[S1] Enigma ft Hwang Hyunjin

Von zyrurui

57.3K 11.5K 3.3K

Farel, lelaki berusia tiga puluh enam tahun yang berprofesi sebagai dokter kandungan. Lima belas tahun yang l... Mehr

开始 ❤️
一 | Sore itu
二 | Dua Orang Asing yang Dipertemukan Kembali
三 | Makan Malam yang Tidak Diinginkan Farel
五 | Salah Orang
六 | Hari Sial
七 | Namanya "Mas"
八 | Niat Terselubung
九 | Apakah Aku Jatuh Cinta Lagi?
十 | Farel Jujur
十一 | Sarapan di Rumah Farel
十二 | Lamaran
十三 | Tipe Idaman
十四 | Ciuman Pertama
十五 | Gara-gara Ciuman Itu
十六 | Minta Izin
十七 | Masalah Hati
十八 | Waktu yang Salah
十九 | Bawa Pulang Farel
二十 | Penolakan Airis
二十一 | Tidak Menyerah
Hello, it's me
二十二 | Pertengkaran
二十三 | Kenyataan Dari Sudut Pandang yang Berbeda
Season 2 is coming soon!

四 | Pelukan di Dalam Bioskop

2.6K 592 212
Von zyrurui

Hari ini Galuh resek lagi. Ia memaksa gue untuk menonton film hantu yang baru rilis di bioskop. Katanya, dia baru mendapat sebuah undian yang berhadiahkan dua tiket nonton film horor. Film tersebut dibintangi oleh Jill Gladys, sebagai pemeran utama wanita. Pemeran utama lain yang epik adalah Meriam Belina, idolanya Galuh sejak SD. Dengan motor beat hitam milik mas Bian, Galuh menjemput gue di kampus terus ke mall tanpa ganti baju terlebih dahulu.

Sekadar informasi, Galuh memaksa gue dan mengimi-imingi gue makan di Solaria kalau ikut dia nonton hari ini. Gue pun semurah itu ikut dia karena ditraktir makan nasi goreng di sana.

Selagi menunggu waktu mulai pemutaran film, sesuai pada tiket, gue dan Galuh melipir ke bagian foodcourt. Galuh benar menraktir gue makan di Solaria, sekalian mendaftar belanjaan bulanan di sana. Mumpung mas Bian baru transfer ke rekening, dan persediaan makanan di rumah sedang menipis, gue putuskan untuk belanja juga hari ini.

Duality lah ya.

"Mbak, itu nasi gorengnya dimakan dulu kenapa? Sibuk banget sama ponsel," celetuk Galuh saat gue memasukkan pasta ke dalam daftar list. Gue tiba-tiba pengen bikin spaghetti nanti malam.

"Sebentar, ini masih list belanja." gue menjawab tanpa memandang si Galuh.

"Mbak Ai mau belanja?"

"Hm," gue berdehem singkat sebagai jawaban, kemudian kembali mendaftar barang-barang yang harus gue beli.

"Yah, auto jadi babu gue," gumamnya yang masih dapat gue dengar.

Suara dia berat, sih. Mau bisik-bisik pun masih terdengar. Dasar Galuh.

Gue sebenarnya untuk sayur atau bahan pokok, bisa beli di toko atau pasar dekat rumah. Berhubung sedang ada di mall, apa boleh buat? Lagian ada si Galuh yang bantu belanja nantinya. Biar dia tidak hanya bantu menghabiskan saja. Biar dia tahu rasanya belanja bagaimana. Eh, tapi dia termasuk tipe anak suka hedon. Paling ya sudah tahu rasanya belanja bulanan.

"Deterjen...sabun...shampo...eum—"

"Mbak, lo tahu gak?" Galuh bersuara lagi, memecah konsentrasi gue barang sejenak.

"Apa?" tanya gue seraya memberikan dia atensi. Agaknya kesal karena diganggu olehnya.

"Orang di belakang gue, kok gue ngerasa familiar? Mbak juga gak?"

Gue spontan mengalihkan pandangan yang semula ke Galuh, menjadi ke belakang anak itu. Orang yang duduk di belakang Galuh itu memang terlihat seperti familiar. Rambut hitam dan manik jelaganya, terlihat seperti gue pernah ketemu dengannya.

Tapi dimana? Kok gue tidak ingat sama sekali?

Gue terus menatapnya untuk mengingat-ingat dimana gue pernah ketemu dengannya, sampai tidak sadar kalau dirinya memutar kepalanya. Ia yang sedang minum sesuatu, mendadak kaku karena gue perhatikan. Alih-alih sadar karena terciduk, gue malah menatapnya terus. Gue tidak mengerti. Orang itu seperti pernah bertemu dengan gue.

"Mbak!"

Tatapan kita terputus karena Galuh dengan suara beratnya mengejutkan gue. Dibanding mengejutkan, menggertak lebih baik digunakan untuk menjabarkan kelakuan Galuh barusan

"Eh, maaf." gue mencicit sambil menunduk malu. Pasalnya saat gue menatapnya lagi, lelaki itu menatap gue tajam. Mungkin dia risih gue tatap seperti tadi. Apalagi ia tampak bersama seorang wanita berambut panjang yang duduk di hadapannya.

"Orang itu emang ganteng, mbak. Tapi ada pawangnya," komentar Galuh sok tahu.

"Kok kamu tahu?" tanya gue.

"Dia kelihatan kayak bapak-bapak. Pasti udah punya istri!" celetuknya lagi. Gue mendengus kesal mendengarnya. Dia tuh selain sok tahu, jiwa-jiwa lambe turahnya mengalahkan bu RT.

"Sok tahu kamu," gue menggeram sambil mencubit tangannya. Galuh mengaduh dan memasang wajah sok kesakitan.

"Ih gue bener. Apalagi dia dateng sama cewek. Ceweknya cantik, gak kayak mbak,"

Andaikan Galuh bukan anaknya tante Helmi, sudah gue dorong dari lantai dua ini biar dia lekas menemui penciptanya. Hidup gue rasanya serba salah begitu di dekat Galuh. Dihujat mulu gue. Memang, sih, panen pahalanya melebihi panen tanam Shopee. Tapi kan gue juga sakit hati dihujat terus.

Lama-lama gue cosplay bolu pandan saja biar tidak serba salah.

"Omong-omong, jam tayang bioskopnya udah mulai belum?" gue bertanya sekaligus mengalihkan topik.

"Eum..." Galuh mengambil ponselnya di atas meja kemudian menghidupkannya. "Masih ada lima belas menit."

Gue mengaduk nasi goreng seafood di depan gue yang harganya setara dengan paketan gue. "Mbak makan dulu ya?"

"Cepetan, mbak! Bila perlu gak usah dikunyah. Langsung telan aja biar cepat,"

Kurang ajar emang kodoknya naruto ini.

Suasana di dalam bioskop tampak mencekam tatkala film mulai menunjukkan konflik utamanya. Gue sedari tadi menutup mata karena tidak kuat melihat adegan-adegan yang menurut gue seram. Jangankan adegan demi adegan, suasana yang ditimbulkan oleh film tersebut terasa sangat tidak nyaman. Bulu kuduk gue meremang dari awal duduk sampai sekarang.

Omong-omong, film ini sekilas dari sinopsis yang gue baca bercerita tentang pasangan yang bahagia karena istrinya hamil. Terus tiba-tiba datang seorang wanita pendatang ke desa tersebut. Akibat kedatangan wanita itu, hidup pasangan suami istri ini mulai terganggu karena munculnya hantu pengganggu.

"Galuh..." gue merengek ke Galuh yang duduk di samping gue saat adegan dimana si wanita pemeran utamanya sedang diteror oleh hantu.

"Galuh udahan, yuk..."

"Tutup mata aja deh mbak kalau takut," jawab Galuh dengan suara pelan. Gue semakin ingin merasa tidak nyaman dan ingin menangis kala Galuh tidak mau diajak pulang.

Lelaki itu rupanya lupa kalau gue tidak suka film hantu.

"Takut..." rengek gue lagi.

"Entar kalau takut pas bobok ditemenin. Mau?"

Gue menggeleng walau Galuh mungkin tidak dapat melihatnya. "Gak mau,"

"Ya udah, sokin aja. Bawa tenang,"

Galuh mah biasa saja nonton film hantu. Lah gue? Jangankan film hantu yang seram, film hantu komedi aja gue takut. Nonton Pee Mak Prakanong versi komedi aja bikin gue mau nangis gara-gara takut, meski yang main gobloknya seperti bintang kecil. Jauh tinggi, menghias angkasa.

Gue akhirnya berusaha menyamankan diri di kursi seraya menonton film tersebut. Rasa tidak nyaman hadir saat ini walau adegannya masih belum muncul hantunya. Gue was-was sendiri sampai jantung gue rasanya mau copot.

Tak ada angin, tak ada hujan, tiba-tiba jumpscarenya muncul saat gue tidak menutup mata dengan tangan. Alhasil gue dan beberapa orang lainnya berteriak karena kaget. Gue langsung menyembunyikan diri di badan Galuh saking takutnya. Gue bahkan semakin menyembunyikan diri di badan Galuh karena wajah hantunya secara mendadak muncul di kepala gue.

"Mas Bian...takut..." gue merengek takut. Mungkin kalau tidak sedang di tempat umum, gue akan menangis saking takutnya.

"Mas Bian...pengen pulang..."

"Sssstt..." Galuh di dekat gue berdesis pelan. Gue pikir karena rengekan gue. Alhasil gue langsung terdiam.

Sedetik kemudian gue merasakan ada tangan membelai rambut gue. Tangan Galuh membelai kepala gue. Namun,
entah bagaimana gue merasa badan Galuh hangat dan nyaman. Badannya pun terasa keras dan berbau wangi sekali.

"Galuh," gue mencicit memanggil namanya. Sayangnya dia tidak menjawab.

"Luh," panggil gue lagi. Nihil, gue tidak mendapatkan jawaban.

Karena Galuh tidak menjawab, gue menerka-nerka badan siapa yang gue peluk di kegelapan bioskop. Gue mengendusinya sampai ke bagian leher. Tidak sopan memang. Tapi gue takut yang gue peluk ini bukan Galuh atau bahkan lelembut bioskop! Dari baunya saja sudah aneh. Gue yakin ini bukan Galuh. Yang sedang gue peluk ini, bau badannya wangi sekali. Parfumnya seperti campuran jeruk, bunga lily dan kayu manis.

Bukan Galuh astaga! Galuh badannya bau asem!

Gue spontan melepas pelukan gue pada tangan orang itu. Gue menelan ludah dengan gugup sebelum memberanikan diri melihat orang di samping gue. Meski remang-remang dan tidak terlalu jelas, gue dapat melihat wajah orang itu. Dia yang tadi gue peluk, merupakan orang yang gue temui di restoran Solaria. Dia ikut menonton film itu dan duduk tepat di samping kiri gue.


Mampus.

Gue langsung memalingkan wajah kembali, kemudian menghembuskan nafas. Gue pun spontan menyabet tangan Galuh di samping kanan gue. Gue baru ingat kalau Galuh duduk di kanan gue. Ah, sial. Salah peluk. Salah endus juga. Matilah kamu, Ai!

Akan tetapi, gue merasakan tangan gue yang kiri diambil seseorang. Saat gue menoleh, tangan gue sudah bertautan dengan tangan orang tersebut. Sungguh lancang sekali orang itu menggenggam tangan gue. Walaupun tangannya hangat, hal itu merupakan suatu tindakan tidak sopan. Gue dan dia tidak saling kenal, tapi dia malah berbuat seperti itu.

"Ma—"


Sial.

Weiterlesen

Das wird dir gefallen

93.6K 14.3K 19
Yang publik ketahui, kedua pemimpin perusahaan ini sudah menjadi musuh bebuyutan selama bertahun-tahun lamanya, bahkan sebelum orang tua mereka pensi...
85.7K 5.9K 26
"MOMMY?!!" "HEH! COWOK TULEN GINI DIPANGGIL MOMMY! ENAK AJA!" "MOMMY!" "OM!! INI ANAKNYA TOLONG DIBAWA BALIK 1YAA! MERESAHKAN BANGET!" Lapak BxB ⚠️ M...
250K 36.9K 67
Jennie Ruby Jane, dia memutuskan untuk mengadopsi seorang anak di usia nya yang baru genap berumur 24 tahun dan sang anak yang masih berumur 10 bulan...
54K 7K 44
Cerita tentang perjodohan konyol antara christian dan chika. mereka saling mengenal tapi tidak akrab, bahkan mereka tidak saling sapa, jangankan sali...