Game Over Love [Singto X Kris...

By stroberilongcake

64K 7K 1.1K

[COMPLETE] PERAYA FANFICTION REMAKE Ketika dua orang pecinta game harus menikah karena taruhan. Singto mengaj... More

BLURB + PROLOGUE
#1 - Taruhan
#2 - Apa Benar, Aku Jatuh Cinta?
#3 - Mendapat Restu
#4 - Pernikahan
#5 - Setelah Pernikahan
#6 - Bertemu Pria Idaman
#8 - Makan Malam
#9 - Tutorial Membuat Anak 🔞
#10 - First Kiss
#11 - Menjalankan Misi 🔞
#12 - Bertengkar
#13 - Cemburu, bilang boss!
#14 - Cara Akur Yang Baik dan Benar
#15 - Berkencan
Hidden Scene 🔞 [Bisa di skip]
#16 - Tiket Honeymoon
#17 - Pattaya
Hidden Scene 🔞🔞 [Bisa di skip]
#18 - Test Pack Positif
#19 - Krist Dan Ngidamnya
🔞 [Bisa di Skip]
#20 - Game Over, You Win [END]

#7 - Kedekatan Joss dan Krist

1.7K 251 16
By stroberilongcake

Jadi ini yang namanya keanehan dunia. Semenyebalkannya Singto dan secuek-cueknya dia terhadap Krist, tak pernah yang namanya menggandeng tangan menuju mobilnya yang terparkir di basement apartemen.

Perlakuannya lembut. Jika biasanya mereka berebut kamar mandi, kali ini Singto lebih mengalah. Walaupun Krist tetap mengomel saat melihat Singto menyingkirkan sayuran di piringnya. Tapi selebihnya Singto berubah.

"Aku curiga di apartemen yang kita tempati itu ada penunggunya," Krist bersuara saat mereka berada di dalam mobil.

"Hah? Maksudmu?" Singto menoleh sekilas sebelum kembali fokus mengemudi.

"Ya ... Aneh saja. Tidak ada angin, tidak ada hujan tiba-tiba kau baik padaku. Dan memberiku tumpangan ke kampus. Kau sadar tidak sih, apa yang kau lakukan ini?"

Singto mengangguk. "Aku sadar, kok!"

"Terus?" Krist masih menuntut penjelasan.

"Aku cuma latihan saja. Soalnya nanti 'kan  kita makan malam di rumah Mae, masa' iya nanti kelihatan kaku. 'Kan aneh?" jawabnya enteng.

"Oh."

Seharusnya biasa saja. Tapi Krist merasakan ada yang tidak nyaman di dalam dadanya. Jadi dia memilih diam, sampai tiba di kampus. Singto juga tak membuka pembicaraan sama sekali setelahnya.

"Nanti selesai jam berapa? Aku jemput, ya?" tanya Singto saat Krist membuka seatbeltnya.

Sebenarnya Krist masih merasa aneh dengan perlakuan Singto yang seperti ini. Terlalu halus, sedang keseharian mereka penuh dengan cekcok. Masih belum terbiasa.

"Ehm ... nanti aku kirim pesan kalau sudah selesai." Singto mengangguk, dan Krist pun turun dari mobil.

Dari kejauhan Nammon dengan minuman jeruknya mengamati Krist yang turun dari mobil. Segera ia mendekati Krist yang berjalan masuk ke dalam gedung kuliah mereka.

"Kit!" panggilnya.

"Ah, Nammon ... Kebetulan sekali aku haus!" Krist langsung merebut minuman Nammon. Yang punya iya iya saja. Dia masih bingung dengan apa yang dilihatnya barusan.

"Aku yakin barusan bukan mobilnya P'Arm," Nammon berucap dengan ekspresi berpikir. "Tidak mungkin juga taksi online. Kebagusan mobilnya. Terus diantar siapa?"

Tentu saja kebagusan, mobil audi hitam itu tampak mewah dan mentereng. Hanya orang-orang kalangan kelas atas yang memilikinya.

"Orang gila," jawab Krist singkat.

Nammon tahu siapa yang dimaksud oleh Krist. Sontak matanya melebar. "S-serius?! Tadi itu Singto? Gila ...."

"Iya. Memang gila dia."

"Kok bisa, sih? Kalian akur? Oh, atau kalian habis ...," Nammon memperagakan jari tangannya mengerucut, membentuk seperti paruh. Lalu menyatukannya, seperti berciuman. Lebih mendukung lagi bibir Nammon yang ikutan mengerucut.

"Apaan, sih?! Tidak. Bahkan kami belum apa-apa. Hanya ...," suara Krist lirih diakhir kalimatnya.

"Hanya apa?"

"Tadi kami bergandengan tangan," Nammon sudah bersiap mengeluarkan jurus godaannya namun diurungkan saat Krist melanjutkan bicaranya. "Eh, tapi itu cuma latihan, soalnya nanti kami ada acara makan malam di rumahnya. Biar tidak kelihatan kaku."

Baru Nammon mencibir. "Latihan atau mulai suka?"

"Suka? Sama makhluk begituan?!" Krist menggeleng tak percaya. Ia menyerahkan minuman Nammon agak kasar. Kemudian berlalu meninggalkan Nammon yang tertawa.

"Jangan terlalu benci nanti kalau cinta ribet urusannya!" teriak Nammon yang masih di dengar oleh Krist. Sampai ia berbalik hanya unjuk pamer jari tengahnya pada Nammon.

***

Ketika dosen mengakhiri kelas, Joss menghampiri bangku Singto. Tangannya menenteng tas. Sedang tangannya yang bebas tiba-tiba merangkul bahu Singto.

"KFC apa tom yum dekat halte?" Joss menawari makan siang.

Singto yang lagi beres-beres bukunya pun melirik sekilas pada Joss.

"Duh, sorry ... Makan siang sendiri, ya? Aku ada perlu soalnya," kata Singto yang kini berdiri dari duduknya. Tangan Joss terlepas dari rangkulan Singto.

"Tumben ada perlu? Mau mabar?"

Biasanya kalau Singto bilang ada perlu itu berarti mabar, setahu Joss begitu. Singto mengangguk asal. Entah itu hanya alasan atau memang benar mabar, Joss tak peduli.

"Ya, sudah kalau begitu aku duluan," pamit Joss yang diangguki Singto. Sampai luar Joss menggumam. "Makan siang sama siapa, ya?"

Sesaat wajahnya cerah ketika menemukan seseorang yang hendak diajaknya makan siang.

Sementara itu, sepeninggalan Joss, Singto mengeluarkan ponselnya. Membuka nama kontak Krist. Terlihat bimbang.

"Telpon tidak, ya? Apa langsung saja? Bagaimana kalau ternyata dia masih ada kelas? Ah, kirim pesan saja kali, ya?" monolognya.

Akhirnya, Singto menuliskan sederet pesan yang ia kirimkan pada Krist.

To Krist:
Kelasmu kapan selesai? Makan siang denganku, buat latihan nanti malam. Kutunggu di depan fakultasmu...

Setelahnya, Singto beranjak.

***

Nammon bilang, ia mau ke toilet dulu. Krist menunggunya di depan fakultas. Mereka hendak makan siang bersama. Karena Nammon tak kunjung selesai, Krist mengeluarkan ponselnya. Namun keningnya berkerut saat mendapati ponselnya mati. Ia merogoh tasnya, berharap ada power bank. Nihil. Krist tak mendapatkan apapun.

"Ck! Kit ... Kenapa lupa tidak di charger, sih?! Mana lupa bawa power bank," gerutunya.

Krist kembali memasukkan ponselnya saat suara tegas itu menyapa namanya lembut.

"Krist ...."

Yang punya nama segera mengangkat wajahnya. Menoleh ke arah sumber suara dan seketika dahinya berkerut. Itu Joss. Krist mengedipkan matanya beberapa kali. Ketika fokus penglihatannya jelas, ada senyum Joss yang manis masuk ke retinanya. Membuat Krist lemas saja rasanya.

"P-P'Joss?" Krist tergagap. Sepersekian detik netranya mengedar. Mencari seseorang yang barangkali menempeli Joss. "Ngapain kesini? Sendirian?"

Dua pertanyaan sekaligus itu dijawab dengan awalan kekehan dari Joss. "Iya. Sendirian. Kamu lagi cari Singto, ya?"

"Dia tidak bersamamu?" to the point.

"Tidak. Katanya ada perlu. Biasa, mabar," Krist jawab dengan 'oh' saja. "Kamu selesai kelas ini?"

"Iya, baru selesai. Mau makan siang."

"Kebetulan, dong!"

"Hah?" Krist tak mengerti. Tanpa sadar tangannya terangkat, menggaruk pelipisnya.

"Aku kesini mau ajak kamu makan siang. Mau makan di sini atau di tempat lain?"

"Di tempat lain, sih ...," jawabnya agak ragu. Maksudnya, memang Krist hendak makan siang bersama Nammon di tempat lain. Tapi Joss keburu menangkap tangannya yang bebas.

"Ya, sudah ayo! Kita cari tempat makan," Joss sudah menariknya.

"Eh, tapi Nam—" Krist tidak jadi meneruskan kalimatnya. Otaknya berpikir cepat. Kalau dia bilang Nammon, takutnya Joss mengajaknya juga. Ini kesempatan untuk menikmati waktu bersama Joss berdua. Kapan lagi?

Jadi Krist membiarkan Joss membukakan pintu mobil untuknya. Dan mereka pun pergi bersama.

Tepat saat itu, Nammon datang celingukan seperti bocah hilang yang mencari ibunya. Matanya sudah jeli mengedar luas mencari sahabatnya itu. Tapi tak ketemu juga.

"Kit? Kemana dia? Katanya menungguku di sini? Kok, hilang?" gumamnya. "Hmm ... Pasti ditinggal nih, aku."

Nammon berkacak pinggang kesal. Ia baru saja melangkah pergi saat seseorang menghadangnya.

"Temannya Krist, 'kan?" sebutnya. Nammon mengangguk heran. Ia tahu pria ini tapi aneh saja jika orang itu datang ke fakultas mereka.

"P'Singto, ada apa?"

"Ah, kau tau aku ternyata." Seperti menemukan hal berharga, Singto menghela napasnya lega. "Mana Krist?"

"Hilang."

"Hah, hilang? Kok, bisa?!" seru Singto heboh membuat Nammon kaget.

"Ya, mana aku tau!" Nammon tak kalah heboh. "Tadi aku ke toilet. Dia menungguku disini. Tapi tiba-tiba hilang."

Singto berdecak. Ia mengeluarkan ponselnya. Mengintip pesannya yang belum di balas. Berinisiatif untuk menelpon tapi hanya operator yang menjawab. Ponsel Krist mati.

"Ya, sudah kalau begitu. Thanks," ucap Singto kemudian berlalu.

Nammon terdiam tapi ekor matanya tak lepas dari Singto. Dahinya sedikit berkerut heran.

"Tadi pagi, berangkat bareng. Sekarang dia mencari Kit. Hmm ... Apa memang sudah akur, ya? Eh, tapi kalau dilihat-lihat Singto tampan, kenapa Krist tidak minat? Krist itu bodoh sekali, sih ... Pria tampan seperti Singto masa' ditolak. Kalau aku jadi dia, banggalah. Aku pamerin ke seluruh dunia."

***

Hatchi!

Krist bersin. Tangannya menutup sebagian wajahnya. Dia sedang bersama Joss di sebuah tempat makan.

"Eh, kenapa?" Joss segera menyerahkan tisu pada Krist. Diambilnya tisu tersebut untuk membersihkan hidungnya yang mendadak gatal.

"Sepertinya seseorang sedang membicarakanku," kata Krist setelah membuang tisunya.

Joss terkekeh. "Kamu itu ada-ada saja. Masa' percaya sama mitos begituan?"

"Ya, habisnya tiba-tiba aku bersin." Krist mengerucutkan bibirnya. Bagi Joss itu sangat imut. Sampai dia tak sadar menarik pipi Krist dengan gemas.

"Kamu itu menggemaskan sekali, sih!"

Diam. Bersemu. Melayang. Mungkin tiga kata itu yang menggambarkan Krist sekarang. Joss benar-benar mampu membuatnya tertunduk seperti seorang perawan jatuh cinta.

Jika barusan Krist dibuat melayang karena pujian dari Joss dan cubitan di pipinya. Kali ini ia dibuat terpesona saat Joss memesan makanan yang banyak sayurannya.

"P'Joss suka sayuran?" tanya Krist antusias.

"Sangat."

"Kita sama."

"Benarkah?"

Krist mengangguk semangat. "Iya. Bahkan aku suka salad sayur. Berbeda dengan Singtuan."

"Singtuan?" Joss menaikkan sebelah alisnya.

"Err ... Maksudku Singto," Joss mengangguk paham. "Dia paling anti sayur."

Joss tersenyum. "Iya. Dia paling tidak suka dengan sayuran."

"Makanya, aku itu kesal kalau dia menyingkirkan sayuran dari piringnya. Dia benar-benar membencinya. Pantas saja badannya kurus kerempeng begitu."

Mereka mulai memakan makanan yang di pesan. Sepanjang makan siang tersebut, Joss lebih banyak mendengar Krist yang memceritakan tentang Singto. Joss hanya menanggapinya dengan iya atau kekehan saja. Entahlah, dia sedikit kurang nyaman.

"Semenyebalkan itu ya, Singto?" Joss menanggapi. Krist baru saja bercerita kalau Singto tidak pernah membersihkan apartemen. Bahkan dia membuang bungkus snack sembarangan. Benar-benar jorok dan membuat Krist jengkel karena lelah membersihkannya.

"Iya. Dan yang paling menjengkelkan adalah waktu kita mabar, dia AFK. Terus tiba-tiba muncul di menit surrender. Jadinya kita tidak dapat free star surrender. Endingnya jangan ditanyakan lagi. Aku benar-benar jengkel dengan kelakuannya dia. Terkadang, dia juga feeder. Arrgghh ... Menyebalkan pokoknya. Sepertinya dia punya dendam pribadi padaku. Apa gara-gara dia kalah? Tapi kan aku menikah dengannya juga karena dia menang. Astaga, aku tidak mengerti jalan pikirannya," cerocosnya dengan menggebu-gebu.

Joss hanya angguk-angguk kepala, pasalnya ia tak mengerti tentang dunia game yang barusan diceritakan Krist. Mungkin dia memiliki kesamaan makanan dengan Krist, tapi tidak dengan hobi. Tapi disisi lain, Joss bisa menikmati ekspresi jengkel yang menggemaskan dari wajah Krist.

"Oh, ya Krist ... Kamu masih ada kelas?" tanya Joss mengalihkan pembicaraan.

"Sebenarnya ada, tapi kelas kosong. Dosennya lagi ada workshop."

"Ikut aku, yuk?"

"Kemana?"

"Jalan-jalan. Sebentar saja, kok!"

Krist melirik jam tangannya yang menunjukkan pukul setengah dua siang. Masih ada waktu tiga jam setengah untuk pergi ke rumah mertuanya. Jadi Krist menganggukkan kepala.

"Tiga jam cukup? Soalnya nanti aku harus ke rumah mertuaku."

Joss sebenarnya ingin lebih. Tapi ketika Krist mengucapkan kata 'mertua', rasanya ia diingatkan kembali jika Krist sudah bersuami, dan itu dengan sahabatnya sendiri. Ya, walaupun mereka tidak saling cinta tapi tetap saja mereka sah di mata Tuhan dan negara.

"Oke."

***

Dan disinilah mereka, berkeliling mall. Joss mengajak Krist berbelanja beberapa barang. Seperti baju, sepatu, bahkan buku. Krist heran saja, kenapa Joss suka sekali berbelanja.

"Ini bagus tidak?" tanya Joss pada kemeja putih garis-garis.

"Bagus ...," jawab Krist. Mengangguknya lemah. Jujur saja ia tak terlalu mengerti fashion. Selama ini yang ada di pikirannya adalah push rank dan segala tetek bengek dalam dunia game.

"Eh, sebentar ... Ini sepertinya juga bagus," tunjuk Joss pada jas berwarna hitam. "Aku coba ini juga, deh!"

Krist menunggu dengan sabar. Hingga ketika Joss keluar dari ruang pass, Krist terpana. Joss tampak sepuluh kali lipat menawan. Atau bahkan lebih. Sampai-sampai membuat Krist tak dapat berkedip sama sekali. Cara bernapas dengan baik dan benar saja dia nyaris lupa.

"Bagaimana Krist?"

"Seperti keturunan dewa surga," ucapnya tanpa sadar.

"Apa?" Joss memastikan pendengarannya.

"Eh, m-maksudku ... Kau cocok," Krist segera menunduk memainkan jarinya. Gugup ditambah malu. Joss justru senyum. Gemas melihat tingkah Krist.

"Apa aku terlihat tampan?"

"Sangat," jawaban Krist spontan dengan kepala terangkat. Sedetik kemudian ia menutup mulutnya. Merutukinya.

Joss semakin gemas, jadi dia mendekatkan wajahnya pada wajah Krist. Beradu tatap membuat Krist salah tingkah. Bahkan aroma aquatic yang kuat ditubuh Joss membauinya.

"Kamu lucu. Aku suka," bisik Joss.

Mungkin kalau ditensi dalam keadaan seperti ini, Krist yakin detakan jantungnya bisa seratus lebih denyut per-menit. Cepat sekali mengalahkan jaguar yang mengejar mangsanya.

Krist tak dapat membalas perkataan Joss. Dia kehilangan jutaan kata dalam otaknya. Yang tersemat hanyalah Joss, senyumnya, dan kalimat barusan.

Sementara Joss makin mengembangkan senyumnya melihat Krist yang ia yakin masih kaget sekaligus terpana padanya.

"Aku mau ganti dulu, lalu kita ke kasir."

Hanya untuk mengangguk saja, rasanya berat. Krist tak bisa mengontrol dirinya sendiri sekarang.

Selesai dari kasir, Joss mengajak Krist bermain di game zone. Mereka menghabiskan waktu yang tersisa. Memainkan apa saja seperti tidak punya lelah. Krist maupun Joss tampak bahagia, apalagi kupon yang mereka dapat sangatlah banyak sampai bisa menebus satu boneka Squirtle berukuran sedang.


"Kok, bisa pas?" gumam Krist saat menerima bonekanya.

"Apanya?"

"Squirtle. P'Joss tau tidak, aku sangat suka dengan Squirtle."

"Itu Pokemon, 'kan?" Krist mengangguk. "Kenapa memangnya?"

"Ya, soalnya dia lucu saja. Selain itu dia punya kemampuan berenang dengan kecepatan tinggi."

"Kamu suka berenang?"

"Suka."

"Sama. Bagaimana kalau kapan-kapan kita renang bareng. Mau?"

"Mau. Mau. Mau." Krist tampak antusias sekali. Bahkan sampai dia nyaris lupa kalau sekarang sudah pukul lima sore.

Joss Wayar benar-benar mengalihkan dunia seorang Krist Perawat.

***

Singto mondar-mandir di dalam apartemennya. Gun dan ibunya sudah menelponnya beberapa kali untuk segera datang ke rumah mereka. Bahkan Arm menelponnya untuk menanyakan keberadaan Krist. Tapi Singto beralasan kalau Krist masih ada kelas. Padahal dia saja tidak tahu Krist kemana. Nomornya belum juga aktif.

"Astaga, dia itu bisa tidak, sih ... Tidak membuat orang lain khawatir?!"

Tak berapa lama kemudian, suara pintu apartemen terbuka. Sontak Singto menghampiri.

"Darimana saja?!" Nadanya setengah meninggi. Ada kekhawatiran di dalam sana.

"Apaan, sih?" Krist mengerutkan keningnya. Ia tak pernah melihat Singto se-khawatir ini.

Singto salah fokus pada boneka Squirtle yang dipeluk Krist. "Itu dapat darimana?"

"Bukan urusanmu," Krist berlalu.

Jengkel. Singto merasakan rasa kesal yang teramat pada Krist.

"P'Gun dan Mae dari tadi menelpon. Bahkan katanya nomormu tidak bisa dihubungi. Sampai P'Arm menghubungiku juga. Kemana saja? Kau tidak lupa, 'kan hari ini kita ada janji makan malam bersama mereka?"

"Aku ingat, kok! Maaf, tadi ponselku habis baterai."

"Kau ingat tapi kau pulang terlambat. Bahkan tidak menghubungiku. Habis jalan-jalan ya, sampai mendapatkan boneka segala?"

"Terlambat hanya sebentar saja kau sudah mengajak ribut seperti ini. Lagipula siapa kau, aku harus menghubungimu? Dan ya, aku habis jalan-jalan. Puas?"

"Aku suamimu, kau tidak lupa, 'kan?" Singto tersenyum miring.

"Suami hasil taruhan maksudmu?" Krist mendecih. "Kita menikah karena main-main, ya ... Diluar itu kita bukan siapa-siapa!"

Singto mencibir tanpa suara. Membuat Krist ingin menimpuknya sekarang juga. Wajah Singto sangat menyebalkan sekali.

"Terus kau barusan pergi sama siapa?"

"Aku pergi sama siapa itu juga bukan urusanmu. Itu kawasanku, jadi kau tak perlu tahu."

Singto menatapnya sebal. Entah kenapa dia benar-benar jengkel mendengar jawaban Krist. Belum lagi boneka itu. Seperti anak sendiri, Krist memperlakukan boneka itu dengan lembut. Meletakkannya di atas sofa dengan pelan.

"Terserahlah. Yang jelas cepat persiapkan dirimu. Jangan lama-lama, aku tunggu disini!"

Krist mencibir tanpa suara seraya berjalan menuju kamar mereka. Singto itu bawel sekali.

Selagi menunggu Krist, Singto meraih boneka milik Krist tersebut. Mencekik dan melemparnya ke lantai dengan kasar. Bahkan sempat meninju wajah boneka tersebut.

"Hey ... Boneka jelek, gara-gara kau ini pasti! Menyebalkan sekali!" Singto memarahi boneka Squirtle yang tergeletak tak berdosa. "Lagipula, dia dapat ini darimana, sih!"

Tbc.

a/n. Bang gila ya? Marah2 sama boneka?

Hayo tebak...sebenernya Singto ini udah suka sama Kit apa belom?

23/Agt/'20

XoXo
Vin.

Continue Reading

You'll Also Like

157K 21.3K 29
start : 11/02/24 end : 05/05/24 plagiat menjauh cok! hanya halu gak usah bawa ke dunia nyata! CERITA KE 26.
166K 15.3K 28
[Update: Senin-Selasa] "I think ... I like you." - Kathrina. "You make me hate you the most." - Gita. Pernahkah kalian membayangkan kehidupan kalian...
359K 29.8K 56
Kisah si Bad Boy ketua geng ALASKA dan si cantik Jeon. Happy Reading.
76.1K 6.5K 16
[ RION KENZO MIKAZUKI ] adalah ketua mafia dari Mikazuki AV Rion kenzo Mikazuki mafia Italia, ia terkenal dengan kekejamannya terhadap musuh maupun...