Ruang Rindu Ariel

Par ddrddr_

44.6K 5.9K 468

[COMPLETE] dipublis 1 Agustus 2020 - tamat 20 Januari 2021 POV 3 rate: 17 (teen) Blurb: Marga Atmaja rupanya... Plus

1.
2.
3.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
15.
16.
17.
18.
19.
20.
21.
22.
23.
24. End-

4.

2K 267 46
Par ddrddr_

Bila cinta tak menyatukan kita
Bila kita tak mungkin bersama
Ijinkan aku tetap menyayangimu
~
Iwan Fals - Ijinkan Aku Menyayangimu

***

Taman bunga yang mirip seperti alun-alun jadi tempat pemberhentian Ariel dan cowok yang memboncenginya. Mesin motor dimatikan. Ariel segera turun dari boncengan lalu melepas helm dengan sedikit tergesa, membuat cowok yang memboncenginya melirik. Cowok itu juga baru mau melepas helm meski masih berada di atas motor.

"Gue hutang nyawa sama lo, jadi gue terima soal delapan bulan itu," ucap Ariel cepat, sama sekali tak berpikir soal apa itu waktu yang tepat untuk bicara.

Rama mengernyit setelah helm fullface lepas dari kepalanya. Ia lalu turun dari motor, menyusul Ariel yang sudah berjalan menjauh karna kelihatan tak betah untuk berada di dekat Rama.

Setelah berhasil mengejar, Rama memasukkan kedua tangan ke saku celana. Ia melirik Ariel yang berada di sampingnya. Kening wanita itu mengernyit dalam.

"Tapi ada satu syarat," ucap Ariel setelah mengingat.

"Apa?"

"Gue bakalan terima semua perhatian dari lo selama delapan bulan, tapi gue nggak mau selama itu lo buat gue jatuh cinta." Tubuh Ariel menegang ketika mengucapkan itu, apalagi begitu menoleh dia melihat Rama tersenyum tipis. Ketegangannya makin menjadi.

"Kalo gue mau?" tantang Rama lebih santai.

"Lo nggaj sinting 'kan, Ram?" Ariel mendengkus tak habis pikir, lalu semakin mempercepat langkah dan meninggalkan Rama di belakang.

Bukan maksud Ariel ingin memancing perihal jatuh cinta, tetapi dia tak mau sesuatu yang harusnya dibenci, berubah untuk disayangi.

Melihat Ariel menghindar, Rama kembali mengejar. Lagi-lagi ia melihat wajah Ariel begitu suntuk. Mungkin memang Ariel hanya punya satu ekspresi ketika menghadapi Rama. Selalu cemberut, tetapi cantik. Itu juga menurut Rama.

"Gue salah buat lo jatuh cinta?" gumam Rama membuat Ariel menoleh. Sudah jelas ia tahu Ariel akan mengumpat, tapi cewek itu menahan.

"Selama sekolah lo belajar biologi, 'kan? Ngerti apa itu incest? Lo sinting, hah?"

Rama menggeleng singkat. "Lupain. Jadi mulai besok kita berangkat berdua."

Sekali lagi, Ariel tak habis pikir pada apa yang keluar dari mulut Rama. Cewek itu kembali mempercepat langkah meninggalkan Rama lagi untuk berhenti ke sebuah kedai pinggir alun-alun. Judul dari kedai tersebut merupakan Angkringan Enduls. Beberapa gorengan hangat dan aneka nasi bungkus dipamerkan membuat Ariel langsung mengambil duduk di salah satu kursi.

"Pak! Es teh satu!" pesan Ariel pada bapak penjual angkringan.

Rama yang melihat kelakuan Ariel dari jarak lumayan jauh hanya tersenyum tipis, lalu pergi menyusul cewek itu.

Untuk pertama kali Rama bisa berduaan dengan Ariel yang selalu menolak keberadaannya. Rama ikut mengambil duduk di samping Ariel begitu memasuki angkringan. Sekilas, ia menatap Ariel yang enggan menoleh. Sikap Ariel selalu dingin kepadanya, membuat Rama benar-benar tak tahu apa yang dipikirkan Ariel tentangnya.

"Es teh satu lagi, Pak," pesan Rama menyusul.

"Siap, bos!" jawab si penjual angkringan.

Selama dibuatkan minum, baik Rama dan Ariel tidak ada yang membuka obrolan. Mereka hanya diam, sesekali memandangi gorengan yang disajikan, atau mengecek ponsel—yang satu ini hanya untuk Ariel.

"Silahkan, di minum estehnya."

Rama tersenyum berterima kasih, sementara Ariel langsung menyeruput minuman dingin tersebut. Benar-benar tipikal Ariel yang cuek dan begitu keras kepala pada banyak hal.

"Jadi lo mau jemput gue jam berapa besok?" Ariel mengambil nasi kucing sambel teri. Ketika membukanya, dia langsung menambahkan tiga gorengan sekaligus tanpa malu-malu.

"Oh, iya. Lo yang punya duit, jadi lo yang bayar semua ini." Ariel baru mau melirik Rama. "Oke?"

"Hm."

"Terus lo mau jemput gue jam berapa besok?" tanya Ariel mengulang.

Sekarang Rama ikut makan. Melihat Ariel begitu lahap hanya dengan sebungkus kecil nasi kucing dan tiga gorengan, membuat Rama tak tahan ikut menyicipi.

Enak, batin Rama ketika sesuap nasi kucing sambel teri masuk ke mulutnya. Karna selama cowok itu hidup di dunia, belum pernah ia merasakan senikmat apa makan di sebuah angkringan pinggir jalan. Dengan menu sebungkus nasi kucing dan gorengan. Rama bahkan yakin ia tak cukup jika hanya makan satu bungkus nasi kucing.

"Jam delapan," jawab Rama kemudian, di sela-sela menyuap nasi.

"Lo mau buat daftar bolos gue makin panjang?" Ariel melirik sinis ke cowok berjaket hijau di sampingnya. Kelihatan sekali kalau Rama merupakan penggemar baru dari angkringan pinggir jalan.

"Jam tujuh pagi," balas Rama lagi sambil memelankan kunyahan. Ia membalas tatapan Ariel sebentar sebelum melanjutkan makan.

Seulas senyum lalu terbit di bibir Rama. Kapan lagi? Pikirnya begitu beruntung. Ternyata sekeras apa pun seorang Ariel, dan secuek apa pun cewek berambut pendek itu pada banyak hal, Ariel tetap lah orang yang paham tentang bagaimana caranya berterima kasih meski tak diucapkan secara langsung.

"Hhh, kenyang." Ariel melipat bungkus nasi kucing lalu membuangnya ke tempat sampah.

"Pak! Minta dibungkusin nasi empat, sama gorengan dua puluh, ya!" pesan Ariel setelah selesai makan.

"Siap, bos kecil!"

Rama mengernyit dalam. Ditatapnya Ariel yang masih tampak santai di sampingnya.

"Buat siapa?" tanya Rama penasaran.

"Bunda," jawab Ariel lalu menoleh, menatap Rama yang tiba-tiba berhenti mengunyah. "Lo yang bayar semua, 'kan?"

***

Derum mesin dari Ninja Kawasaki milik Rama sedikit membuat penasaran beberapa pemilik rumah kecil di sebuah komplek asri. Ariel turun dari motor setelah sampai di rumah dengan bekal empat nasi bungkus dan dua puluh gorengan. Jam sudah menunjukkan pukul tujuh malam, Ariel bisa melihat kalau lampu jendela kamar Bunda sudah mati.

"Lo pulang sekarang," ucap Ariel tak berperasaan.

Sekilas Rama melirik ke rumah Ariel yang sepertinya tidak memiliki kehidupan. Semua lampu mati kecuali teras depan. Rama pikir Ariel sedang sendirian, tapi ia memilih mengangguk lalu memundurkan motor, keluar dari pelataran depan rumah Ariel alih-alih menawarkan diri untuk menemani cewek itu di rumah.

Dengan Ariel yang masih mau menunggui Rama di depan saja sudah jadi poin positif. Rama harus bersyukur soal itu daripada menyaksikan Ariel langsung masuk ke rumah tanpa menunggunya pergi.

"Jam tujuh pagi." Rama mengingatkan.

"Hm," gumam Ariel terpaksa.

Begitu Rama kembali menghidupkan mesin motor, Ariel berbalik meninggalkan Rama yang juga melajukan motor, pergi dari depan rumah Ariel.

Bayangan tentang delapan bulan harus menerima segala perhatian dari Rama sedikit membuat Ariel khawatir. Selama ini dia selalu membenci Rama. Tak peduli apakah cowok itu melakukan hal benar untuk Ariel, atau kebaikan yang selalu saja dipandang Ariel sebagai hal buruk.

Lalu delapan bulan itu mulai besok akan dijalani Ariel dengan penuh perhatian dari Rama.

Ariel berdecak ketika berhasil membuka pintu. Lagi pula, kalau bukan Rama yang menarik Ariel keluar dari jalan raya sore tadi, Ariel pasti tidak bisa kembali ke rumah.

"Ariel pulang," gumam Ariel kemudian duduk di sofa ruang tamu.

Baru pukul tujuh malam tapi rumahnya sepi karna Bunda sudah tidur. Ariel jadi ingat besok pagi, di angka yang sama Ariel harus berangkat sekolah dijemput Rama.

***

Di tempat lain, kunci motor dilempar begitu saja ke atas ranjang kamar, berikut dengan tubuh Rama. Ia memutuskan tidak mandi karna rasa malas cukup menguras tenaganya yang baru sampai rumah pukul setengah sembilan malam.

"Ram ...? Kamu nggak makan dulu?" Seseorang mengetuk pintu kamar Rama.

Namun, Rama sendiri enggan untuk membalasnya apalagi membukakan pintu. Ia justru memejam mengikuti rasa kantuk. Belum pernah Rama selelah itu, tapi hari ini, ia cukup bahagia.

***

Paginya, pukul enam pagi tepat. Ariel sudah siap pergi sekolah membuat Bunda yang melihatnya terbengong-bengong. Tidak biasanya Ariel bertingkah rajin dan tidak terlambat. Bahkan cewek itu selesai sarapan dengan nasi kecap dan telor ceplok buatan Bunda sejak setengah jam lalu.

"Nggak berangkat, Riel?" tanya Bunda sambil membuat teh hangat.

"Bentar lagi," jawab Ariel masih duduk di kursi makan.

Mereka kemudian diam, sibuk dengan kegiatan masing-masing sampai derum motor yang sekiranya masih diingat Bunda secara samar tadi malam, membuat Ariel pergi mengambil tas di atas sofa.

"Riel, motor Danu ganti?" tanya Bunda heran.

Ariel sendiri diam. Dia seperti enggan untuk menjelaskan siapa yang menjemputnya dan memilih mengenakan sepatu.

Rasa penasaran Bunda menggunung melihat sikap cuek Ariel yang tidak biasanya. Beliau lantas pergi membukakan pintu depan. Awalnya tidak ada rasa terkejut melihat cowok bermotor sport yang pagi itu tampil tidak seperti sosok Danu, atau pun Reza.

Bunda mengernyit, senyumnya mengembang meski tipis dan diliputi rasa bingung.

"Riel, dijemput temen ...," ucap Bunda dari ambang pintu.

Kebingungan Bunda makin menjadi ketika cowok yang tadinya masih berada di atas motor, segera turun dan melepas helm. Buff hitam masih menutup separuh wajah cowok yang tidak dikenali Bunda.

"Ariel ...?" panggil Bunda lagi. Senyum semakin lebar ketika cowok yang menjemput Ariel mendekat, menjabat tangan Bunda sambil melepas buff di wajahnya.

Mata Bunda membola melihat cowok tampan yang menjemput Ariel. Sejenak beliau tersentak oleh rasa terkejut yang membuat senyumnya berubah makin cerah.

"Rama?" sapa Bunda menepuk pundak cowok yang menjabat tangannya sopan.

"Bunda, apa kabar?"

"Baik, Bunda baik sama Ariel. Jadi sekarang kamu yang jemput Ariel? Bunda kirain tadi Danu."

Rama mengangguk singkat. Lirikannya berpindah saat Ariel keluar rumah. Tidak ada kata yang terucap, cewek itu hanya pergi ke motor Rama kemudian memakai helm.

Kalau sudah begitu, tidak ada yang bisa menasihati sikap cuek dan keras kepala Ariel. Banyak orang pasti hanya bisa memklumi karna itu memang karakternya. Tapi yang membuat Rama geram, ia justru ditinggalkan berdua dengan Bunda tanpa Ariel sebagai anak Bunda ikut berpamitan.

"Riel?" tegur Bunda masih dengan senyum. "Kamu nggak bilang kalau yang jemput Rama?"

"Nggak penting, Bun." Ariel menepuk jok motor Rama. "Ayo, nunggu apa lagi?" lanjut Ariel membuat Rama tak enak.

"Rama pamit, Bun." Rama kembali mencium tangan Bunda.

Bukan hanya Rama, Bunda sendiri tak enak karna sikap anaknya begitu cuek dan dingin. Beliau hanya bisa menghela sabar, lalu terus menampilkan senyum yang bisa diberikan pada cowok berjaket hijau itu.

"Ram," cegah Bunda ketika Rama hampir berbalik.

"Ya?"

Senyum Bunda kembali terbit, kali ini jauh lebih hangat.

"Salam untuk Han," ucap Bunda dengan bibir berkedut.

Rama hanya bisa mengangguk kaku sebelum pergi ke motor. Ketika mengenakan helm, ia sudah diteror dengan tatapan curiga oleh Ariel.

"Bunda ngomong apa sama lo?" tanya Ariel berbisik, yang tidak langsung dijawab Rama. Cowok itu hanya melirik tak enak ke Bunda lalu naik ke motor.

"Bukan apa-apa."

Ariel segera naik ke boncengan. "Lo tahu, Ram? Gue pastiin delapan bulan penuh perhatian dari lo nggak akan gue terima kalo lo sampe nyembunyiin sesuatu dari gue, paham?!" desis Ariel tepat di samping helm cowok itu.

Posesif? Batin Rama tersenyum dari balik helm fullface. Mungkin ia baru tahu tentang sifat Ariel yang satu itu, begitu menyusahkan, tapi Rama tidak masalah.

"Ram! Hati-hati bawa motornya, ya!" seru Bunda dari ambang pintu rumah.

Rama mengangguk sebelum melajukan motor keluar pelataran rumah Ariel. Perjalanan berangkat sekolah dengan jalur berbeda dari biasanya. Rama mencoba menikmati, seperti hal baru yang akan ia alami sampai delapan bulan ke depan pada malam perpisahan SMA Azzar.

"Lo nggak bisa bawa motor kencengan dikit?? Percuma motor lo bagus tapi jalan delapan puluh kilo per-jam!" teriak Ariel dari boncengan.

Rama menoleh sedikit lalu menginjak persneleng. Cewek itu, pikirnya tak habis pikir, tapi Rama suka, karna baik ia dan Ariel memiliki kesukaan yang sama, yaitu adrenalin.

***

Gossip tentang Ariel dan Rama punya hubungan lebih membuat heboh seisi Azzar. Ariel terpaksa harus memasang wajah cuek melebihi dari biasanya ketika menghadapi warga sekolah yang tak sedikit memperlakukannya sinis. Banyak yang bertanya apakah dia berpacaran dengan Rama setelah melihat Ariel berangkat dengan cowok tampan itu, dan apakah Ariel sengaja memanfaatkan Rama atau hal lain.

Semua seakan memperhatikan karna memang Rama tergolong sebagai cowok populer. Tidak sedikit ia memiliki penggemar yang bahkan sampai menganggap sebagai kekasih Rama. Tetapi, mereka tak bisa menembus apa yang sudah Rama gariskan dalam kehidupan nyata. Bahwa ia, hatinya, belum dimiliki oleh cewek mana pun tak terkecuali Ariel.

Tetapi sesuatu mulai mekar. Memang bukan sebuah rasa, melainkan drama yang dilakukan Ariel dan Rama ketika mendapat banyak pertanyaan seputar hubungan, dan dengan serempak mereka selalu menjawab,

"Bukan, kita nggak pacaran."

Ariel mendengkus sekali lagi. Di dalam kelasnua, sudah hampir lima belas kali dia menjawab pertanyaan dari banyak teman, berikut Danu dan Reza. Tapi karna tadi tak sedikit yang melihatnya berangkat bersama Rama, mereka jadi tak percaya dengan jawaban Ariel.

"Gue nggak percaya karna lo pasti bohong. Kalian tadi berangkat bareng," ucap Sisil, teman sekelas Ariel yang keukeuh kalau Ariel dan Rama berpacaran.

Ariel memukul meja kesal. Ditatapnya Sisil yang terlonjak ke belakang.

"Lo nanya apa ngapain, sih? Emang kenapa kalo gue pacaran sama Rama, peduli apa lo??"

"Ya ... gue nggak peduliin elo, Riel. Cuma gue peduli aja sama Rama, bisa-bisanya dapet cewek kaya lo."

Kedua mata Ariel membola. Hatinya meradang karna kalimat Sisil yang secara tak langsung berkata bahwa Ariel jelek, Ariel tidak pantas bersanding dengan Rama yang masuk ke kategori cowok populer Azzar.

Belum sampat Ariel berdiri dan menyerang Sisil, Danu sudah lebih dulu memisah jalan. Cowok itu baru datang bersama Reza setelah mengambilkan soal karna guru yang mengajar di jam ketiga dan keempat berhalangan datang.

"Ada apa rame-rame? Ada apa?" tanya Danu mencium bau-bau busuk perkelahian.

"Ada apa, Riel?" tanya Reza menyusul.

Beberapa murid bergerombol di meja Ariel. Mereka menanti penjelasan cewek berambut pendek tersebut. Tapi kesempatan itu tidak digunakan Ariel dengan baik. Dia justru memendam rasa kesal dan kembali mencatat tugas dari papan tulis.

Melihat sikap Ariel, Sisil mendengkus remeh.

"Nggak berani ngomong, Riel? Takut diteror sama kakak kelas kalo mereka sampe tahu lo pacaran sama Rama?"

"Ariel? Pacaran sama Rama?? O ... tidak bisa, tidak bisa." Danu menggeleng dengan telunjuk terangkat, bergoyang-goyang mendakan "tidak".

"Mana mungkin Ariel pacaran sama Rama? Lo pada jangan kemakan gossip Azzar cuma gara-gara liat dia boncengan sama tuh cowok!" Danu merengut kesal. Ia lantas menaruh tumlukan soal di atas mejanya kemudian duduk di samping Ariel.

"Tapi, Nu. Dari dulu Kak Rama emang suka deketin Ariel di kantin, 'kan?" pancing teman yang lain, namanya Sigit.

"Iya, tapi nyatanya gue yang lebih sering boncengin Ariel juga nggak digossipin pacaran sama dia. Kenapa sekarang beda?" tanya Danu tak terima.

"Mau lo aja, Nu! Ini beda kali, ini karna Rama," ucap Sisil diangguki teman-teman yang lain.

Ariel terus diam. Mencoba fokus sampai akhirnya mereka yang lelah menunggu Ariel buka mulut memilih kembali ke tempat duduk masing-masing, termasuk Sisil setelah melempar tatapan jijik ke cewek berambut pendek tersebut. Rasa iri memang mengakar di hati Sisil, tapi Ariel bahkan tidak peduli. Karna menurutnya, Sisil masih belum sebanding dengan dirinya yang mungkin bisa dekat dengan Rama karna hal yang menarik.

Genggaman Ariel pada bolpoinnya mengerat. Baru satu hari saja dia kelihatan bersama dengan Rama, gossip sudah menyebar aneh-aneh, lalu gossip seperti apa lagi jika sampai delapan bulan ke depan Ariel terus bersama dengan Rama?

"Riel, tumben juga lo berangkat bareng Rama?" tanya Reza setelah sejak tadi hanya mengamati.

"Emang salah gue berangkat sama Rama?"

Pertanyaan Ariel membuat Danu dan Reza melempar tatap. Mereka menggeleng bersamaan.

"Tapi ... katanya lo .... Aduh, gimana jelasinnya, Ja?" Danu menggaruk kepala sendiri.

"Katanya lo benci sama Rama?" tanya Reza melengkapi pertanyaan Danu.

Ariel berhenti menulis, menutup buku kemudian menyimpannya ke laci. Dia menyandar ke sandaran kursi sambil menatap Danu dan Reza.

"Gue emang benci, benci banget, Nu, Ja," ucap Ariel pelan.

"Terus? Kenapa sekarang gini?" tanya Danu penasaran.

"Sesuai kata lo, Ja." Ariel menatap Reza. "Gue hutang nyawa sama Rama."

Bell tiba-tiba berbunyi di tengah-tengah Danu dan Reza yang paham akan keputusan Ariel yang mau berangkat sekolah bareng Rama. Mereka memaklumi karna memang tanpa bantuan Rama yang dengan gesit menarik Ariel ke pinggir jalan, cewek itu pasti sudah dikuburkan ke liang lahat sejak kemarin sore.

Beberapa murid kelas sudah mulai buru-buru merapikan buku sebelum keluar kelas, begitu pun Ariel. Tetapi ketika salah satu temannya membuka pintu kelas, ia terlonjak kaget mendapati ada cowok kelas dua belas yang berdiri tepat di depan pintu.

"K-Kak Rama," gagap siswi yang membuka pintu kelas pertama kali. "C-cari siapa, Kak?"

Pandangan Rama terangkat. Ditatapnya beberapa siswa yang kelihatan saling senggol setelah melihat Rama ada di depan pintu.

"Nyariin Ariel, Kak?" celetuk Sisil tiba-tiba, membuat perhatian Ariel teralih.

Pandangan Rama dan Ariel bertemu, dan dengan cepat Ariel meninggalkan tempat duduknya, termasuk meninggalkan Danu dan Reza.

"Minggir," ucap Ariel mengusir siswa yang tadi membuka pintu kelas. Tatapan Ariel menajam ke Rama.

"Harus lo jemput gue ke kelas?" tajam Ariel kemudian.

Di belakang Ariel, banyak temannya semakin mengupas gossip tentang cewek itu bersama Rama.

Sementara itu, Rama tidak mempermasalahkan nada tajam dari Ariel. Justru cowok berjaket hijau itu mengambil pergelangan Ariel dan mengajaknya keluar.

Ariel ingin melepas genggaman Rama yang membuatnya makin dipandang sebagai pacar Rama, tapi cowok itu tidak membiarkan Ariel melepasnya.

"Lepasin!" desis Ariel menarik tangannya kuat, Rama masih tetap menahan. Pandangan mereka kembali bertemu.

"Gue mau gandeng lo, salah?" tanya Rama pelan.

Sikap Rama tersebut membuat Ariel memalingkan wajah. Dalam hati dia merutuk karna sempat ceroboh dalam bermain ponsel, membuat Ariel diselamatkan oleh Rama dan cewek itu harus membalas hutang nyawa. Ariel terpaksa menahan diri untuk betah digandeng oleh Rama menuju kantin.

Ratusan siswa Azzar yang melihat pemandangan tak mengenakan tersebut semakin mempercayai gossip yang beredar. Mereka saling senggol, dan mulut tak bisa berhenti untuk menggunjing. Ariel yang dianggap itik buruk rupa di SMA Azzar, berhasil mendapat perhatian penuh dari cowok populer bernama Rama Hanggara.

"Menurut lo gimana?" tanya Danu ke Reza yang sebenarnya ikut melangkah ke kantin di belakang Ariel yang digandeng Rama.

"Gue sih cuek," jawab Reza menatap ke gandengan Ariel dan Rama.

"Itu incest anjir!" Danu melotot ngeri.

"Emang lo udah yakin soal itu?" tanya Reza membuat Danu mengedik singkat.

***

happy reading, ya!

jangan lupa klik vote ⭐ dan follow instagram author (@ddr_stories)

Continuer la Lecture

Vous Aimerez Aussi

814K 70.7K 44
Setelah kematian ibunya Rayanza yang tadinya remaja manja dan polos. Berubah menjadi sosok remaja mandiri yang mampu membiayayi setiap kebutuhan hidu...
491K 25.8K 36
SEBELUM BACA JANGAN LUPA FOLLOW AUTHOR NYA DULU YA GUYSS.. ~bagaimana ketika seorang perempuan bertransmigrasi ke tubuh seorang perempuan yang memili...
TRANSMIGRASI QUEENARA Par orang

Roman pour Adolescents

835K 28.4K 55
cerita ini menceritakan kisah seorang " QUEENARA AURELIA " atau biasa dipanggil nara.gadis yang bekerja sebagai pelayan cafe untuk memenuhi kebutuha...
321K 20.7K 47
JANGAN DISIMPAN, BACA AJA LANGSUNG. KARENA TAKUT NGILANG🤭 Transmigrasi ke buku ber-genre Thriller-harem. Lantas bagaimana cara Alin menghadapi kegi...