Bukan Aku yang Dia Inginkan [...

By storyhusni_

6M 524K 21K

Follow dulu sebelum baca || Tersedia di Gramedia dan Toko Buku Online Aiza Humairah, gadis salehah yang menyu... More

Prolog
#1 Melepas
#2 Khitbah
#3 Butik
#4 Akad
#5 Pengantin
#6 Ada Apa?
#7 Tak Seperti Harapan
#8 Tak Sesuai Harapan
#9 Marah?
#10 Perhatian Sederhana?
#11 Sendiri
#12 Hujan
#13 Lembur
#14 Sakit
#15 Kembali Aneh
#16 Rapuh
#17 Sulit
#18 Keputusan
#19 Isi Hati Fakhri
#20 Masih Bertahan
#21 Lelah
#22 Masih Bertahan
#23 Lelah
#24 Menyerah
#25 Pergi
#27 Menyesal
#28 Menyesal (2)
#29 Menyesal (3)
#30 Wanita Bermata Teduh
#35 BAyDI
#36 BAyDI
#37 BAyDI
#38 BAyDI
#39 BAyDI
#40 BAyDI
#41 BAyDI
#42 BAyDI
#43 BAyDI
#44 BAyDI
#45 BAyDI
#46 BAyDI
#47 BAyDI
#48 (ENDING)
Info Penting
GIVE AWAY NOVEL BAYDI
Pre Order BAyDI
Pre Order BAyDI (2)
GIVE AWAY NOVEL BAYDI EDISI TTD

#26 Sadar

156K 14.6K 857
By storyhusni_

"Ketika ingin memperbaiki, waktu seolah tidak berkompromi.  Kenyataan membuatku kini seperti dihukum tanpa permisi."

Fakhri Alfarezel

"Di gedung tinggi yang memiliki tujuh lantai, Fakhri tengah berdiri di balkon kamar setelah baru saja selesai membuat kopi panas. Satu tangannya yang tidak memegang kopi kini ia tumpu di pagar balkon yang cukup tebal.

Fakhri menyesap kopinya yang sudah menggempulkan asap. Pagi ini ia memilih meminum kopi untuk menghilangkan kantuknya. Hari merupakan hari terakhir terakhir di Kota Bandung. Sebelum balik ke Jakarta nanti sore, Fakhri ingin mengambil waktu setengah hari menikmati kota Bandung. Rasanya ia perlu merefreshkan otak akan masalah kantor dan rumah yang dihadapinya.

Pandangan Fakhri beralih menatap langit yang begitu bersih. Biru muda begitu mendominasi di atas sana, hanya terlihat sedikit awan yang baru bermunculan.

Kadang ia terpikir, mengapa kini hidupnya terasa abu-abu dan suram? Malam kemarin ia harus mendapat kabar bahwa Rifqi sudah sadar dari komanya. Hal itu tentu membahagiakan bagi keluarga Rifqi dan Arisha. Namun bukan untuknya. Rasanya harapan yang baru didapatkannya kembali sirna. Nyatanya, Rifqi yang sudah sadar memperjelas bahwa pernikahan itu memang mungkin dilanjutkan. Terlebih Arisha yang juga tetap pada niat awalnya, akan menikah dengan Rifqi setelah laki-laki itu sadar.

Fakhri tersenyum kecut. Hidupnya terasa sudah tidak berarti. Semenjak lamaran semuanya terasa hancur dan menghilangkan jati dirinya. Apa sebegitu besar pengaruh cinta yang ditanam tanpa mengikuti jalan yang tepat?

Fakhri mengembuskan napas berat, menegakkan badannya dan memilih berjalan ke dalam. Jam yang menunjukkan pukul delapan pagi, membuatnya kini memilih bersiap pergi menyelesaikan urusan kantor.

***

Fakhri tersenyum miris begitu matanya menangkap sepasang kekasih halal yang sedang berjalan berdua dengan gandengan tangan di sekitar taman kota. Itu membuatnya teringat akan kehidupan yang dulu ia damba bersama gadis yang dicintai. Sebelum menikah begitu banyak rencana yang ingin diwujudkannya bersama Arisha yang ia harapkan kelak menjadi istrinya.

Namun, harapan itu harus ia kubur hidup-hidup. Ia tidak akan bisa bersatu dengan Arisha- wanita yang bahkan namanya begitu berkuasa di hatinya. Fakhri terkekeh menertawakan mirisnya hidupnya.

Cinta ini membuatnya begitu gila, ia seperti hilang kendali. Sejak melamar Aiza Fakhri merasa menjadi orang yang berbeda, yang begitu jauh dari dirinya sendiri. Suami yang tidak bertanggung jawab. Fakhri sadar ia memang bukan suami yang baik. Selama pernikahan ia tidak pernah bersikap layaknya suami yang diharapkan bisa membimbing keluarganya. Fakhri menghembuskan napas berat, menutup tangannya dengan gusar. Ia kian frustasi dengan dirinya dan apa yang akan dilakukannya lagi. Ajakan cerai untuk Aiza dua hari yang lalu kini menjadi bomerang sendiri untuknya.

Aiza marah dan pergi membawa koper. Bahkan Fakhri tidak tahu kemana Aiza pergi dan apa kini sudah di rumah atau tidak.

Allahu Akbar ... Allahu Akbar ...

Suara Adzan yang terdengar memutuskan pikiran Fakhri akan masalah rumah tangganya, Fakhri berdiri dan beranjak untuk melaksanakan sholat zuhur di Masjid. Setelahnya ini Fakhri berniat langsung ke hotel saja untuk membereskan barang.

Selesai melaksanakan sholat, Fakhri yang hendak beranjak dari duduknya terduduk kembali mendengar ceramah Uztadz yang baru mulai. Entah kenapa ada sesuatu yang mendorongnya untuk tetap di sana barang sesaat.

"Tuhanmu lebih mengetahui tentang kamu. Jika Dia menghendaki, niscaya dia akan memberi rahmat kepadamu, dan jika Dia menghendaki, pasti Dia akan mengazab kamu...."

"Al-Qur'an surah al-Isra ayat lima puluh empat. Dari ayat di atas bisa kita pahami bahwa Allah lebih mengetahui tentang kita dari pada kita sendiri. Allah tidak menghendaki kecuali kebaikan untuk kita, tidak memerintahkan kecuali ada kemaslahatan di dalamnya. Terkadang kita menghendaki sesuatu sementara kebaikan berada pada hal lain."

"Di sini, jangan sampai kita sebagai hamba marah dengan takdir Allah. Rencana Allah tidak pernah mendatang keburukan untuk kita, namun sebaliknya."

Fakhri mendongak pada Ustadz yang berbicara di atas mimbar. Ceramah yang sedang berjalan membuatnya kini terdiam. Fakhri memang tidak tahu apa tema kajian hari ini, tapi isi ceramah itu seolah terarah kepadanya.

"Mungkin saat ini ketika mendapat masalah, tapi jangan langsung menjudge Allah tidak adil. Terima ketetapan Allah dengan lapang dada. Yakin apa yang terjadi memiliki hikmah di dalamnya."

Kata yang baru saja Fakhri dengar langsung menyentil ulu hatinya. Seolah kata-kata itu memang ditujukan untuk dirinya yang tidak bisa menerima ketetapan Allah. Tentang jodoh, perjalanan hidup hingga ia yang tidak bisa menerima kenyataan.

"Kenapa masih ada manusia yang tidak menerima ketetapan Allah? Itu karena hati mereka yang belum sepenuhnya ikhlas. Mata hatinya tertutup. Setiap apa yang terjadi memiliki kebaikan di dalamnya. Mungkin kita tidak melihat langsung, namun seiring berjalannya waktu kita akan menyadari sendiri hingga membuat kita terpana dan bersyukur kepada Allah."

Fakhri termenung mencerna cermah yang didengarnya. Ada sesuatu hal yang membuatnya seakan sadar. Takdir Allah yang tidak pernah keliru dan salah. Setiap apa yang ditakdirkan pasti di dalamnya memiliki kebaikan.

Jika dikaitkan dengan pernikahannya, apa ini juga termasuk? Allah menetapkan ia menikah dengan Aiza karena ini sudah jalannya. Allah tahu banyak kabaikan yang ia dapat. Allah tahu Aiza adalah istri yang tepat untuknya.

Fakhri tersentak sendiri menyadari pikirannya tentang terakhir.

"Assalamu'alaikum."

Fakhri menoleh dan sedikit terkejut menatap Ustadz yang tadi mengisi kajian kini menghampirinya. Fakhri menatap sekelililing, baru sadar Masjid yang tadi ramai kini sudah lengang.

"Wa'alaikumsalam, Ustadz."

"Boleh saya duduk?"

Fakhri mengangguk walau sedikit bingung kenapa Ustadz menghampirinya.

"Ada yang sedang menganggu pikirkanmu, Nak?"

Fakhri terdiam dengan pertanyaan itu.

"Saya akan membantu jika kamu butuh bantuan, Nak. Tapijika kamu tidak ingin menceritakannya, tidak apa-apa, saya bisa mengerti. Kadang orang butuh privasi sendiri dan tidak semuanya bisa diceritakan."

Fakhri belum kunjung membuka suara. Masih bimbang apa menerima tawaran itu atau tidak.

"Kalau gitu saya pamit dulu ya, Nak." Ustadz sudah berdiri, membuat Fakhri langsung menahan langkah Ustadz.

"Saya butuh pendapat Ustadz." Mungkin tidak ada salahnya Fakhri meminta masukan Ustadz. Ia harus menyelesaikan masalah yang akhir-akhir ini menghampirinya.

Ustadz sudah kembali duduk, Fakhri kini memperbaiki posisi duduknya, mengambil napas dalam sebelum bercerita.

"Jujur saya tersentuh dengan ceramah Ustadz tadi. Saya saat ini seperti tidak menerima ketetapan Allah, Ustadz"

Ustadz diam mendengarkan, membiarkan lebih dulu Fakhri menceritakan masalahnya.

"Saya sudah menikah Ustadz, tapi saya tidak pernah ikhlas menerima pernikahan ini. Saya menikah bukan dengan orang yang saya cintai. Dulu saya berniat mengkhitbah Kakaknya. Tapi karena kakaknya menerima lamaran laki-laki lain membuat saya berpindah mengkhitbah adiknya. Saya tahu Ustadz, ini kesalahan saya karena mengambil keputusan di tengah emosi saya yang tidak stabil. Sekarang saya menyesal."

Ustadz tersenyum, mengusap lembut bahu Fakhri sebentar.

"Kamu tahu semua yang terjadi di alam semesta ini tidak mungkin terjadi jika Allah tidak mengizinkan?" Fakhri terdiam.

"Semuanya tidak lepas dari pandangan Allah. Bahkan daun yang jatuh pun itu atas izin Allah."
"Kamu percaya akan ketetapan Allah?"

Fakhri mengangguk. Ustadz kembali tersenyum.

"Ketetapan Allah tidak pernah salah. Kamu bisa menikah dengan istri kamu atas izin Allah. Kenapa kamu akhirnya menikah dengan istrimu, karena dia adalah jodohmu, dia yang sudah digariskan Allah menjadi pendamping hidupmu, dia yang digariskan Allah menjadi pasangan terbaik untukmu." Fakhri terdiam mendengarkan penjelasan Ustadz yang berhasil menampar hatinya. "Kenapa kamu tidak bersatu dengannya karena Allah lebih tahu yang terbaik untukmu. Dengan istri kamu sekarang bisa jadi Allah menetapkan kebaikan yang banyak."

Penjelasan Ustadz sangat mencolos ke hatinya, Fakhri bahkan kini disadarkan akan segalanya. Terhadap ia yang marah dengan takdir Allah, dan akan Aiza yang sudah ia sakiti.

Mengingat Aiza, Fakhri tercenung karena telah melukai perasaan Aiza selama ini. Selama ini Aiza menahan sakit dan tersiksa karena dirinya. Ingatan Fakhri berputar akan sikapnya yang sengaja membuat Aiza menangis. Lantas sudah berapa banyak langkahnya dikutuk oleh malaikat karena menyakiti hati istrinya?

"Ustadz, saya selama ini sudah menyakiti hati istri saya, saya bahkan mengajaknya bercerai," ucap Fakhri terdengar menyesal.

"Perbaiki sebelum terlambat. Tidak sepantasnya kamu menyakitinya."

"Dia adalah amanah untukmu. Sejak adanya ijab qobul, saat itu kamu sudah berjanji dihadapan Allah untuk mempertanggung jawabkan segalanya. Bahkan arsy ikut bergetar karenanya."

Entah kenapa kata itu berhasil membuat Fakhri tersentak. Ia bahkan melupakan janjinya dihadapan Allah. Akan tanggung jawabnya sebagai pemimpin rumah tangganya dan tanggung jawabnya terhadap Aiza.

Dulu sebelum menikah ia sudah bertekad pada dirinya sendiri untuk bertanggung jawab, menjadi suami yang menuntun kapalnya ke pelayaran yang tepat. Namun bukannya menuntun, kali ini ia dengan sengaja ia membawa kapalnya menuju kebinasaan.

Ia yang mengambil langkah, lantas ia juga yang menyalahkan Aiza yang bahkan sekalipun tidak mengerti.

Fakhri beristighfar. Apa yang sudah dilakukannya selama ini?

Fakhri tersimpuh dalam duduknya. Air mata penyesalan kian jatuh dari pelupuk matanya. Ia sangat merasa berdosa kepada Allah, sangat merasa berdosa karena telah lalai dalam tanggung jawabanya sebagai suami. Sangat berdosa karena telah menyakiti hati Aiza- istri yang begitu setia dan tidak pernah mengeluh akan sikapnya.

"Ya Allah ..."

"Aiza istriku ..."

***

Fakhri mulai sadar, tapi apa daya ketika penyesalan yang akan mendampinginya.

Part ini masih lanjut, karena kedepannya akan ada cerita yang lebih seru.

Reader : Ini Aiza masih hidupkan?

"Aku nggak bisa jawab, yang pasti jangan lupa terus ikutin cerita BayDi, jawabannya akan segera teman-teman temukan."

#see you di next part
:)

Continue Reading

You'll Also Like

11.7K 1.6K 33
Dari Kami; Gazlan & Azura. "Kamu tidak tinggal (di bumi) melainkan sebentar saja, kalau kamu sesungguhnya mengetahui." -Q.S Al-Mu'minuun : 114 Dalam...
1.3K 451 36
"Halah, lo jigong. gaya lo noh make up menor kayak ondel-ondel bulukan, ngaca lo minimal! banyak gaya bener jadi manusia" "Bulukan-bulukan gini gue s...
578K 8.7K 36
Menurut gua cinta cuma sebuah tumpukan harapan yg setelah bertumpuk tumpuk lalu hancur di patahkan ya ini kisah tentang seseorang orang yg jatuh cint...
Say My Name By floè

Teen Fiction

1.2M 70K 34
Agatha Kayshafa. Dijadikan bahan taruhan oleh sepupunya sendiri dengan seorang laki-laki yang memenangkan balapan mobil malam itu. Pradeepa Theodore...