The Vow

By SierraBerwynne

128K 10.1K 785

[END] [18+] Menjelang hari pernikahan Savannah menemukan dirinya hamil tanpa mengetahui siapa pria yang sudah... More

Prolog
1 - Mistake
2 - First meeting? Right?
3 - Not a choice
4 - Pregnant?
5 - We're friend, right?
8 - Welcome to the world, Swan
9 - Not you again
6 - First time for me, maybe...
10 - Fallin for you,
11 - That guy
12 - Bad dream
13 - Envy?
14 - Our relationship
7 - She's know everything
15 - Swan's daddy
16 - to lose you
17 - Yes, she's right
18 - New life, new beginning
19 - a Son
20 - a good memories
21 - Forgiveness
Epilog

22 - The Vow

4.1K 391 52
By SierraBerwynne

River melangkahkan kakinya di sepanjang jalan berbatu tepi sungai Neckar di pinggiran kota Heidelberg. Musim gugur hampir berakhir, namun Heidelberg masih sedikit menawarkan kehangatan di banding tempat lain, dan berada disini tidak membuat River terlalu membenci musim dingin.

Merogoh kantong celana, River mengeluarkan ponselnya. Telpon dari Sunny. Ia mendesah, sudah ia beritahu belum bahwa selama setahun ini ia sama sekali tidak bertemu dengan wanita itu. Hari itu saat ia sudah menemui ayahnya di London, River mendengar kabar bahwa Sunny bertemu dengan Savannah. Mereka membicarakan semuanya, termasuk alasan Sunny menyembunyikan rekaman video itu. Jadi bisa tidak River katakan bahwa urusannya dengan Sunny sudah selesai sejak saat itu.

Mengenai telponnya? hmm River memang beberapa kali mengangkat telpon demi kesopanan dan yah dulu wanita itu pernah River cintai dan mereka juga bersahabat bukan? Dan benar hanya sebatas itu, River bisa menjaminnya.
Di luar semuanya River juga tidak memiliki alasan untuk menghindar. Semua ini salahnya kan, walaupun menurut yang lainnya Sunny bersalah dengan perbuatannya waktu itu, River menganggap semua adalah akibat dari kesalahannya sendiri.

Jadi jika nanti Savannah memaafkannya dan keberatan dengan telpon Sunny, mungkin saat itu ia akan berhenti. Savannah sudah sangat cukup di jadikan alasan untuk benar-benar menjauhi wanita itu.

River menghentikan langkahnya di depan sebuah cafe dengan ukiran nama besar 'Swan Cafe'. Ia tersenyum sebelum melangkah untuk menggapai pintu dan membukanya.

"Selamat da...tang." Sapaan itu datang dari Savannah yang berdiri di dekat pintu masuk.

River menahan dirinya sendiri untuk tidak langsung memeluk wanita itu. Seperti yang selalu ia bayangkan, Savannah terlihat lebih cantik dan segar. Rasa kerinduan bahkan membuat River membeku, ia hanya menatap Savannah, tidak menemukan suara untuk memulai pembicaraan yang sudah di susunnya jauh-jauh hari.

Mata wanita itu melebar dengan tarikan napas panjang. Ia tentu saja kaget melihat River berdiri di ambang pintu cafenya dengan tidak tahu diri seperti hari ini.

"Maafkan aku."

River mengumpat dalam hati. Dari banyaknya kata yang ia siapkan, kenapa kata itu yang keluar lebih dulu.

Savannah menatapnya dengan sorot mata kecewa yang tidak di tutup-tutupi. "Aku sudah memaafkanmu." Gumamnya pelan.

"Aku merindukanmu."

Boleh tidak River menampar dirinya sendiri sekarang? Setelah mengatakan maaf, kini rindu? kata-kata yang tidak tepat, apalagi saat ia melihat kerutan di dahi Savannah.

"Ijinkan aku memperbaiki semuanya." Ia meringis, ada apa dengan otaknya? kenapa selalu mengatakan sesuatu yang tidak tepat.

Menarik napas, Savannah menunduk, seperti menahan air matanya keluar. "Apa-apaan ini. Bahkan waktu dua menit yang kuhabiskan denganmu disini, membuatku merasa lemah."

Savannah mendongak, River bisa melihat kesedihan disana. Pekat dan gelap. Dan membuatnya mengernyit nyeri.

"dua menit yang kuhabiskan untuk kembali jatuh cinta padamu dan kau yang tidak pernah balas mencintaiku."

Apa? coba ulangi? Savannah mencintainya? Sejak kapan? Tapi bagaimana bisa?

"Savannah-" River belum menyelesaikan ucapannya ketika Savannah berteriak untuk menyela.

"Aku tidak bisa!" Savannah mundur satu langkah menjauhinya. "Aku tidak bisa bersama orang yang tidak menginginkanku dan menganggap anakku sebagai sebuah kesalahan!"

River tertegun, menatap wanita yang kini sudah menangis didepannya dengan perasaan yang campur aduk.

Menarik napas, River memejamkan matanya, mengatur otaknya agar tidak kembali mengatakan hal yang tidak pada tempatnya. "Aku minta maaf," ucapnya pelan. "tapi bukan untuk malam itu. Aku mengatakan bahwa semua itu adalah kesalahan karena aku tau hal itu sudah menghancurkan hidupmu, hal yang sangat kau sesalkan."

Savannah diam, menunduk, tampak tidak berniat menatap River.

"Seharusnya aku menyesal sudah melakukan itu padamu, tapi kau tau Savannah, Aku sama sekali tidak menyesal! Kalaupun bisa aku di kembalikan ke saat itu, aku tetap akan melakukannya!" Ucap River dengan napas memburu. "Yang kusesali hanya aku tidak langsung mengakuinya, aku justru hanyut dalam perasaan nyaman yang kau timbulkan dan menganggap semua itu hanya kesalahan kecil."

River mengambil satu langkah mendekat ke Savannah.

"Dan saat itu, sebelum aku mengetahui kebenaran tentang Swan, aku mulai memikirkan hidupku kedepannya. Mungkin dengan sebuah pernikahan dan keluarga kecil bersamamu juga Swan, aku pikir kita bisa bahagia. Aku pikir aku bisa bahagia." Ucapnya penuh penekanan.

Ya, saat ini River sudah menyadari alasannya menolak untuk menikah dulu karena ia takut tidak bahagia. Ia takut masa lalu akan menghantuinya dan justru membuat siapapun yang ada disisinya tidak bahagia. Tapi saat ini, saat ia sudah bisa menerima masa lalunya, River menjadi orang yang baru. Ia yakin bisa bahagia dan kebahagiaan itu tidak akan lengkap tanpa Savannah dan Swan di dalamnya.

"Aku mencintaimu." dari banyaknya kata yang tersusun di kepalanya, River memilih untuk mengatakan kalimat singkat itu.

Savannah mendongak, menatapnya dengan matanya yang basah. Cukup lama wanita itu hanya menatapnya kemudian mengelap air mata dengan punggung tangan.

River siap mengucapkan kata-kata lain untuk meyakinkan wanita itu akan kesungguhannya tepat saat sebuah tamparan mendarat di pipinya.

River kembali menoleh dengan senyuman di wajahnya, "Lakukan lagi."

Savannah mengangkat tangannya, kembali menampar River dengan cukup keras.

River masih tersenyum. "Lagi?"

Savannah kembali mengangkat tangan yang kini terkepal. Ia memukul dada River berulang-ulang.

"Aku membencimu, sangat ingin membencimu. Tapi aku tidak bisa! Kau tidak pernah memberikan penderitaan apapun padaku saat itu, kau justru menemaniku di saat aku mengandung Swan. Jika mengingat semua itu aku semakin tidak bisa membencimu!" ucap Savannah sambil terisak.

River memegang dua tangannya, rasa lega membanjiri hatinya. Ia menarik Savannah, memeluknya, Membiarkan wanita itu terisak dalam dekapannya. Ini terakhir kalinya, River berjanji tidak akan membuat wanita itu menangis lagi.

River melonggarkan pelukannya, menundukkan wajah dan mencium Savannah. Kerinduan itu nyata dan menjalar dengan cepat, hal itu membuatnya menyudutkan Savannah di dinding cafe. Ia menciumnya dalam, menyalurkan perasaan apapun yang sedang ia rasakan saat ini.

Suara dehaman keras membuat mereka membeku dan menjauhkan diri saat melihat sosok pria tinggi yang berdiri di ambang pintu.

"Aku mengerti, Aku mengerti." Pria itu mengangkat kedua tangannya di udara. "Tapi apa tidak sebaiknya kalian pindah ke kamar. Biar aku yang menjaga cafe."

"Zac," Savannah menggigit bibirnya menahan malu dan luapan gairah yang terlanjur timbul akibat ciuman River barusan.

Pria yang di panggil Zac itu tersenyum. "Flyn sudah menunggu kalian dirumah, pulanglah dan bicara baik-baik padanya."

***

Flynn duduk di sofa menghadap Savannah dan River yang duduk berdampingan. Yah ia tau hal ini akan terjadi cepat atau lambat tapi kekesalannya tetap tidak bisa di bendung.

River menarik tangan Savannah, menggenggamnya sebelum mendongak menatap lurus ke arah Flynn. "Membuat Savannah bersedih adalah hal terakhir yang kupikir tidak akan ku lakukan lagi seumur hidupku."

Flynn mendengus. Ia tahu, sangat tahu perasaan River pada adiknya. Ia tidak buta untuk melihat cinta dimata pria itu setiap kali menatap Savannah dan itu cukup. Tidak perlu ada drama kelanjutan seperti penolakan dari keluarga untuk dua orang yang saling mencintai bukan?

"Aku sama sekali tidak perduli dengan kalian, aku hanya ingin keponakanku bahagia. Jadi berhenti melakukan drama dan hiduplah dengan baik. Oke?"

Mereka mengangguk bersamaan sebelum kembali saling menatap dan tersenyum. Bisa tidak melakukan hal itu saat sedang berdua saja?????

"Ini benar-benar membuat kesehatanku memburuk." Gumam Flynn sebelum bangkit.

Sepeninggal Flynn, River masih menatap Savannah hingga membuat wanita itu merona.

Ia mengelus pipi Savannah sebelum bergumam. "Kau ingin pernikahan seperti apa?"

"Kita baru berbaikan dan kau sudah menanyakan pernikahan impianku?"

River tersenyum dan menunduk untuk mengecup singkat bibir Savannah. "Apa sulit menjawabnya sekarang?"

Savannah menggeleng kemudian tersenyum. Dulu, di rencana pernikahan pertamanya Savannah tidak pernah dimintai pendapat ingin pernikahan seperti apa. Semuanya atas saran dan ide Brie, oke dia tidak keberatan dan tidak baik membandingkan saat ia yang bersalah dengan meninggalkan Shane waktu itu.

Savannah hanya merasa di hargai dengan pertanyaan sederhana itu dan berhasil membuat matanya berkaca-kaca.

"Tidak perlu meriah, maksudku," Ia menarik napas panjang sebelum melanjutkan. "Pernikahan sederhana yang di hadiri orang-orang yang kucintai. Itu cukup."

River tersenyum sebelum menjatuhkan bibirnya ke kening Savannah. "Aku tau kau akan mengatakan itu. Dan kali ini untuk selamanya."

Air mata kebahagiaan mendarat mulus di pipi Savannah, ia mengerjap dengan senyum lebar yang tidak pernah meninggalkan wajahnya. "Selamanya."

"Daddy,,,"

River dan Savannah menoleh, menemukan Swan yang berlari ke arah mereka setelah turun dari gendongan Nath.

Apa katanya? Daddy?

Swan memeluk River yang sudah berjongkok, tertawa saat ayahnya kini mulai menciumi pipinya berkali-kali.

Savannah mengerjap, bagaimana bisa Swan langsung bersikap seperti itu, bahkan saat mereka tidak pernah bertemu.

"Halo sayang, bagaimana kabar uncle Timmy?"

Timmy? boneka beruang yang di bawa Shane bulan lalu. Ia menoleh lagi pada River dengan alis berkerut tidak mengerti.

"Jangan marah ya, sebenarnya aku yang mengirim boneka-boneka itu melalui Shane," Ucap River dengan nada ragu. "Aku juga beberapa kali melakukan panggilan video call melalui ponsel Shane dengan Swan."

Bibir Savannah terbuka namun tidak ada kata yang keluar. Ia takjub, lebih pada Swan yang di usia belum genap 2tahun sudah bisa menyembunyikan sesuatu darinya. Gadis kecil itu tidak pernah menyinggung tentang 'Daddy' atau video call seperti penjelasan River barusan, wahhh anaknya benar-benar ajaib.

Dan Shane, haruskah ia memarahi pria itu karena membohonginya.

Sebuah tangan besar menangkup wajahnya, "Nanti akan kujelaskan semuanya. Sekarang kau ganti baju dulu."

Pernah tidak Savannah bilang bahwa mata River selalu bisa membuatnya tersihir. Ia selalu merasa tenggelam saat pria itu menatapnya dan membuatnya tidak ingin mengalihkan tatapannya dari apapun di dunia ini.

"Kita mau kemana?"

River tersenyum penuh arti sebelum mengedipkan matanya. "Kau akan tau nanti."

***

Taman itu bukan taman asing yang baru pertama kali ia lihat, tapi saat ini taman itu menjadi sesuatu yang tampak berbeda dari biasanya.

Kain warna cream menjuntai di antara pohon maple yang daunnya menguning, kursi-kursi di susun menghadap undakan kecil dengan bunga-bunga yang di atur melingkar.

Tidak sampai disitu, sebuah meja panjang lengkap dengan berbagai makanan di letakkan disisi kue tart besar yang disusun bertingkat.

Sempurna.

Hanya itu kata yang pas untuk menggambarkan apa yang River lihat saat ini.

"Semuanya sudah siap," ucap Noah sambil membaca list yang ada di notenya.

"Terimakasih," River menepuk bahunya. "Apa mereka sudah datang?"

Noah tersenyum kecil. "Keluarga ayahmu sudah tiba di penginapan 2 jam yang lalu, sebentar lagi mereka akan sampai kesini."

River tersenyum. Ini adalah sebuah pernikahan sederhana yang ia siapkan untuk Savannah. Tepat di hari yang sama saat ia menemui wanita itu, ia terlalu percaya diri bukan, saat belum mendapatkan kata maaf dan sudah menyiapkan ini semua. Ia hanya merasa yakin bahwa akhirnya mereka berdua akan bersatu, jadi untuk apa mengulur-ulur waktu untuk mewujudkannya.

"Anakku," Mia memeluk River dengan sebelah tangan menggenggam tangan suaminya.

Jonathan Rider masih bersikap dingin pada River, tapi tidak masalah. Ia yakin cepat atau lambat ayah dari wanita yang ia cintai itu akan luluh dan mereka bisa main catur bersama untuk mengisi waktu luang.

Kejutannya tidak sampai di situ karena kini River sudah kembali memeluk nenek dan kakeknya yang datang dari Mittelbergheim juga keluarga ayahnya yang menemuinya dengan senyum bahagia yang sama.

"Kau tidak mengundang Sunny?" tanya Noah dengan tidak tau diri.

"Aku memberitahunya bahwa hari ini kami akan menikah, tapi aku tidak berharap dia akan datang." River melirik ke sebuah rumah kecil yang ada di tepi sungai, Savannah disana bersama Swan dan mungkin Nath untuk bersiap. "Savannah punya kenangan buruk tentang Sunny, aku hanya tidak ingin merusak suasana hatinya hari ini."

Noah menepuk pundaknya, "Kau sudah mengambil keputusan yang benar."

***

Savannah menatap dirinya di depan cermin. Gaun putih panjang dengan veil yang menjuntai di belakang tubuhnya membuat penampilannya sempurna.

"mom,"

Savannah menoleh ke arah putrinya yang duduk di sofa sambil memainkan buket bunga Daisy nya. Gaun putihnya mulai kusut karena terlalu banyak bergerak saat Savannah sibuk mempersiapkan diri.

Pintu di ketuk 2 kali sebelum terbuka. Dan Savannah menahan napasnya saat melihat ibu nya berdiri disana. Mia tersenyum dengan matanya yang berkaca-kaca. Ia tidak langsung menghampiri Savannah dan justru berjongkok untuk menyapa Swan.

"Hai Swan, apa yang sedang kau lakukan?"

Swan mengerjap, menatap wajah asing di depannya sebelum menoleh pada Savannah meminta penjelasan.

"Dia sangat mirip dengan River," Gumam Mia sambil mengelus puncak kepala Swan.

Savannah mengangguk, ini kali pertama ibunya melihat Swan dan langsung mengatakan itu. Cukup bodoh memang selama ini ia tidak menyadari kemiripan anaknya dengan River.

"Ibu, maafkan aku."

Mia berdiri, menghampiri Savannah dan memeluknya. "Tidak usah di bicarakan lagi, Bukankah sekarang semuanya sudah baik-baik saja." Sejenak melepaskan pelukan, Mia menatap putrinya. "Apa kau bahagia?"

Savannah tidak mampu menahan air matanya, ia terisak pelan. "Ya ibu, aku sangat bahagia."

"Kalau begitu ibu memaafkanmu," Mia menyeka air mata Savannah dan kembali memeluknya.

***

Taman itu kini mulai ramai. River memang hanya mengundang beberapa orang yang di rasa dekat dengannya juga Savannah, tapi semuanya cukup untuk membuat suasana tampak meriah.

Ia berdiri dengan setelan jasnya di ujung kain berwarna cream yang terhampar sampai menuju altar.

"Kejutan yang menyenangkan."

River menoleh, dan boleh tidak ia langsung mencium wanita cantik yang ada di sampingnya ini?

Savannah terlihat sangat cantik dengan wedding dress yang sudah di siapkan. Ia bahkan jauh lebih cantik dari bayangan River selama ini.

"Kita akan buat perhitungan nanti," bisik Savannah.

"Apa?"

"Kau, tanpa melamar dan apapun langsung menyeretku dalam pernikahan."

River terkekeh, "Kau tidak suka?"

"Sayangnya aku terlalu suka," Savannah menatapnya. "Terimakasih sudah menyiapkan semua ini."

River mengamit tangan Savannah, mencium punggung tangannya. "Aku adalah pria yang bertanggung jawab, setelah semuanya selesai kita akan buat perhitungan sesuai permintaanmu." Ia tersenyum lebar. "Di hotel yang sudah kupesan mungkin." lanjutnya sambil mengedipkan mata.

Pipi Savannah merona. Sebentar lagi mereka akan menikah dan pria itu masih sempat menggodanya.

Suara Noah yang di daulat sebagai MC membuat semua pasang mata yang ada di taman itu mengarah ke River dan Savannah. Tangan mereka saling berkait berjalan menuju altar dengan perasaan yang tidak bisa di gambarkan.

Apa yang sudah mereka lewati mulai terputar di ingatan. Bagaimana hancurnya Savannah saat ia mengetahui sedang hamil, perjalanannya ke Perth hingga pertemuannya dengan River. Kenangan itu, kebersamaan yang singkat yang menjadi awal dari cerita panjang yang akan mereka ukir bersama.

River menoleh pada Savannah, pada wanita yang pernah ia renggut paksa, ia lukai hatinya dan membuatnya banyak menangis. Pertemuan singkat yang membuatnya tidak bisa mengalihkan perhatian dari wanita itu, wanita kuat yang melahirkan putrinya tanpa mengeluh.

Kini mereka berdiri berhadapan, tidak ada yang perlu di suarakan saat mata mereka menyuarakan apapun yang tengah mereka rasakan saat ini.

River memulainya setelah berdeham untuk meredam degup jantungnya yang berantakan dan mengucapkan sumpah pernikahan.

"I vow to love you, to be a faithful husband and the best daddy for our little angel." River menggenggam tangan Savannah. "Saat kau menangis, aku berjanji akan menghapus air matamu. Saat kau takut, aku akan menggenggam erat tanganmu. Saat kau tertawa, aku akan tertawa bersamamu. Saat kau sakit, aku akan mengambil rasa sakit itu dan menjadikannya milikku. Aku berjanji akan terus mencintaimu tanpa syarat dan memujamu dengan sepenuh hati. Kebahagianmu adalah tujuan utama hidupku, dan aku akan menjadi lebih kuat agar bisa menjagamu lebih baik dari sebelumnya. Most of all, I promise to remain with you everyday for the rest of my life."

Savannah menjatuhkan air mata pertamanya, ia tersenyum dengan sinar kebahagiaan di matanya yang basah.

Balas menggenggam tangan River, giliran Savannah mengucapkan sumpahnya. "I vow to love you, to be the honest wife you deserve and trust. Aku tidak menjanjikan kehidupan yang mudah untuk kita atau aku tidak akan mengecewakanmu nantinya, aku juga tidak berjanji akan menjadi istri sempurna untukmu dan Ibu terbaik untuk Swan. Tapi aku berjanji akan memilih untuk terus mencintaimu dan memastikan kita akan selalu bahagia di sisa umur kita." Savannah menarik napas sebelum senyum mengembang di wajah cantiknya. "I cant wait to make plenty of memorise with you."

-End-

***

Hufttt akhirnya tamat, yeay...
Terimakasih buat yang masih setia nunggu kisah mereka, maaf karena sering saya kecewakan menunggu up nya yang lama sekaliii 😢

Semoga suka dengan endingnya yang terkesan terlalu cepat 😂
Saya takut kelamaan ngutang cerita dan malah semakin berlarut-larut 😂 Dan saya memutuskan untuk mengHappy endingnya mereka 😂 karena jujur saya belum kepikiran untuk bikin ending yg nggak happy, tapi mungkin di cerita selanjutnya akan saya coba 😂

Untuk epilog akan saya up secepatnya *ini beneran ya nggak php lagi 😂

Tetep jaga kesehatan semuanya, tetap ikutin arahan pemerintah ya.
Buat yang masih harus dirumahaja tetep semangat. Saya tau pasti bosen banget, dah pengen keluar sekedar ngemall atau nongkrong di kafe kan 😂
Buat yang masih harus kerja di luar juga tetap semangat ya, jangan lupa selalu cuci tangan dan pakai maskernya.

Semoga keadaan ini cepat membaik, semoga bisa keluar lagi tanpa harus khawatir. Tetep jaga kesehatannya, sampai jumpa di cerita saya selanjutnya *semoga 😂

Terimakasih 🙏

Continue Reading

You'll Also Like

513K 14.1K 9
Notes. Untuk pembelian PDF Original hubungi 082165503008 Admin Nana. Menikah dengan Panji Wicaksana, yang tidak lain adalah pacar adik kembarnya, bu...
4.1M 30.7K 34
⚠️LAPAK CERITA 1821+ ⚠️ANAK KECIL JAUH-JAUH SANA! ⚠️NO COPY!
2.5M 31.1K 29
"Lebarkan kakimu di atas mejaku! Aku ingin melihat semua yang menjadi hakku untuk dinikmati!" desis seorang pemuda dengan wajah buas. "Jika aku meny...
903K 33.3K 18
Aku, jatuh cinta dengan adik mantan kekasihku yang usianya sebelas tahun lebih muda. Perempuan yang gengsinya selangit, dan membuat hidup tenangku be...