kan?!" Krist semakin maju.

"Curang apa? Sorry, aku tidak pernah berbuat curang!" Singto ikut maju.

"Seorang noob sepertimu memang bisa apa selain curang?" ejek Krist.

"Enak saja kalau bicara! Siapa yang kau maksud noob? Kau merasa dirimu pro begitu?"

"Ya memang aku pro. Buktinya aku gampang menang, bahkan turnamen besar sekalipun," Krist tak mau kalah.

"Kau—"

"Hey, sudah sudah! Kenapa kalian malah ribut?!" Off melerai. Bahkan memotong ucapan Singto yang hendak membalas perkataan Krist.

"Dia yang mulai!" Singto menuduh Krist.

"Kok, aku? Kau yang mulai!" balasnya.

"Kau!"

"Kau!"

"Kau!

"Kau!"

Off dan Arm benar-benar pusing menghadapi kedua anak adam di depannya ini. Sudah mirip anak TK rebutan permen.

"Kau, Kit!"

"Kau, Singtuan!"

"STOP!" teriak Arm. Mampu menghentikan mereka. "Kalau kalian masih ribut, aku dan Off akan membocorkan rahasia kalian. Biar kalian diusir dari rumah. Mau?"

"Jangan!" Kompak. Singto dan Krist memekik bersama.

"Sekarang begini, aku tanya sama kalian. Selama ini kalian menikah itu melakukan apa saja?" Arm penasaran. Jika mereka menikah tanpa landasan cinta, lalu apa yang dilakukan dua orang ini di apartemen?

"Main game," Singto jawab dengan pose berpikir.

"Kuliah, main game, mengerjakan tugas, nongkrong sama Nammon ...," Krist juga melakukan hal yang sama.

Off dan Arm tepuk jidat. Bukan jawaban seperti ini yang mereka mau.

"Terus ... Video yang kita kasih kado pernikahan itu buat apa? Jangan bilang kalau kalian belum melakukan hal yang dilakukan suami istri pada umumnya?" tebak Off.

"Maksudmu melakukan hal seperti di video yang kau berikan waktu itu?" Singto balik tanya.

"Ya, sejenisnya. Atau mungkin Kit melayani suami dengan baik, dan sebaliknya?" Off benar-benar gemas sekali.

"Untuk apa aku melayaninya? Tidak penting sekali!" jawab Krist sewot.

"Kit, dia suamimu!" tegur Arm.

"Suami hasil taruhan," ralat Krist yang membuat Off maupun Arm menghela napas. Tak mengira jika sebenarnya Singto dan Krist tak semesra kelihatannya. Justru yang ada seperti anjing dan kucing.

Tapi dari sini, Off maupun Arm dapat menyimpulkan jika Singto dan Krist memang benar-benar belum melakukan itu. Off melirik Arm yang juga meliriknya. Sebuah senyum tersungging tipis. Keduanya tau maksud dari pikiran masing-masing.

"Oke. Kalian tidak ingin kita bilang ke keluarga kalian masing-masing, 'kan?" Off angkat bicara. Diangguki oleh kedua sejoli korban taruhan tersebut. "Tapi dengan syarat!"

"Apa?"

Krist dan Singto memandang keduanya penasaran. Off dan Arm berpandangan sejenak. Seolah-olah mereka berkomunikasi melalui mata.

"Karena selama ini kalian belum melakukan hal yang dilakukan oleh suami istri pada umumnya maka, kami minta kalian mulai melakukannya malam ini!" Final Off.

"HAH?!" pekik Singto dan Krist.

"P'Off, kau becanda?" Krist panik. Dan Off menggeleng sebagai jawabannya.

"Aku tidak becanda, Kit. Kau tidak ingat apa kata Ayahmu tadi? Dia sudah menunggu kehadiran cucu."

"Ya, kalau tidak mau terserah, sih ... Kita bisa mengatakannya pada mereka kalau kalian menikah bohongan. Biarkan mereka kecewa lalu memisahkan kalian dan mengusir kalian dari rumah, tidak dianggap sebagai anak," tambah Arm dengan enteng.

"P'Arm ...," rengek Krist.

"Ancaman kami tidak main-main Kit, Sing ...," Kata Arm.

Seketika pikiran Singto dan Krist kalut. Singto bisa saja melakukan hubungan badan dengan Krist tapi masalahnya, Krist orangnya sangat anti padanya. Bahkan hanya untuk formalitas sekalipun. Kalau Krist menolak, itu artinya Off dan Arm akan membocorkan semuanya dan dia jadi gelandangan. Astaga, Singto tak mampu lagi membayangkannya.

Sementara Krist, sangat kalut. Di satu sisi dia tak ingin ayahnya tau dan kecewa. Tapi di sisi lain, dia juga tak mau memberikan tubuhnya ke orang yang bukan ia cintai. Impiannya selama ini tentang first kiss, first sex, dan segala hal tentang asmaraloka hanya untuk orang yang benar-benar ia cintai.

Off dan Arm sangat sabar menunggu keputusan dua sejoli ini. Sampai—

"Kalian sedang apa disitu?"

—Nyonya Ruangroj menegur mereka. Singto dan Krist kian panik. Off dan Arm siap menggoda.

"Ada Mae ... Cepat jawab atau aku akan membeberkannya sekarang juga!" ancam Off penuh penekanan.

Di mata Singto dan Krist, Off benar-benar seperti peran antagonis sekarang. Dan Arm yang tersenyum miring adalah peran pembantu antagonis. Sial. Mereka tertindas.

"Oh, ya ... Singto sama Kit malam ini tidur disini saja, ya?" lanjut Mae.

Tak kunjung mendapat jawaban dari Krist dan Singto, membuat Off ingin menjahili keduanya.

"Mae! Aku mau bicara sesuatu!" teriak Off.

Panik. Krist dan Singto terperanjat kepanikan. Sontak keduanya mengangguk.

"Iya. Oke. Oke. Kita akan melakukannya!" jawab Krist. Didukung dengan anggukan oleh Singto.

Off tersenyum puas. Begitu pula dengan Arm.

"Ada apa, Off?" Mae yang tadinya sudah masuk ke dalam rumah pun kembali menginjakkan kakinya di halaman belakang.

"Cuma mau bilang, kalau Singto dan Krist mau menginap disini."

Nyonya Ruangroj berdecak. Kemudian tersenyum menatap Singto dan Krist. "Baguslah, kasihan kamar Singto sudah dua minggu kosong terus. Kalian tidur disana, ya?"

"I-iya Mae ...," jawab Singto dan Krist dengan gugup.

Sepeninggalan Mae, Off dan Arm menatap penuh pada Singto dan Krist.

"Kit, Singto ... jangan bohongi kami lagi. Phi pernah bilang juga 'kan sama Kit kalau menikah bukan hal yang main-main. Kami minta hal seperti ini, agar kalian bertanggung jawab atas janji pernikahan kalian sendiri," tutur Arm.

"Khab, Phi ... Tapi Kit tidak cinta sama Singtuan. Juga tidak benci sama Singtuan," cicit Krist. "Bagaimana kita akan melakukan hal seperti itu?"

"Sama seperti kau menyetujui taruhan bodoh kalian. Bagaimana bisa kau melakukan hal seperti itu? Anggap saja ini konsekuensi karena kalian sudah mempermainkan pernikahan."

Off mengangguk setuju dengan apa yang diucapkan Arm. Krist dan Singto menyimak dengan seksama.

"Berikan kami hasil nyata. Buktikan kalau kalian manusia yang bertanggung jawab. Dan jangan berani-beraninya untuk kepikiran berpisah. Karena perceraian ada karena sesuatu hal yang memang benar-benar tak bisa dipertahankan lagi. Hubungan kalian tidak masuk dalam kategori itu. Ingat, aku seorang pengacara. Jadi aku tau itu," kali ini Off menuturi adik-adiknya. Iya. Walaupun Off terkesan suka becanda namun dia juga bisa serius.

Krist dan Singto mengangguk patuh.

"Sing ...," panggil Off.

"Khab, Phi?"

"Gunakan little Sing mu dengan baik, ya? Jangan sampai membuat Kit teriak kesakitan," pesan Off.

"P'OFF!"

Off tertawa. Segera berlalu bersama Arm. Meninggalkan Singto yang berteriak kesal dan Krist yang menunduk malu. Wajahnya sudah memerah panas.

Off dan Arm ber-high five dalam tawa. Dua kepala itu ternyata satu pemikiran dan satu pula tujuannya: kalau Krist dan Singto belum cinta, maka harus dibuat jatuh cinta. Apapun caranya.

Kira-kira seperti itu konsepnya.

Tbc

Lama ga update.

26/Agt/'20
Xoxo. Vin

Continue Reading

You'll Also Like

685K 42.8K 31
Menceritakan tentang kehidupan 7 Dokter yang bekerja di rumah sakit besar 'Kasih Setia', mulai dari pekerjaan, persahabatan, keluarga, dan hubungan p...
56.6K 3.1K 7
meskipun kau mantan kekasih ibuku Lisa😸 (GirlxFuta)🔞+++
86.2K 4K 22
[ 18+ Mature Content ] Gerald Adiswara diam diam mencintai anak dari istri barunya, Fazzala Berliano. Katherine Binerva mempunyai seorang anak manis...
216K 23.3K 26
warn (bxb, fanfic, badword) harris Caine, seorang pemuda berusia 18 belas tahun yang tanpa sengaja berteleportasi ke sebuah dunia yang tak masuk akal...