Dari Januari

By amidyra

101K 10.5K 520

Cause you're the one who makes my life bearable *** R 15 | Bahasa Indonesia © ami 2020 More

Prolog
Longing
Shared Bed
Broke Up
Sleep Over
Surprise
Mamanya Berulang Tahun
Satu dari Sekian
Unforgetful Concert
A Hug A Day Keeps The Doctor Away
Sleepy Hug
Bilang Dong Kalau...
Festival
There was time when it happened
Bad Day
Menghilang
Yang Penting Bersama
You Are Doing Well
Over Thinking
Hari Ulang Tahunku
Dua atau Tiga
Monsters Under The Bed
Bearable
Pada Akhirnya
Catatan Akhir

Vacation

2.5K 330 17
By amidyra

Aku terbangun merasakan udara di sekelilingku yang berubah menjadi sedikit hangat. Kupikir aku sedikit berkeringat dengan adanya jaket tebal milik Arsyaka yang menyelimuti tubuhku. Mataku mengedar ke samping menatap kursi belakang kemudi yang kosong dan pintu sampingnya yang dibiarkan sedikit terbuka. Mesin mobil ini mati. Aku tidak tahu ini sudah sampai mana.

"Makasih ya, Pak." Suara Arsyaka terdengar dari jauh, tak berapa lama kemudian ada langkah kaki mendekat. Dirinyalah yang kembali masuk mobil.

"Kok bangun?" tanyanya kepadaku. Aku melakukan sedikit stretching kemudian menegakkan kursiku, sudah cukup rasanya aku tidur. Kalau lama-lama tidur di mobil malah capek.

"Kamu abis ngapain?"

"Tadi nanya ke warga sini, setahuku emang ada jalan menuju air terjun cuma kalau lihat di maps itu muter makanya aku tanya jalan pintasnya."

"Ooooh, ini kita nggak ke penginapan dulu?"

"Penginapannya mah masih agak jauh, Na. Mending kita main dulu daripada harus bolak-balik, bisa sekalian makan siang nanti. Biar sampai penginapan tinggal istirahat atau jalan-jalan di deket sana. Gapapa kan?"

"Nggak apa-apa, aku mah tinggal nurut itinerary kamu aja kan kamu yang ngerencanain trip ini."

"Hehe, okee. Pokoknya dijamin puas." Arsyaka kembali menyalakan mesin dan menjalankan mobil.

Weekend ini memang aku diajak Arsyaka pergi jalan-jalan. Dia selama ini sudah cukup sabar mendengar keluh kesahku hampir setiap hari selama sebulan terakhir lantaran aku sedang stress dengan pekerjaan. Kami berangkat dari rumahku pagi sekitar pukul 7 dan karena semalam aku begadang menyelesaikan tugas demi bisa meluangkan waktu, Arsyaka jadi menyuruhku untuk tidur saja selama perjalanan.

Jalanan selanjutnya mulai berliku memasuki daerah pegunungan. Aku membuka jendela dan udara segar masuk. Di kanan kiri jalan merupakan pohon-pohon tinggi berseling rerumputan semak tinggi yang hijau dan tebing yang diiris guna membuat jalan, sudah sangat berbeda dari pemandangan kota yang padat akan bangunan.

"Eh abis ternyata." Arsyaka menyedot dari gelas kopi yang kami beli tadi pagi sebelum berangkat di salah satu restoran cepat saji, tapi isinya sudah habis.

"Kamu haus?" Tanyaku setelah mengalihkan pandangan dari samping kiri.

"Iya."

Aku kemudian mencarikan minuman lain yang tadi kami beli dari mart di kursi belakang.

"Ini mau?" Aku mengambilkan sebotol minuman isotonik.

"Boleh." Ia melirik sebentar, lalu tangan kanannya bergerak hendak mengambil botol itu.

"Eh bentar dulu." Aku masih mencari-cari sesuatu di dalam plastik. Seingatku aku memasukkan sedotan ke sana. Setelah mengambil satu kemudian aku buka tutup botolnya dan memasukkan sedotan biar Arsyaka gampang minumnya sambil berkendara begini.

"Nih."

Arsyaka lalu minum dari sedotan, setelah itu aku juga minum dari sedotan yang sama karena baru ingat sedari tadi aku belum minum.

"Kok ketawa?" Aku bertanya karena Arsyaka tahu-tahu tertawa kecil habis melirik ke arahku. Bukannya menjawab ia justru mengulurkan tangannya. Jemarinya menyentuh ujung mataku membersihkan sesuatu yang membuatku sadar aku tidak ingat bentukku bagaimana setelah bangun. Aku buru-buru menyingkirkan tangannya dan mencari cermin di pouch, membersihkan sisa-sisa kotoran mata dan bekas-bekas tidurku. Membenahi kuciran rambutku karena kini sangat berantakan.

"Kok nggak bilang sih kalau aku jelek." Protesku. Untung di kiri kanan jalan hanya pohon, bukan manusia jadi aku tidak ditertawakan. Eh, tadi sudah ditertawakan Arsyaka sih.

"Kan emang nggak jelek."

"Tapi kan berantakan."

"Gapapa, kan aku suka berantakin kamu."

"EHEM!" Aku meliriknya tajam.

"Jantungnya maksudnya, katamu suka deg-degan kalau sama aku." Bodo amat lah, tidak kuhiraukan.

Aku kemudian membuka satu bungkus makanan ringan dan memakannya sambil menikmati pemandangan. Sesekali menyuapi Arsyaka juga yang kini bernyanyi bebas menirukan lagu dari playlist yang diputar. Katanya sedari tadi ia berusaha tidak berisik agar tidak mengganggu tidurku makanya ia minum kopi agar tidak mengantuk saat bosan. Namun karena sekarang aku sudah bangun, ia jadi bebas bersuara lagi. Ya nggak apa juga sih, emang dia vokalis jadi suaranya bagus.

"Oh kasihku, kau membuat cinta

Jatuh dari mata dan turun ke hati

Tawamu buat aku tersenyum lagi

Hey! Ayok, Na lanjutin!" Ujarnya sambil menyodorkan tangannya yang menggenggam seperti sedang menggenggam mic ke depan bibirku.

"Apasih, ah. Kamu aja nyanyi sendiri." Aku menepis tangannya. Arsyaka kemudian melanjutkan liriknya.

"Indah dijalani o-o-wo-o ...

Kuyakini hati kau paling berarti."

Ia menyanyikannya sambil melirik ke arahku. Aku pura-pura aja tidak peduli masih menengok ke samping kiri. Menahan agar bibirku tidak menyunggingkan senyum meski agak sulit. Benar kan memang, dia suka bikin hatiku berantakan.

Tak berapa lama kemudian kami sampai di objek wisata air terjun yang dimaksud. Ternyata meski weekend temat ini tidak ramai, hanya beberapa yang datang berwisata di sini. Selesai memarkir mobil, kami turun.

"Emang sepi brgini ya?"

"Iya, karena bukan air terjun utama. Ada lagi satu nggak jauh dari sini dan air terjunnya lebih tinggi dan bertingkat jadi ya lebih ramai. Tapi di sini malah lebih seru kataku."

Aku manut saja berjalan mengekornya. Kemudian turut berganti pakaian renang. Air terjunnya ada satu ditengah-tengah, dikelilingi tebing berbentuk setengah lingkaran. Deras dan airnya jernih sekali. Arsyaka kemudian mengajakku naik tebing setelah berendam sebentar membasahi diri.

"Ayakaa aku takut." Sepanjang anak tangga setapak itu kedua tanganku memegang lengannya erat. Aku takut jatuh karena bebatuan sedikit licin karena lumut dan basah terpercik air. Namun Arsyaka terus memastikan kalau ini tidak apa-apa. Ia juga memegangiku erat kalau aku sedikit ragu-ragu untuk melangkah.

Aku mengintip ke bawah, meski tinginya hanya tiga meter tapi rasanya seperti tinggi sekali.

"Ka, ini beneran aman?"

"Iya, lihat deh tuh. Ada anak-anak bahkan loncat dari atas lagi." Di sebelah kanan juga ada tebing yang lebih tinggi untuk meloncat terjun. Di bawah, sudah ada kolam air yang dasarnya terlihat saking jernihnya menandakan juga tidak juga terlalu dalam.

"Kita pegangan, gimana?"

Aku mengangguk. Arsyaka memegang erat tanganku kemudian setelah hitungan ketiga kami lompat. Dan benar, rasanya jatuh ke dalam air segar seperti dilepaskan dari beban-beban hidup. Bukan bermaksud lebay tetapi memang kadang-kadang seperti itu, nature heals. Penat-penat, kebosanan, segala yang memusingkan pudar seiring dengan dinginnya air yang membasuh tubuh. Arsyaka masih memegang tanganku erat juga menarikku hingga aku ke permukaan. Aku tertawa, ia juga.

"Gimana, seru kan?!" Teriaknya ditengah suara deras air.

Kami naik ke tebing dan terjun beberapa kali, bahkan sekali Arsyaka sok ide mau lompat sambil menggendongku. Tapi ya sudah, aku iyakan saja. Aku memeluk lehernya erat dari punggungnya dan kami terjun bebas. Sisanya kami berenang ke sana kemari sampai aku kedinginan.

Setelah berganti pakaian kering, kami makan dari bekal yang tadi di bawa. Hari semakin sore dan karenanya kami lalu melanjutkan perjalanan menuju penginapan. Penginapan yang dimaksud adalah berupa cottage yang berada di antara pohon-pohon pinus yang tinggi menjulang. Arsyaka sudah memesan satu yang letaknya tidak jauh dari gerbang. Ada dua kamar berhadapan dengan satu kamar mandi di tengah-tengahnya, satu ruang duduk dengan sofa dan tivi dan ada dapur kecil yang terbuka dengan meja kecil. Karena aku sudah mandi tadi saat ganti baju, aku langsung menuju kamar dan membuka bawaanku. Mencari hairdryerku karena hidungku rasanya sedikit gatal karena rambutku basah teralu lama. Sebentar lagi aku bisa bersin-bersin.

"Na."

"Hmm?"

Arsyaka berganti celana pendek.

"Aku boleh masuk nggak?"

"Boleh." Ini mungkin rasanya berbeda meski di apartemen aku sudah beberapa kali menginap dan tidur di kasurnya, tetapi pintu selalu terbuka dan ada member lain di sana. Sedang di rumah kecil ini hanya tinggal kami berdua.

Ia berjalan kemudian berdiri di belakangku.

"Kamu mau ngapain?" Tanyaku saat tangannya menyentuh hairdryer-ku, memintanya dariku. Ternyata ia hanya ingin membantu mengeringkan rambutku. Terutama di bagian belakang yang belum kujangkau.

"Tangan kamu kok dingin."

"Ya kan emang di sini dingin, Ayaka. Emangnya kamu nggak kedinginan?" Kontras dengannya yang memakai baju serba pendek, aku mengenakan celana panjang dan sweatshirt. Ini kan memang daerah pegunungan makanya udaranya dingin.

"Enggak, aku kan hangat."

Tangan Arsyaka memang hangat tadi saat bersentuhan dengan tanganku.

"Habis ini mau keman- hhhatcing." Tuh kan benar, tak berapa lama aku bersin. Arsyaka menyelesaikan proses mengeringkan rambutku dengan cepat kemudian duduk di kasur. Aku memutar badan menghadapnya.

"Awalnya pengen ngajak jalan-jalan keliling cottage ini, tapi rasanya aku juga capek abis nyetir dan berenang. How about a nap?"

Entah sebenarnya ia ingin membuatku tidak merasa bersalah dengan mengatakan dia yang ingin beristirahat atau memang ia benar-benar ingin istirahat.

"Really a nap?" Aku masih menatap matanya.

"I promise you it's really a nap." Ujarnya yakin. Maka kemudian dia memberanikan diri untuk menggeretku ke kasur. Kami berdua dalam satu kasur tetapi ia memang hanya memelukku, menyalurkan kehangatannya.

Aku masih terjaga kemudian mendongak menatap wajahnya. Aku tidak tahu apakah ia sudah tertidur apa belum. Sedari tadi napasnya teratur sedangkan di dalam diriku masih bergemuruh, jantungku. Ia kemudian membuka matanya sedikit.

"Tidur."

Aku tersenyum kemudian mengeratkan pelukan. Ia juga lalu mengecup puncak kepalaku ringan. Aku menghirup udara panjang kemudian terlelap. Sisa hari ini akan kami habiskan untuk beristirahat. Malam kami jalan-jalan ke galeri seni seusai makan malam. Esok paginya kami melihat sunrise dari tebing pegunungan, kemudian menikmati sarapan di resto pinggir sungai,  lalu ia juga mengajakku untuk mencoba paragliding. Ini benar-benar pengalaman pertamaku dan meski menegangkan rasanya sungguh memuaskan. 

Malam hari kami sampai lagi di depan rumahku. Kami tiba setelah sempat mampir makan malam.

"Ka." Sebelum turun aku memanggilnya.

"Hmm?"

"Makasih ya." Untuk menyempatkan waktu untukku, merencanakan ini semua, menemaniku, menjagaku, dan membuatku merasakan nyaman.

"Makasih doang?"

"Ih kaaaaaan." Aku mendongakkan kepalaku menatap langit-langit. Sekarang bayaran Arsyaka makin mahal.

"Sekali aja, pliiis? Nanti kita ketemu lagi nggak tau kapan." Rengeknya.

Aku menoleh manatapnya. Menghela napas kemudian mengangguk kecil. Dia mendekat. Here it is, the kiss that last for half an hour.  But he deserves, and we deserve this kind of softness. Kurasa kalau aku tidak merengek minta turun karena lelah ia belum mau melepaskan. Who can stop lovers for feeling the giddy and euphoric sparks in their hearts anyway?































Continue Reading

You'll Also Like

1.9M 93.3K 56
Rasa cinta terlalu berlebihan membuat Lia lupa bahwa cinta itu tidak pernah bisa dipaksakan. Rasanya ia terlalu banyak menghabiskan waktu dengan meng...
879 124 15
Bagi Delin, Dekka adalah sosok kakak yang tingkahnya sulit diprediksi karena mereka tak satu frekuensi. Usai menjadi sarjana, Dekka justru memutuskan...
397K 37.5K 37
PUBLISHED SOON BY RALENA PUBLISHER *** Hari ini Mora memakai lipstik berwarna merah cukup pekat. Ian heran kenapa lipstik itu tidak luntur dari bibir...
177K 16 1
[Cerita Pilihan @WattpadChicklitID Bulan Januari 2023] [Cerita Pilihan @WattpadRomanceID Bulan Februari 2023] **DIHAPUS KARENA PROSES PENERBITAN** Th...