Bukan Aku yang Dia Inginkan [...

By storyhusni_

6M 524K 21K

Follow dulu sebelum baca || Tersedia di Gramedia dan Toko Buku Online Aiza Humairah, gadis salehah yang menyu... More

Prolog
#1 Melepas
#2 Khitbah
#3 Butik
#4 Akad
#5 Pengantin
#6 Ada Apa?
#7 Tak Seperti Harapan
#8 Tak Sesuai Harapan
#9 Marah?
#10 Perhatian Sederhana?
#11 Sendiri
#12 Hujan
#13 Lembur
#14 Sakit
#15 Kembali Aneh
#16 Rapuh
#17 Sulit
#18 Keputusan
#19 Isi Hati Fakhri
#20 Masih Bertahan
#21 Lelah
#22 Masih Bertahan
#23 Lelah
#24 Menyerah
#25 Pergi
#26 Sadar
#28 Menyesal (2)
#29 Menyesal (3)
#30 Wanita Bermata Teduh
#35 BAyDI
#36 BAyDI
#37 BAyDI
#38 BAyDI
#39 BAyDI
#40 BAyDI
#41 BAyDI
#42 BAyDI
#43 BAyDI
#44 BAyDI
#45 BAyDI
#46 BAyDI
#47 BAyDI
#48 (ENDING)
Info Penting
GIVE AWAY NOVEL BAYDI
Pre Order BAyDI
Pre Order BAyDI (2)
GIVE AWAY NOVEL BAYDI EDISI TTD

#27 Menyesal

162K 14.1K 853
By storyhusni_

"Dia benar-benar pergi. Meninggalkan penyesalan tiada henti. Hidupku begitu kosong, jiwaku begitu rapuh mendapati dia yang telah kusakiti tidak akan pernah datang dan kembali lagi."

Fakhri Alfarezel

"Yah, Bunda tiba-tiba kepikiran Aiza." Fara berjalan menghampiri Ali yang kini sedang duduk menonton televisi. Fara menduduki dirinya di sebelah suaminya.

"Bunda kepikiran apa?" tanya Ali lembut. Ia bahkan mengabaikan telivisidan memilih mendengar istrinya.

"Kabar Aiza, Yah."

Ali tersenyum. kecil. Padahal empat hari yang lalu Aiza ke sini, lusa bahkan istrinya juga menelfon Aiza.

"Kemarin Aiza jawab apa saat Bunda nelfon?"

"Baik."

"InsyaAllah kabar Aiza baik berarti, Bund," Ali mencoba menenangkan istrinya. Namun Fara masih tidak tenang. Pikirannya terus tertuju pada Aiza. Entah kenapa sejak tadi perasaannya tidak enak.

"Yah, Bunda nelfon Aiza ya?"

Ali mengangguk, mengacak lembut kepala istrinya."Ya udah telfon aja biar hati Bunda tenang."

Fara tersenyum. Setelah Izin mengambil ponsel yang ia tinggalkan di dalam kamar, ia berlalu menuju kamar untuk menghubungi putri keduanya.

Nomor yang Anda sedang tidak aktif atau berada di luar jangkauan.

Lagi-lagi itu yang Fara dengar untuk ke tiga kalinya. Fara mengalihkan perhatiannya pada jam dinding yang menunjukkan pukul lima sore.

Apa putrinya sedang di dapur hingga tidak menjawab telfonnya?

Sebenarnya Fara takut menganggu, tapi hatinya masih tidak tenang jika tidak tahu kabar Aiza..Fara mencari nomor menantunya, semoga saja Fakhri tidak sibuk dan bisa menjawab telfonnya.

Fara bersyukur begitu panggilannya diangkat Fakhri. Fara tersenyum senang begitu menantunya mengatakan Aiza baik-baik saja dan sekarangdi rumah. Mungkin memang Fara saja yang terlalu khawatir. Baru ingin berbicara lagi, suara Ali terdengar menyahut memintanya melihat berita.

"Fa coba lihat berita ini."

"Bunda lagi nelfon menantu, Yah."

"Nggak Fa, lihat berita dulu."

Fara tidak ingin membantah, membiarkan sebentar telfonnya tersambung dengan menantunya, lalu beralih melihat televisi. Betapa terkejutnya Fara begitu mendengar kecelakaan parah yang terjadi di Aceh dengan korban empat orang. Tidak lama kemudian berita menampakan KTP korban kecelakaan.

"Lho Yah..." Fara semakin mendekat menatap berita. Tiga KTP dengan dua KTP utuh dan satu lagi terbakar setengah. Ponsel digenggamannya sontak terjatuh menatap KTP yang terbakar setengah.

Fara menggeleng tidak percaya. "Itu bukan putri kita kan, Yah. Aiza lagi di Jakarta, bukan di Aceh."

Fara menatap suaminya yang kini bergeming. Air mata jatuh membasahi pipi Fara seiring itu. Firasatnya sangat tidak enak.

"Ayah ...." Fara terisak, terlebih menatap Ali yang kini mengusap wajah tidak percaya. Tadi "Fakhri mengatakan kabar Aiza baik. Berita ini pasti salah, Yah."

"Bund,"

Fara terisak. Tubuhnya begitu lemas mengetahui taxi yang meledak hingga membuat penumpang di dalamnya tidak bisa diselamatkan.

Fara kembali meraih ponsel yang sempat ia jatuhkan di kursi. "Fakhri! Dimana Aiza!?"

***

Kesadaran sekaligus penyesalan yang baru didapatkannya membuat Fakhri kini memutuskan pulang setelah sampai di hotel. Selesai mengemas barang, Fakhri membawa mobilnya cepat menuju Jakarta.

Ponsel yang sejak kemaren tidak pernah mencari kontak Aiza, kini sibuk mencari nama Aiza . Fakhri memasang headseat, mulai menelfon Aiza dan berharap panggilannya dijawab.

Nomor yang Anda tuju sedang tidak aktif atau berada di luar jangkauan.

Fakhri mengernyit, sudah lima kali menelfon, namun lagi-lagi hanya suara operator yang menjawab.

"Aiza .... saya tahu kamu marah, tapi tolong angkat telfon saya."

Fakhri sudah mengirim SMS puluhan kali, meminta maaf, menanyakan di mana keberadaan Aiza, meminta Aiza untuk mengaktifkan ponsel, namun ia tidak kunjung mendapat balasan.

Sepuluh menit berlalu Fakhri mulai kalut, ia memutuskan melajukan mobil dengan kecepatan tinggi. Perasaan bersalah, cemas dan takut kini menguasi hatinya. Fakhri takut jika Aiza benar pergi dan tidak lagi kembali ke rumah.

Fakhri kini membenci dirinya sendiri, ia baru menyadari takut kehilangan Aiza yang selama ini ada untuknya.

Tidak menghiraukan kekesalan mobil lain, Fakhri melajukan mobilnya dengan kencang. Yang ia inginkan saat ini hanya cepat sampai di rumah dan melihat Aiza yang menyambutnya dengan senyum ceria seperti biasa.

Tepat jarum jam yang menunjukkan setengah enam sore, mobil Fakhri sampai di halaman. Fakhri buru-buru turun dan langsung berlari ke rumah. Mendapati pintu yang masih dikunci, membuat hatinya kian takut. Fakhri mengeluarkan kunci rumah yang menyatu dengan kunci mobilnya, lalu membuka pintu dan masuk ke rumah memanggil nama Aiza.

"Aiza ..."

Langkah Fakhri terhenti melihat ruangan yang begitu sunyi. Tidak ada Aiza yang menyambutnya seperti sebelumnya, bahkan aktifitas dapur yang biasanya sudah terisi dengan rutinitas Aiza juga terlihat lengang dan kelam.

"Aiza ... " Fakhri melanjutkan langkahnya menuju kamar Aiza. Berharap Aiza sedang di kamar. Namun, begitu membuka kamar, Fakhri tidak melihat Aiza di sana. Langkah kaki Fakhri berlari menyelusuri setiap bagian rumah, suaranya terdengar menggema memanggil nama Aiza.

"Aiza ..." Sudah mencari ke setiap sudut Fakhri tetap tidak menemukan Aiza. Fakhri terduduk lemas di lantai Aiza. Tatapannya sendu menatap foto pernikahannya dengan Aiza.

"Kamu di mana, Aiza? Pulang, aku mohon," lirihnya. Melihat wajah yang tersenyum membuat Fakhri semakin dilanda rasa bersalah teramat dalam.

Drrt ... Drtt ...

Fakhri mengambil ponselnya di saku. Melihat nama Fara di layar membuat Fakhri kini mengambil napas dalam dan menghembuskannya perlahan.

"Assalamu'alaikum, Nak."

"Wa'alaikumsalam, Bunda." Mendengar suara Fara sejujurnya membuat Fakhri takut Fara akan bertanya Aiza di mana.

"Kamu apa kabar? Bunda ganggu nggak?"

"Nggak, Bund. Alhamdulillah kabar Fakhri baik."

"Alhamdulillah." Fara menghela napas lega. "Kalau kabar Aiza gimana, Nak? Bunda telfon ponselnya kok nggak aktif ya."

Jantung Fakhri bergerak cepat. Apa yang harus dijawabnya ke Fara? Fara bertanya Aiza itu artinya Aiza tidak di sana sekarang. Lalu ke mana Aiza?

Fakhri menghembus napas sesak. Aiza tidak menceritakan masalah ini ke Fara. Sampai saat semuanya tidak tahu masalah mereka. Aiza perempuan yang hebat, kenapa dia bisa menyia-nyiakan istri sebaik Aiza?

"Fakhri?"

Fakhri tersentak, lupa telfon masih terhubung.

"Ada, Bunda." Sangat berbalik dengan keadaan sebenarnya, Fakhri berbohong. Ia bahkan tidak tahu di mana keberadaan pasti Aiza saat ini.

Tidak lagi terdengar jawaban Fara. Fakhri melirik layar ponsel, masih menyala dan belum dimatikan. Tepat ketika benda itu kembali menempel di telinga kirinya, Fakhri mendengar suara televisi di seberang yang disusul suara Fara yang tadi mengatakan sebentar.

Fakhri mengenyit sekaligus khawatir begitu mendengar tangis Fara. "Bunda, ada apa?" tanya Fakhri. Namun, pertanyaannya tidak kunjung dijawab, Fakhri hanya merdengar lirihan Fara dan tidak lama kemudian ia mendengar suara Fara yang membentak marah.

"Fakhri! Di mana Aiza!?"

Fakhri tersentak. Apa Bunda tahu dia berbohong?

"Bunda-"

"Kenapa bohong Fakhri!?" bentak Fara semakin marah. Fakhri hanya bisa tertunduk diam. "Kenapa bohong Aiza ada di rumah!? Kamu bilang Aiza di rumah tapi kenapa beritanya di Aceh?" lirih Fara terisak.

Jantung Fakhri berdebar kencang. "Maksud Bunda apa?"

"Aiza ... Aiza kecelakaan ..." Fara semakin terisak.

Fakhri bergeming di posisinya. "Aiza kecelakaan?"

"Lihat berita, Fakhri! Kenapa membohongi Bunda?" teriak Farah membentak, suara Fara terdengar bergetar, sesaat kemudian sambungan terputus.

Fakhri mengusap wajahnya frustasi. Ia menggeleng tidak percaya. Aiza tidak mungkin kecelakaan. Fakhri beranjak cepat dan melangkah kakinya ke ruang keluarga.  Ia mengambil remot dan menghidupkannya dengan jantung yang tidak tenang.

"Telah tejadi kecelakaan sore ini pukul 17.00 WIB . Ditemukan Taxi yang diperkirakan membawa penumpang perempuan meledak ditepi pembatas jalan."

Fakhri bereming. Perasaannya benar-benar tidak enak lagi. Apa ini benar?

Ia menggeleng. Mencoba tidak percaya itu bukan Aiza, itu pasti orang lain.

"Dari penglihatan saksi, taxi mencoba menghindari truk didepannya, namun taxi terlambat hingga merobos pembatas pagar tepi jurang. Perkiraan dari penyelidikan polisi ada penumpang dalam taxi. Dilihat dari KTP yang ditemukan, penumpang merupakan perempuan dengan inisial AH."

Tiga KTP diperlihatkan di layar, dua utuh berisi KTP laki-laki dan satu lagi terbakar setengah milik perempuan. Namun nama dan tanggal lahir yang jelas serta bisa dibaca membuat Fakhri kembali bergeming.

"Ini pasti salah."

Fakhri benar-benar frustasi, ia mencoba tidak percaya. Namun, semakin tidak percaya, semakin besar rasa yakin menguasai hatinya. Ia mengambil cepat ponselnya, mencari nama Aiza untuk dihubungi.

"Aiza ... angkat telfon saya," lirih Fakhri, kakinya bergerak tidak tenang menunggu.

Nomor yang Anda tuju sedang tidak aktif atau berada di luar jangkauan.

Arghh ....

Fakhri menggeram kesal. Melempar ponselnya ke sofa, ia benar-benar kesal dengan operator yang kembali bersuara. Yang diharapkannya suara Aiza bukan suara operator yang kini semakin membuatnya gelisah. Fakhri mengusap wajah frustasi, ia benar-benar marah pada dirinya sendiri, bahkan kini ia membenci dirinya sendiri karena telah membiarkan Aiza pergi

"Aiza ... maaf ...." Untuk kedua kalinya air mata penyesalan kembali jatuh. Namun, semuanya sudah terlambat.

******

Nah kalau gini jadi kasian sama Fakhri apa malah senang akhirnya Fakhri menyesal?

Part berikutnya akan akan ada kemarahan dari orang yang menyangi Aiza. Siapain tisu, siapin hati.

See you ❤️

Continue Reading

You'll Also Like

5.6K 819 22
[TEENFICTION] "Lo udah gila ya?!" bentak seseorang yang berlari ke arahnya . "Lo tau nggak?! Di kuburan sana masih banyak orang yang ingin hidup lagi...
Say My Name By floè

Teen Fiction

1.2M 71.5K 35
Agatha Kayshafa. Dijadikan bahan taruhan oleh sepupunya sendiri dengan seorang laki-laki yang memenangkan balapan mobil malam itu. Pradeepa Theodore...
2.1K 341 32
[Sudah Terbit oleh Penerbit LovRinz] -Mengenalmu adalah anugerah. Mencintaimu adalah fitrah- Azzaida Khaira, perempuan tidak tahu aturan yang menyada...
1.3K 451 36
"Halah, lo jigong. gaya lo noh make up menor kayak ondel-ondel bulukan, ngaca lo minimal! banyak gaya bener jadi manusia" "Bulukan-bulukan gini gue s...