13 - Envy?

3.5K 397 29
                                    

"Ann, apa Swan sudah bangun? maaf mengganggu hari liburmu dengan menitipkan Swan..... aku tau... ya aku bisa mengurusnya sendiri.... Hmm aku akan segera pulang... sekali lagi terima kasih Ann."

Savannah menghela napas setelah meletakkan ponselnya di meja. Ia menoleh ke jendela kaca yang menampilkan suasana jalanan kota Perth di musim gugur. Menopang wajahnya pada tangan kanan, Savannah melarikan matanya ke daun-daun yang mulai menguning.

"Maaf menunggu lama."

Menoleh, Savannah menemukan Shane yang sudah duduk di depannya. Pria itu memakai stelan jas lengkap dengan dasi juga menjinjing tas kerja yang di letakkan begitu saja di kursi di sebelahnya. Shane memang sempat berkata bahwa kunjungan ke Perth juga demi sebuah kerja sama bisnis. Oke disini Savannah bisa bernapas lega karena itu berarti bukan Savannah tujuan utama pria itu jauh-jauh datang ke kota ini.

"Aku sudah memesan kopi hitam pekat tanpa gula untukmu."

Shane tersenyum cerah. "Aku senang kau masih mengingatnya."

Jeda yang cukup lama, sebelum Savannah kembali bersuara.

"Mengenai flashdisk itu," Savannah menggigit bibirnya. "Mungkin sebaiknya aku mengembalikannya padamu." Lanjutnya setelah mengeluarkan flashdisk dari dalam tas dan meletakkannya di atas meja.

Shane menatap flashdisk itu dengan dahi berkerut. "Kau sudah melihat isinya?"

Savannah terdiam, "kupikir itu sudah tidak penting lagi."

"kenapa?"

"aku tidak... maksudku aku hanya ingin memulai hidup baru bersama anakku."

Shane mengangkat tangannya, menggenggam tangan Savannah. "Aku menerima apapun keputusanmu, aku hanya tidak ingin kau mengalami kesulitan."

Savannah tersenyum tulus, ia tau Shane adalah orang yang bisa di andalkan. Seorang Shane bahkan menjadi orang terakhir yang mungkin akan ia benci di dunia ini. "Sampai kapan kau akan tinggal di Perth."

Shane tampak berfikir. "Sebulan mungkin, atau lebih. Aku belum berkenalan dengan Swan, jadi aku akan mengambil cuti untuk mengajaknya jalan-jalan. Tapi tentu saja itu semua atas izin darimu."

"Kalau begitu seharusnya kita bertemu di apartmenku."

"Aku sedikit takut." Shane menunduk lesu. "Bagaimana kalau Swan tidak menyukaiku?"

Savannah tertawa, apa Shane berfikir kesan Swan padanya begitu penting? Kenapa ia menampakkan sorot wajah khawatir seperti itu.

Suara dering ponsel menginterupsi tawa Savannah. Ia melepaskan genggaman tangan Shane dan mengambil ponsel yang masih berada di meja.

"Ada apa?" Tanya Shane saat melihat raut wajah Savannah berubah saat menatap ponselnya.

Menggeleng, Savannah tersenyum kecil.

"Kau dimana?" bukan sapaan lembut, kata pertama yang di ucapkan River setelah Savannah mengangkat telpon cukup untuk membuatnya mengerutkan kening.

"Di coffee shop."

"Sendiri?"

Savannah melirik Shane. "Bersama teman."

"oh."

Savannah makin mengerutkan keningnya. Ada apa sih?

"Ada lagi yang mau kau katakan?"

"Tidak." River berdehem. "Aku ingin makan siang bersamamu. Di Apartment."

"Kenapa tiba-tiba?"

"memangnya tidak boleh?"

"Aku belum berbelanja."

"kalau begitu pergilah berbelanja sekarang."

Ada apa sebenarnya dengan orang ini. Omel Savannah dalam hati.

"tapi aku bersama temanku."

"Aku hanya sedang ingin makan masakanmu."

Menghela napas Savannah menyerah. Entah apa yang membuat River berubah menyebalkan seperti ini. "Baiklah aku pulang sekarang." Putusnya tanpa menunggu sahutan River dan langsung memutus sambungan telpon.

"Telpon dari siapa?"

Savannah yang masih menatap ponselnya dengan kesal kini mendongak. "Tetangga Apartmen."

Ia menjawab benar kan. Status River hanya tetangga Apartment, mereka memang dekat tapi belum ada kata apapun yang tercetus dari River bahwa hubungan mereka lebih dari sekedar tetangga. Tunggu, kenapa Savannah jadi kesal mengingat hal itu.

"Kau sudah harus pulang ya?" Ada nada keberatan di suara juga tatapan Shane.

Savannah berdehem. "Maaf, lain kali kita bisa makan siang bersama. Aku juga akan mengajak Swan."

Mata Shane seketika berubah berbinar antusias. "Dalam waktu dekat?"

Savannah mengangguk. "Dalam waktu dekat." Janjinya.

Shane tersenyum, mengambil flashdisk dimeja dan menaruhnya di tangan Savannah. Menggenggamnya. "Aku tau kau membenci ini, tapi kau tetap harus menyimpanya sebagai bagian dari Swan."

Savannah tersenyum, balas menggenggam tangan Shane yang hangat. "Terima kasih Shane, kau yang terbaik."

Savannah baru akan melepaskan tangannya saat ponselnya kembali berdering. Dari River. Ia buru-buru menempelkannya di telinga.
"Jadi sudah selesai berbelanja?"

Savannah memutar matanya mendengar sapaan sinis River di seberang sana. Ada apa sih dengan pria ini? Menyebalkan sekali!

***

Noah menatap River dengan sebelah alis terangkat. Saat ini ia sedang menemani bosnya itu bertemu dengan perwakilan perusahaan game terbesar di Australia di sebuah coffee shop tidak jauh dari gedung kantor mereka.

River yang biasanya tenang dan dapat di andalkan hari ini membuat banyak kesalahan. Ia tidak fokus dan selalu melemparkan tatapannya ke jendela kaca yang jauh dari tempat mereka duduk yang berada di tengah-tengah ruangan.

"Kami akan mengabari anda setelah rapat internal yang kami adakan akhir bulan ini."

Noah menyikut pinggang River yang malah sibuk mengotak-atik ponselnya.

River mengangkat wajah. "Baik, akan kami tunggu kabar baiknya."

Tim perwakilan perusahaan game itu berpamitan. Meninggalkan Noah dan River yang kembali duduk untuk menghabiskan kopi yang belum sempat di minum.

"Sebenarnya apa yang ...." Noah melotot karena River kini sudah berdiri sambil menempelkan ponsel di telinga dan menjauhkan diri darinya.

Beberapa menit kemudian River kembali duduk sambil bergumam tidak jelas. Ia masih melemparkan tatapan kesalnya kearah jendela.

Noah mengikuti arah tatapan River, hanya untuk mengetahui apa yang membuat bosnya ini bersikap sangat aneh. Namun saat matanya menangkap sosok wanita yang duduk tidak jauh dari jendela kaca -yang saat ini sedang menggenggam tangan pria di depannya itu- Noah mengedip ngedipkan matanya tidak percaya.

"Kenapa lama sekali sih," gumam River kesal.

"Jadi ini alasanmu uring-uringan selama kita disini?" ucap Noah masih menatap kearah yang sama dengan River.

"Apa maksudmu?" River menatapnya tidak terima. "Kami sudah berjanji untuk makan siang bersama, tapi coba lihat ia malah pergi bersama teman prianya."

Noah menaikkan alis. Merasa lucu. Selama mengenal River ia tahu bahwa bos sekaligus teman baiknya itu sangat pelit bicara. Tapi coba lihat sekarang, ia berbicara dengan lancar jika mengenai wanita yang tidak menyadari ada sepasang mata yang menatapnya seperti laser.

"Itu Savannah bukan? Apa kita perlu menyapanya?" Tanya Noah, hanya untuk menggoda.

River melotot ke arahnya dan tanpa menjawab kembali menempelkan ponsel ke telinga. "Jadi sudah selesai berbelanja?"

Noah hanya menggeleng-gelengkan kepalanya melihat tingkah kenakan River siang ini.

***

Bonus Bonus Bonus.... 😁

Masih yakin River nggak cinta sama Savannah??? tapi kok kelakuannya Bucin syekali 😌

The VowWhere stories live. Discover now