D and A (TAMAT)

By Adellelia

98K 7.1K 260

D untuk Davino Luca, dan A untuk Alluna Lewis. Bagaimana jika Davino yang selama ini selalu bersikap dingin d... More

Prolog
Part 1 - Toilet
Part 2 - First Kiss
Part 3 - Manis
Part 4 - Bangsat
Part 5 - Diam Diam Suka
Part 6 - Dia Yang Dingin
Part 7 - PERSAINGAN HATI
Part 8 - Api Cemburu
Part 9 - You're Mine Luna
Part 10 - Be My Valentine
Part 11 - Gantung
Part 12 - Jadian
Part 13 - Pacar Rahasia
Part 14 - Teman?
Part 16 - Sakitnya Satu Sama
Part 17 - Emosi Remaja
Part 18 - Puncak dan Hujan
OPEN PRE-ORDER
OPEN PRE-ORDER
INFO PENTING
PROMO PDF (24-25 Mei)
Ready on Karyakarsa
Ready Google Playbook
FLASH SALE Hari Ini
PROMO 10.10
FLASH SALE! 31/10
FLASH SALE 12.12
Promo Karyakarsa

Part 15 - Sabar Seluas Samudera

2.4K 207 1
By Adellelia

=======
Karya ini hanya diterbitkan pada Aplikasi Wattpad dan Storialco. Jika kalian membaca cerita ini pada aplikasi selain tersebut di atas. Maka kalian membaca karya bajakan.
========

 
Suasana di dalam mobil itu hening. Hujan rintik-rintik mulai mengiringi perjalanan dua manusia yang sedang terdiam di dalam mobil berlambang Trisula, dari negara Italia itu. Dua manusia di dalamnya, sibuk dengan perasaan mereka masing-masing.

Yang pria berkali-kali menghela nafas. Frustasi dengan sikap sang gadis disampingnya yang sedari tadi terdiam, bahkan tak mau menatapnya. Alluna, gadis itu terus saja membuang tatapannya ke samping. Menatap rintik hujan dari jendela yang berada di sisi yang berlawan dari arah dimana Davino berada.

"Luna." Davino kembali bersuara. Melirik Alluna hati-hati.

"Hmm." Jawab Alluna. Tetap tidak mau menatap Davino.

"Kamu yakin baik-baik saja? Kenapa dari tadi diam saja dan nggak mau melihat aku?" Tanyanya.

Alluna menarik nafas dalam sebelum akhirnya menghembuskannya kasar. Sungguh, dirinya lelah. Sedari tadi Davino berkali-kali menanyakan hal itu. Dan Alluna malas membahasnya.

Tentu saja dirinya tidak baik-baik saja saat ini. Sakit. Hatinya sakit. Namun begitu, tentu saja dirinya tak akan mengungkapkannya pada Davino. Alluna sendiri yang sudah menyetujui permintaan Davino untuk merahasiakan hubungan mereka.

Alluna menyanggupinya. Dan saat ini, dirinya sedang menata hatinya. Mempersiapkan jiwa dan raganya untuk membiasakan dirinya menjadi kekasih yang tak diakui. Mulai saat ini dirinya harus terbiasa dengan hal menyakitkan itu jika mau tetap menjadi kekasih Davino.

Tiga bulan, Alluna. Tiga bulan. Sabar.

"Luna nggak apa kok, Kak!" Sahut Alluna sembari menatap Davino sekilas. Memperlihatkan senyum tipis yang dipaksakan

"Lalu kenapa sedari tadi diam saja? Kenapa dari tadi nggak mau melihatku saat kita sedang berbicara, Luna?" Tanya Davino lagi.

"Luna cape, Kak." Lirih Alluna pelan. "Luna mau tidur. Nanti malam mau belajar lagi untuk Ujian Nasional minggu depan." Dirinya beralasan.

"Benar begitu?" Davino tetap penasaran. Alluna mengangguk. Kembali menampilkan senyum palsunya.

"Syukurlah." Davino menghela nafasnya lega. "Aku pikir kamu marah." Ditatapnya Alluna lekat sebelum akhirnya kembali fokus menatap jalanan. Mengemudikan mobilnya.

"Marah kenapa?" Gadis itu berbasa-basi.

"Mungkin ... karena aku tadi mengatakan kamu bukan kekasih aku." Jawab Davino, ragu-ragu.

Iya. Memang betul karena itu! Keluh Alluna dalam hati

Namun, tentu saja perkataan yang keluar dari dalam mulutnya berbeda. "Kenapa Luna harus marah?" Alluna kembali bertanya basa basi. Berusaha tegar walau kedua matanya sudah terasa begitu panas.

Davino menatap Alluna cepat. Sebelum akhirnya menepikan mobilnya di bahu jalan. Rintik hujan semakin deras, membuat hawa mobil yang mereka naiki semakin terasa dingin. Davino mengaktifkan rem tangan, lalu menyalakan lampu tanda darurat saat mobil sudah menepi dibahu jalan.

"Kenapa berhenti, Kak?" Alluna bingung namun tetap bersuara dengan suara datarnya. Entah kenapa wajahnya pun tanpa ekspresi.

Kesal. Alluna masih kesal.

"Luna, kita harus bicara." Davino melepas seatbelts yang dikenakannya. Di miringkan tubuhnya ke arah Alluna.

"Bicara apa? Kita sudah bicara dari tadi, Kak Davi!" Desah Alluna.
 
"Kamu marah sama aku. Aku tahu itu. Jangan bohong, Luna!" Ujar Davino. Dirinya mulai frustasi.

"Jadi, Kak Davi nggak percaya kalau Luna baik-baik saja?" Alluna menatap Davino dan pria itu menggeleng.

"Jadi, Kak Davi pikir Luna marah karena masalah tadi, begitu?" Tanyanya lagi, dan kali ini Davino mengangguk.

"Sekarang, kalau memang Luna marah, lalu Kak Davi mau apa?" Tantangnya.

"Tentu saja aku mau minta maaf, Lun." Seru Davino putus asa. Walau, sesungguhnya dirinya bingung. Salah apa dia?

"Ya sudah, Luna maafkan!" Jawab Alluna cepat.

Sungguh, Alluna malas membahasnya. Saat ini dirinya hanya ingin cepat kembali ke rumah. Masuk ke dalam kamarnya lalu melakukan hal yang dapat mengalihkan rasa sakitnya. Memasak, mungkin? Pikir Alluna sedari tadi.

"Semudah itu?" Davino mengernyitkan dahinya. Tak percaya bahwa Alluna memaafkan dirinya semudah dan secepat itu.

"Iya, semudah itu." Sahutnya. "Kak Davi sudah Luna maafkan." Lanjutnya lagi, lalu kembali menampilkan senyum tipisnya.

"Jangan bohong, Lun! Aku tahu kamu belum memaafkan aku." Davino meraih jemari Alluna, menggenggamnya. Dan, Alluna membiarkannya. Menatap kosong jemari yang digenggam oleh pria pujaannya itu.

"Beritahu aku, Lun. Aku salah apa?" Davino menatapnya begitu putus asa.

"Kak Davi, please ... Luna, nggak bohong." Balas Alluna. Berusaha sebisa mungkin bersikap normal. Walau, sungguh ... hal itu tetap tak terlihat normal.

"Tapi kenapa wajahmu masih seperti itu? Kenapa, Luna?" Davino mengangkat tangannya yang bebas ke arah wajah Alluna. Membelai pipi Alluna.
 
Kedua mata Alluna terpejam sesaat menikmati bagaimana lembut Davino memperlakukannya. Hingga akhirnya, iris mata berwarna kecoklatan itu kembali terbuka kala mengingat bagaimana pria dihadapannya ini menyangkal statusnya sebagai kekasihnya. Alluna pun meraih jemari Davino cepat. Melepaskannya dari wajahnya.

"Sudah. Jangan begini, Kak Davi." Pintanya. "Luna nggak apa-apa kok. Kita pulang saja, ya!" Lanjutnya. Lagi-lagi memperlihatkan senyum palsu yang Davino sadari sedari tadi diperlihatkannya.

"Jangan seperti ini, Luna!" Davino mendesah frustasi. "Kalau mau marah, marah saja. Jangan disembunyikan. Aku bingung harus bagaimana?"

Ya, Davino bingung. Ini pertama kalinya dirinya menjalani sebuah hubungan. Dirinya sungguh masih awam. Namun, entah sudah berapa kali dirinya dibuat pusing oleh gadis kecil dihadapannya ini. Gadis yang baru satu minggu ini resmi menjadi kekasihnya. Dan seperti orang bodoh dirinya tak mengerti apa yang membuat seorang gadis menjadi begitu merepotkan seperti ini.

Davino pun tak habis pikir, siapa sangka akhirnya dirinya merasakan apa yang dialami oleh ayahnya, David Mariano Luca. Pernah suatu kali, ayahnya tanpa sadar mencurahkan isi hatinya yang sedang kebingungan menghadapi ibunya, Zakia.
Entah mengapa ibunya itu merajuk dan mendiamkan ayahnya tanpa sebab. Namun setiap ayahnya bertanya, selalu saja ... selalu saja jawaban yang diberikan ibunya hanya kalimat, 'baik-baik saja', atau 'tidak apa-apa'. Dan sekarang, sialnya dirinya mengalaminya.

Shit!

"Luna, please ... aku nggak tenang kalau kamu begini." Ujar Davino lagi.

"Kak Davi," Luna menghela nafasnya. Berusaha menahan kesal yang sudah membumbung tinggi di kepalanya namun tak dapat diluapkannya. "Kak Davi nggak salah. Luna yang salah."

"Salah? Kamu salah apa, Lun?" Satu alis Davino naik, tak mengerti.

"Luna salah karena marah dengan Kak Davi. Luna sedih, Kak!" Alluna mendengkus, tersenyum miris. "Tadi di cafe, saat Kak Davi hanya mengenalkan Luna sebagai teman Mysha, bukan sebagai pacar Kak Davi, Luna kesal. Luna sakit hati." Lirihnya.

Deg.

Mendengar hal tersebut sesuatu yang berat terasa menghantam hati Davino. Sesak. Perasaan bersalah begitu saja menderanya. Bodohnya dirinya yang tidak menyadari perasaan Alluna. Tapi, bagaimana? Memang seperti ini kenyataan yang harus mereka hadapi, bukan? Lagipula bukankah Alluna sudah menyanggupi hubungan rahasia mereka?

"Maaf." Satu kata maaf kembali terucap dari bibir Davino. Sungguh Davino kehilangan kata-kata lagi harus bagaimana dirinya saat ini.

"Iya. Luna sudah maafin Kak Davi. Kan sudah Luna bilang, yang salah itu Luna. Jadi, Kak Davi nggak salah." Senyum Alluna. Menepuk punggung tangan Davino, berusaha menenangkannya. Walau, sesungguhnya dirinya lah yang lebih perlu ditenangkan hatinya.

Munafik! Kamu munafik, Luna! Makinya pada dirinya sendiri di dalam hati.

Sebegitu takutnya Alluna bahwa Davino akan meninggalkannya sehingga dirinya harus menyalahkan dirinya sendiri.

Oh, girl! You are such a looser.

"Maaf, karena hubungan kita yang harus dirahasiakan, kamu jadi sedih begini." Desah Davino penuh penyesalan.

"Nggak apa, Kak. Kak Davi nggak salah. Luna yang terlalu cengeng. Lagipula kayaknya mulai sekarang Luna harus lebih prepare. Siapin sabar seluas samudra, hehehe ... ." Ringisnya.

Davino kembali menghela nafas, lalu berkata, "Terima kasih sudah mau mengerti tentang hubungan kita, Luna." Dan kembali, Alluna mengangguk. Akhirnya mereka berdua kembali melanjutkan perjalanan mereka walau tetap dalam keheningan. Karena Alluna memutuskan untuk menutup kedua matanya.

Tidur lebih baik. Daripada dirinya terus menahan kesal di dadanya.
 

BERSAMBUNG

********

Di upload di Storialco pada 4  Maret 2020 dan di Wattpad pada  2 Agustus 2020.

Yang penasaran dengan kelanjutannya langsung saja ke Storialco ya, sudah sampai part 40 disana. Di Wattpad saya hanya akan update sampai part 18 saja.

Tidak ada versi Ebook y, gaess.. hanya ada di Storialco dan bercoint mulai part 20

Love, Adellelia
Follow me on IG at "Adellelia.novel".
Follow me on Wattpad at "Adellelia".

Continue Reading

You'll Also Like

840K 80.1K 34
Lily, itu nama akrabnya. Lily Orelia Kenzie adalah seorang fashion designer muda yang sukses di negaranya. Hasil karyanya bahkan sudah menjadi langga...
393K 1.7K 16
⚠️LAPAK CERITA 1821+ ⚠️ANAK KECIL JAUH-JAUH SANA! ⚠️NO COPY!
621K 27.2K 42
Siapa yang punya pacar? Kalau mereka selingkuh, kamu bakal ngapain? Kalau Pipie sih, rebut papanya! Pearly Aurora yang kerap disapa Pie atau Lily in...