Game Over Love [Singto X Kris...

By stroberilongcake

64K 7K 1.1K

[COMPLETE] PERAYA FANFICTION REMAKE Ketika dua orang pecinta game harus menikah karena taruhan. Singto mengaj... More

BLURB + PROLOGUE
#1 - Taruhan
#2 - Apa Benar, Aku Jatuh Cinta?
#4 - Pernikahan
#5 - Setelah Pernikahan
#6 - Bertemu Pria Idaman
#7 - Kedekatan Joss dan Krist
#8 - Makan Malam
#9 - Tutorial Membuat Anak πŸ”ž
#10 - First Kiss
#11 - Menjalankan Misi πŸ”ž
#12 - Bertengkar
#13 - Cemburu, bilang boss!
#14 - Cara Akur Yang Baik dan Benar
#15 - Berkencan
Hidden Scene πŸ”ž [Bisa di skip]
#16 - Tiket Honeymoon
#17 - Pattaya
Hidden Scene πŸ”žπŸ”ž [Bisa di skip]
#18 - Test Pack Positif
#19 - Krist Dan Ngidamnya
πŸ”ž [Bisa di Skip]
#20 - Game Over, You Win [END]

#3 - Mendapat Restu

2K 293 18
By stroberilongcake


Krist tak peduli lagi, yang ada di pikirannya saat ini adalah keadaan sang ayah. Mendapatkan informasi dari pihak rumah sakit jika ayahnya kecelakaan adalah hal buruk kedua setelah mendengar kabar New; kakaknya.

Pikirannya carut marut. Bahkan ia segera meninggalkan kampus demi sampai di rumah sakit tempat ayahnya dibawa. Berlarian di selasar rumah sakit. Ia melihat Arm yang sepertinya juga baru sampai.

"P'Arm!" panggilnya keras.

"Kit ...," Arm membalikkan tubuhnya. Krist berlari kecil ke arahnya. Terengah.

"Bagaimana keadaan Pho?" tanya Krist cemas.

"Aku tidak tau. Aku juga baru sampai," ucapnya.

Mereka segera menuju ke UGD, sesuai informasi yang didapat. Sesampainya di sana, mereka menunggu. Tak berapa lama kemudian, Pho keluar namun hal itu membuat Krist dan Arm mengerutkan keningnya heran.

Bagaimana tidak, jika yang mereka lihat saat ini adalah Pho yang berbicara dengan Singto begitu akrab.

"Pho ...," panggil Krist dan Arm kompak.

"Eh, kalian datang?" Pho menoleh sambil tersenyum. Singto juga tersenyum.

"Pho, tidak apa-apa, 'kan? Mana yang sakit? Mana yang luka?" tanya Krist mendekati Pho.

"Pho tidak apa-apa. Hanya luka sedikit," ucapnya sambil terkekeh.

"Terus, dia?" Arm menunjuk Singto yang lengan kirinya memakai arm sling.

"Dia yang menyelamatkan Pho. Tadi, sewaktu Pho sedang menyeberang tiba-tiba ada mobil yang melaju kencang. Pho yang sedang menelepon tidak melihat ke arah mobil itu. Untung saja, ada Singto yang berlari dan menolong Pho. Eh, malah dia yang terluka sampai patah tulang begini," jelas Pho.

"Tapi, kok bisa?" Krist menatap bingung. Ia masih tak percaya dengan apa yang Pho bilang.

"Iya, kebetulan tadi aku habis dari cafe sekitar sana," imbuh Singto.

"Oh!" Krist menganggukkan kepalanya mengerti.

Mendadak perasaannya tidak enak, apalagi saat melihat Singto yang tampak akrab dengan Pho. Arm hanya diam. Dia tidak tahu harus apa. Ini benar-benar diluar bayangannya.

Lalu Arm mendekati Krist, berbisik. "Bisa kebetulan begini, ya? Apa jangan-jangan dia memang jodohmu?"

Sontak, Krist membulatkan matanya. Ingin rasanya berteriak "Tidak!" tapi apa daya, mereka tahunya Singto adalah pacarnya. Jadi Krist hanya menanggapi Arm dengan senyuman; lebih tepatnya meringis.

"Oh, ya ...," tiba-tiba Pho berbicara lagi.

"Iya, Pho?"

"Masalah kamu dan Singto. Pho pikir waktu itu dia hanya main-main denganmu. Makanya Pho menggertak dan mengusirnya. Tapi, sepertinya Singto benar-benar menyukaimu dan dia tidak menyerah begitu saja. Dan lagipula, dia sudah menyelamatkan nyawa Pho. Pho rasa mungkin ini sudah waktunya Pho melepaskan putra kecil kesayangan Pho ini," Pho mengacak rambut Krist yang semakin meringis ingin menangis. Ia sudah menduga hal ini sebelumnya. "Arm, kau tidak keberatan 'kan kalau adikmu menikah duluan?"

Arm kaget. Bukan karena Krist yang menikah duluan. Tapi karena Pho yang merestui begitu saja, mengingat mereka tak pernah akur sejak pertemuan awal.

"T-tentu saja tidak keberatan, haha ...," Arm tertawa garing. Lalu ia menatap Krist dan Singto. "Selamat ya, buat kalian."

Krist tersenyum paksa. "P'Arm setuju aku menikah dengan makhluk-err ... maksudku dengan Singto?"

Krist berharap kalau Arm mengerti apa maksudnya. Jika Pho sudah merestui, maka Krist menaruh harapan besar pada Arm untuk menolak Singto agar tidak masuk ke dalam keluarga mereka. Krist mana sudi menikah dengan orang gila semacam Singto.

"Karena Pho setuju, tidak ada alasan bagiku untuk melarang kalian, 'kan? Tentu saja aku setuju. Semoga kalian bahagia dan Singto bisa menjagamu," ujar Arm yang jauh dari ekspektasi Krist.

Sementara Krist sendiri kehilangan kata-kata. Ia merasa ini semua hanya mimpi belaka. Tapi tidak. Ini nyata bukan mimpi.

"Terima kasih, Paman ... P'Arm. Aku pasti akan menjaganya sepenuh hati, segenap jiwa, sekuat tenaga."

Krist pun mengalihkan pandangannya ke arah Singto saat mendengar pria itu menanggapi Arm. Pria itu tersenyum ke arahnya. Lalu mengedipkan satu matanya membuat Krist ingin mencolok mata itu.

Oke, ini adalah mimpi buruk yang pernah terjadi di kehidupannya. Krist menarik napas dan menghelanya pelan. Hanya bisa berharap masa depannya masihlah indah walaupun saat ini tengah mengalami kekacauan.

***

Krist meletakkan kepalanya di atas meja. Wajahnya miring ke kanan sambil beberapa kali menghela napas besar.

"Kit, kenapa? Dari tadi hanya menghela nafas terus? Kau sedang ada masalah?" tanya Nammon yang kini meletakkan bukunya.

"Sepertinya masa depanku gelap," jawab Krist dengan gumaman melantur.

"Hey ... ada apa, sih? Sini cerita ...."

Krist membuang nafas lagi untuk kesekian kalinya. Ia menarik tubuhnya, duduk tegap menghadap Nammon yang sedari tadi dipunggunginya.

"Aku akan menikah." Singkat, padat, jelas, dan datar.

"Oh ... menikah ... kukira apa—" belum sampai sedetik ia sudah berteriak. "—APA? MENIK—mmphh."

Sontak, Krist membekap mulut Nammon. Ia mengedarkan pandangannya. Ingatkan jika saat ini mereka sedang berada di kampus. Siapa saja bisa mendengar teriakan Nammon.

"Bisa tidak, tidak perlu teriak begini? Nanti kalau yang lain dengar bagaimana?" Krist menekankan setiap kalimatnya. Nammon mengangguk, kemudian Krist melepas bekapannya.

"Maaf, aku reflek tadi." Krist memutar bola matanya jengah. "Jadi, dengan siapa kau menikah?"

"Singto."

Nammon membulatkan matanya. "Hah, kok bisa? Bukannya kalian baru kenal? Cepat sekali? Perasaan kemarin-kemarin Pho-mu dan P'Arm sangat menentangnya."

"Nah, itu dia ... Aku juga bingung kenapa bisa Pho dan P'Arm tiba-tiba setuju begitu saja hanya karena dia menyelamatkan Pho dari kecelakaan."

"Hutang budi nyawa, mungkin."

Krist menghendikkan bahunya. "Tidak taulah. Aku benar-benar pusing. Bagaimana caranya batal nikah?"

"Hush! Tidak boleh begitu. Lagipula kau harusnya bahagia menikah muda."

"Bahagia pantatmu!" Nammon meraba pantatnya yang membuat Krist semakin jengkel. "Masalahnya, iya kalau aku menikah dengan gadis cantik seksi atau kekasihku. Nah, ini hanya pria gila yang baru kukenal. Lebih bodohnya lagi, kami menikah karena taruhan game? Lama-lama aku bisa ikutan gila!"

Nammon terkekeh. Sesaat kemudian dia teringat sesuatu.

"Eh, Kit ... kamu tau tidak, setelah aku cari tau tentang Singto ternyata dia itu mahasiswa sini juga. Dia jurusan ilmu komunikasi, satu angkatan diatas kita," jelas Nammon.

"Hah, serius?" Nammon mengangguk. "Kenapa diantara banyaknya kampus harus sekampus sama dia, sih?"

"Itu namanya takdir." Krist melirik tajam ke arah Nammon yang nyengir tanpa dosa padanya.

***

Krist tidak tahu, takdir seperti apa yang menimpanya. Dunianya kacau dalam sekejap setelah mengenal Singto. Pria itu menyebalkan.

Tak cukup keterkejutan yang ia terima saat ayah dan kakaknya menerima Singto, kini ia harus dibuat terkejut lagi saat Singto dengan tangan yang masih memakai arm sling berdiri di depan fakultasnya.

"Kok tau aku disini?" tanya Krist ketus.

"Tadi aku ke rumahmu. Kata Pho-mu kau masih dikampus. Aku tidak menyangka kita sekampus ternyata."

Krist hanya menggumam singkat sambil melengoskan kepalanya. Entah kenapa ia tak berani hanya sekedar menatap kedua mata pekat Singto.

"Oh, ya ... Aku kesini mau mengajakmu pulang."

"Aku bisa pulang sendiri."

"Tapi aku sudah ijin pada Pho-mu untuk mengajakmu ke rumahku."

"Hah?" Kini Krist mengalihkan atensinya pada Singto. "Mau ngapain?"

"Untuk bertemu orang tuaku," jawabnya enteng. Krist terdiam sesaat, berusaha untuk mencerna perkataan Singto barusan.

"APA?! Bertemu orang tuamu? Apa kau gila?" teriaknya.

"Ck! Tidak perlu berteriak! Sudah jangan banyak tanya, sekarang ikut aku!" Singto menarik tangan Krist yang memberontak. Mendorongnya masuk ke dalam mobil lalu disusul olehnya. "Jalan, Pak!" seru Singto pada sopirnya.

Singto belum pulih betul, tangannya masih di gips, digantung memakai arm sling. Maka dari itu ia butuh sopir untuk mengantarnya kemanapun.

Sepanjang perjalanan yang dirasakan Kriat adalah kesal ia menatap pria itu dengan bengis. Singto sudah seenaknya sendiri padanya. Lagipula untuk bertemu calon mertua, baginya ini terlalu cepat.

"Tidak perlu memandangiku seperti itu. Aku tahu aku itu tampan," celetuk Singto penuh percaya diri.

"Apa? Jangan terlalu percaya diri. Aku tidak memandangimu. Aku sedang berpikir tau!"

Krist memang memandangi Singto. Tapi, itu bukan berarti ia mengagumi ketampanan pria itu, hanya saja Krist bingung dengan tingkah lakunya yang super ajaib.

"Ck ... bohong sekali!" ucap Singto tanpa melihat ke arah Krist.

"Sebenarnya apa tujuanmu membawaku bertemu orang tuamu?" tanya Krist.

"Tentu saja untuk memperkenalkan calon istriku. Apa kau ingin aku dimarahin Ibu dan kakakku yang cerewet bukan main itu?" dengusnya.

Oh, jadi dia punya seorang kakak dan ibu.

"Tapi, apa harus secepat ini? Aku rasa ini terlalu cepat." Akhirnya Krist mengatakan unek-uneknya dengan pelan.

"Tidak. Kau 'kan sudah kalah bermain game dariku. Jadi, kau harus menuruti perintahku," ucapnya dengan nada mengejek.

Sial! Krist mengumpat dalam hati. Singto ini benar-benar makhluk paling menyebalkan di dunia yang pernah Krist kenal.

Tak berselang lma mereka sampai. Singto turun lebih dulu. Sementara Krist mengomel, mengumpat, menyunpah serapahi dulu baru menyusulnya keluar.

Singto menarik tangan Krist agar pria itu mendekat. Krist mengerutkan keningnya, bingung dengan tingkah Singto.

"Sama seperti waktu aku ke rumahmu, kita harus terlihat seperti orang pacaran," jelas Singto singkat sambil berbisik.

Krist pun menganggukkan kepalanya lalu segera mengikuti Singto berjalan masuk ke rumahnya. Mereka bergandengan tangan seperti mau menyebrang.

"Aku pulang!" seru Singto yang disambut oleh pria mungil berkulit putih.

"Au, Sing ... kau sudah pulang?" Lalu pandangannya beralih pada Krist yang berdiri di samping Singto dan salah fokus dengan tangan mereka yang bertaut.

Belum sempat Singto menjelaskan siapa Krist, pria itu sudah berteriak. "Mae! Singto membawa seorang pacarnya!" teriaknya lantang.

"Apa? Singto bawa pacar?!" sahut Mae dari arah dalam.

Tak lama kemudian terdengar suara derap langkah kaki, yang Singto yakin adalah ibunya. Sementara Krist audah meremat erat tangan Singto. Entah kenapa ia jadi deg-degan.

"Singto ... ini pacar kamu?" tanya Mae saat melihat Krist.

Makin erat tautan tangannya. Krist tidak percaya diri saat ini. Jika beberapa saat lalu dia menolak mentah-mentah pernikahan antara dirinya dan Singto, entah kenapa sekarang dia seperti kekasih yang takut ditolak oleh calon mertuanya. Krist benar-benar tak paham keadaannya sendiri.

"Iya. Kenalin Mae ... Phi ... Dia Krist. Pacarku," ujar Singto.

Krist memandang Singto. Mendengar pria gila ini mengenalkan dirinya sebagai pacar membuat dadanya tiba-tiba terasa sesak dan jantungnya berdetak tak karuan. Seperti ada yang meletup bagai confetti di sebuah pesta.

"Akhirnya, adikku bawa pacar!" pekik kakak Singto. Sementara sang ibu tersenyum bangga.

"Hai, Krist ... Aku Gun, kakaknya Singto."

Krist memberi salam wai pada kedua orang tersebut. "Salam kenal, saya Krist."

"Astaga, manis sekali!" Kali ini Mae yang tampak gemas pada Krist.

Krist tidak mengerti situasi seperti apa saat ini. Yang jelas, Gun dan ibunya Singto mengajak mereka masuk ke rumah lebih dalam.

Dan, wow! Krist tak tahu kalau orang gila ini anaknya orang kaya. Harusnya ia tahu dari bentukan mobil yang ditumpangi pemuda itu. Tapi ia tak menyangka kalau rumah Singto sebesar dan sebagus ini. Dari luar saja sudah tampak mewah. Ternyata dalamnya lebih mewah lagi. Krist teramat kagum.

Mereka membawa Singto dan Krist ke meja makan mengingat sebentar lagi waktunya makan malam. Mereka semua ngobrol ringan hingga sebuah suara menginterupsi.

"Kalian sedang apa? Wah, ada tamu ternyata."

"Pho!" seru Singto.

Krist mengalihkan pandangan. Sontak matanya membulat saat ayah Singto tidak sendiri. Tetapi bersama—

"Kit?"

"P'Off?"

"Kalian saling kenal?" tanya Gun yang kini meraih tas kerja milik Off.

"Dia adik Arm, temanku ...," jelas Off. "Kamu ngapain disini?" tanya Off pada Krist.

—Krist merasa dunianya sempit. Bagaimana bisa ia bertemu Off yang notabene sahabat kakaknya yang baru menikah itu di rumah Singto. Tentu saja. Karena Off adalah suami Gun, kakaknya Singto.

"Dia pacarku, Phi ... dan kami akan segera menikah," celetuk Singto.

"HAH?" dan seluruh penghuni rumah berseru kaget berjamaah.

***

"Jadi? Jelaskan!" Suara ayah Singto terdengar lugas.

Sekarang mereka tengah duduk di ruang makan setelah makan malam selesai tentunya. Keluarga Singto masih butuh penjelasan.

"Iya. Seperti yang kubilang tadi. Aku akan menikah dengan pria di sampingku ini. Aku sudah mendapatkan ijin dari orang tuanya. Mohon restunya," ucap Singto lirih.

Kedua orang tua Singto tampak memijat pelipisnya. Sementara Off dan Gun saling melirik, mereka masih kaget dengan apa yang diucapkan Singto.

"Jadi, kenapa kau yang tidak pernah membawa seorang pacar tiba-tiba datang membawa pacar. Bahkan kau sudah melamarnya?" tanya ibu Singto pelan. Ia tahu anaknya yang satu ini sangat keras kepala dan tidak bisa dipaksa.

"Iya, kupikir kau nanti akan menikah dengan laptop atau console game-mu karena kau lebih suka mendekam di kamar dengan mereka. Kau bahkan suka memeluk mereka ketika kau tidur. Aku pikir kau itu abnormal, tidak suka manusia," ucap Gun seenak jidat. Off tertawa mendengarnya. Sedang Singto menatap kedua pasangan itu dengan tajam. Dan Krist berusaha menahan tawanya. Keluarga Singto sangat hangat menurutnya.

"Itu karena aku ... aku ... jatuh cinta pada pandangan pertama dengannya."jawab Singto.

Sontak, Krist menatap Singto. Ia tahu yang diucapkan Singto adalah kebohongan. Tapi entah kenapa untuk sesaat Krist merasakan jantungnya berhenti berdetak dan ia mendadak lupa cara untuk bernapas.

"Wah, Kit ... kau hebat bisa menaklukkan adik iparku yang keras seperti batu ini!" ucap Off bangga. Dia mengacungkan kedua jempolnya ke arah Krist. Gun pun ikutan. Benar-benar pasangan kompak.

"Baiklah kalau begitu. Pho dan Mae tak bisa berbuat apa-apa. Lagipula Krist juga anak yang baik bahkan Off sangat mengenal keluarganya. Kami merestui kalian. Cuma ... untuk melaksanakan pernikahan, kami harua bicarakan dulu dengan kelurga Krist di hari pertunangan kalian nanti. Jadi, kapan kalian akan melaksanakan pertemuan kami?"tanya ayahnya Singto.

"Besok."

Uhuk!

Krist yang sedang minum pun tersedak saat mendengar jawaban Singto. Reflek, Singto meraih tisu. Membantu Krist mengelap mulut dan bajunya. Hal itu membuat sekeluarga tersebut tersenyum melihat tingkah keduanya yang dirasa cocok.

"Baiklah, kalau begitu besok. Krist, kamu bilang ke keluargamu, ya?" Ayah Singto tersenyum padanya.

"Baik, Paman." Jawabnya sopan-atau justru terdengar pasrah. Namun sesaat kemudian dia mendelik kesal pada Singto yang tersenyum iblis ke arahnya.

Astaga, ini benar-benar buruk!

***

Krist sudah memikirkan sepanjang malam sampai bertemu malam lagi. Tak ada cara apapun. Benar-benar buntu. Pada akhirnya, ia berpasrah.

Kini kedua keluarga itu bertemu. Di sebuah restoran yang sudah di pesan oleh keluarga Singto. Krist bisa saja kabur sebelum acara ini dimulai tapi ia tak ingin membuat kecewa kedua belah keluarga. Apalagi keluarga Singto tampaknya sudah menganggap dirinya seperti keluarga sendiri. Jadi mana tega Krist melakukan itu?

Dan satu lagi, Krist tak mengerti bagaimana bisa ayahnya dan ayah Singto ternyata saling kenal. Tentu saja. Ayah Singto merupakan kolega kerja ayah Krist.

Krist menyebut ini adalah dunianya tak lagi sempit, tapi dunianya berhenti di titik bernamakan terjebak Singto.

Dia tak menikmati acara yang katanya 'pertunangan'. Iya sih, cincin sudah melingkar di jari manisnya. Itu tandanya ia resmi sebagai tunangan seorang Singto Prachaya. Bahkan Krist belum tahu Singto itu seperti apa orangnya. Dia belum kenal betul.

Apa bisa, yang seperti ini dapat menjalani bahtera rumah tangga? Krist ragu. Benar-benar ragu.

Jika Krist sejak tadi diam saja memainkan cincinnya dengan cemberut, maka Singto tampak bahagia. Dia sedang asyik ngobrol dengan Arm dan Off. Krist yang melihat itu mendecih sebal. Bagaimana bisa, Arm secepat itu akrab dengan Singto?

"Jadi, kapan pernikahan putra kita dilaksanakan?" Ayah Krist bersuara membuat perhatian semuanya tertuju padanya.

"Bagaimana kalau satu bulan lagi? Sekalian menunggu tangan Singto sembuh," jawab Tuan Ruangroj, ayah Singto.

Krist membulatkan matanya kaget. Sebulan itu terlalu cepat baginya.

"Setuju. Ide bagus itu. Lebih cepat lebih baik. Karena ... saya tidak ingin apa yang menimpa anak kedua saya, dialami oleh Kit."

Mendadak suasana menjadi senyap. Krist termangu mendengar alasan ayah yang setuju menikahkannya. Sementara Arm menunduk sedih begitu pula dengan sang Ayah. Tuan Ruangroj yang mengerti pun menepuk bahu calon besannya tersebut.

"Itu sudah berlalu, jangan bersedih. Inikan hari bahagia anak kita. Dan aku bisa jamin kalau Singto pasti bisa menjaga Krist dengan baik," hiburnya.

Tuan Sangpotirat, ayah Krist mengangkat wajahnya. "Ah, maaf tidak bermaksud untuk sedih-sedih."

"Tidak apa. Maklum, kok! Kalau begitu, mari silakan dinikmati hidangannya," ujar Nyonya Ruangroj memecah suasana.

Ketika yang lainnya menyantap hidangan disertai obrolan ringan, Krist justru masih diam. Hal itu mengalihkan perhatian Singto yang duduk di sebelahnya.

Tampak Krist melamun. Singto menebak jika hal itu berhubungan dengan kakak kedua Krist yang disebut Tuan Sangpotirat tadi. Maka yang dilakukan Singto adalah meraih tangan Krist. Yang berhasil membuat sang empu menjingkat kaget dan menoleh ke arahnya.

Hal pertama yang Krist lihat adalah Singto tersenyum hangat.

"Makan dulu, ya ... Kamu pasti lapar. Mau aku ambilin?" tawar Singto lembut.

"Terima kasih, Singto."

Selain menyebalkan dan gila, ternyata Singto bisa berlaku lembut juga. Krist tersenyum sendiri saat Singto dengan sigap mengambilkannya makanan.

"Eh, kenapa aku tersenyum?"

Tbc.

Lanjut tak?

17/Agt/'20 (Dirgahayu Indonesiaku 🇲🇨)

XoXo.
Epin 💕

Continue Reading

You'll Also Like

55.3K 3.1K 19
seorang gadis bernama Gleen ia berusia 20 tahun, gleen sangat menyukai novel , namun di usia yang begitu muda ia sudah meninggal, kecelakaan itu memb...
160K 16.5K 65
FREEN G!P/FUTA β€’ peringatan, banyak mengandung unsur dewasa (21+) harap bijak dalam memilih bacaan. Becky Armstrong, wanita berusia 23 tahun bekerja...
718K 70.3K 41
π‘«π’Šπ’•π’†π’“π’ƒπ’Šπ’•π’Œπ’‚π’ J. Alexander Jaehyun Aleron, seorang Jenderal muda usia 24 tahun, kelahiran 1914. Jenderal angkatan darat yang jatuh cinta ke...
86.3K 4K 22
[ 18+ Mature Content ] Gerald Adiswara diam diam mencintai anak dari istri barunya, Fazzala Berliano. Katherine Binerva mempunyai seorang anak manis...