Bukan Aku yang Dia Inginkan [...

By storyhusni_

6M 524K 21K

Follow dulu sebelum baca || Tersedia di Gramedia dan Toko Buku Online Aiza Humairah, gadis salehah yang menyu... More

Prolog
#1 Melepas
#2 Khitbah
#3 Butik
#4 Akad
#5 Pengantin
#6 Ada Apa?
#7 Tak Seperti Harapan
#8 Tak Sesuai Harapan
#10 Perhatian Sederhana?
#11 Sendiri
#12 Hujan
#13 Lembur
#14 Sakit
#15 Kembali Aneh
#16 Rapuh
#17 Sulit
#18 Keputusan
#19 Isi Hati Fakhri
#20 Masih Bertahan
#21 Lelah
#22 Masih Bertahan
#23 Lelah
#24 Menyerah
#25 Pergi
#26 Sadar
#27 Menyesal
#28 Menyesal (2)
#29 Menyesal (3)
#30 Wanita Bermata Teduh
#35 BAyDI
#36 BAyDI
#37 BAyDI
#38 BAyDI
#39 BAyDI
#40 BAyDI
#41 BAyDI
#42 BAyDI
#43 BAyDI
#44 BAyDI
#45 BAyDI
#46 BAyDI
#47 BAyDI
#48 (ENDING)
Info Penting
GIVE AWAY NOVEL BAYDI
Pre Order BAyDI
Pre Order BAyDI (2)
GIVE AWAY NOVEL BAYDI EDISI TTD

#9 Marah?

104K 11K 139
By storyhusni_

"Sebanyak apa pun ditorehkan luka, nyatanya hati tidak bisa membenci."

Aiza Humairah

Karya storyhusni_

###

Aiza mengembus napas gusar menatap jam tangan merah jambu yang lewat dari ketentuan. Pukul dua belas, dengan langkah lebar ia berjalan cepat menuju gerbang kampus yang berjarak tiga meter dari fakultasnya. Bahkan saking takutnya terlambat, ia memilih berlari tidak peduli jika kini menjadi pusat perhatian orang. Yang terpenting saat ini ia harus segera sampai ke Fakhri.

Mendapati mobil sedan yang terparkir di dekat gerbang, membuat Aiza bernapas lega. Buru-buru ia masuk ke dalam mobil yang untung saja tidak dikunci. Aiza mengatur napasnyayang tidak karuan saat duduk, lalu menoleh menatap Fakhri yang kini meliriknya dengan sinis.

"Tiga puluh menit menit lewat dua puluh detik," tukas lelaki itu sarkastis. Aiza menelan salivanya dengan susah payah. 

"Mas, Aiza minta maaf. Aiza nggak tahu dosennya tadi minta tambahan waktu," lirihnya merasa bersalah. 

"Dan nggak kabarin?"

Aiza menggigit bibir, menunduk merasa bersalah, ia sungguh menyesal tidak mengisi daya ponselnya saat malam hari. "Baterai Aiza habis." 

"Kenapa nggak izin?"

Ia semakin menggigit bibir. Ini yang sungguh ia sesali, kenapa tidak nekat saja tadi izin? Aiza menunduk dalam, demi apa pun kini ia merutuki dirinya sendiri.

"Kamu menghabiskan waktu saya," tindih Fakhri berhasil membuat hati Aiza tertohok. Menghabiskan waktu? Apa sebegitu tidakpentingnya ia dihidup Fakhri? Apa sebegitu tidak berharganya ia bagi Fakhri sampai dianggap menghabiskan waktu?

Aiza mengembus napas sesak mencoba menyampingkan rasa sakitnya. "Aiza minta maaf," lirihnya memohon. Namun, Fakhri tidak menggubris, memilih menghidupkan mesin dan membelokkan setir hingga keluar dari kampus.

"Mas."

Nihil, sudah berusaha minta maaf, Fakhri masih saja enggan mendengarnya. Aiza menahan napas sesak, menatap Fakhri dengan mata berkaca, setelahnya ia menarik perhatian ke jendela. Diam-diam ia menangis akan luka yang ia dapatkan lagi.

"Nggak usah cengeng. Hapus air mata kamu!" sinis Fakhri sangat menusuk.

Dengan cepat ia langsung menghapus air matanya seraya beristigfar. Tidak menoleh sedikit pun dan tetap menatap ke jendala dengan air mata yang berusaha mati-matian ia tahan.

Ya Allah... tabahkan hatiku ...

***

Aiza tidak tahu dengan cara apa Fakhri bisa memaafkannya, tepatpukul tiga sore ia berinsiatif ke rumah mertuanya setelah tadi dari rumah Fara. Untung saja setelah menelepon Aisyah dengan senang hati mengizinkannya ke sana. Mengenai Fakhri, suaminya itu langsung pamit setelah mengantarnya ke rumah, karena pekerjaan kantor yang tidak bisa ditinggal membuat lelaki itu tidak singgah barang sesaat.

Aisyah menyambut kedatangannya dengan hangat. Mertuanya juga mengecup dahinya karena saking rindu, padahal baru empat hari lalu mereka bertemu.

"Kamu itu udah seperti anak kandung Mama aja," kata Aisyah.

Kini Aisyah dan Aiza sudah di dapur setelah sebelumnya bercerita panjang tentang apa saja yang Fakhri sukai dan tidak sukai. Sebenarnya Aisyah sempat kaget kenapa Aiza masih belum tahu hal ini. Mengapa belum bertukar cerita, padahal di awal pernikahan ini menjadi topik perbincangan pengantin baru.

Aiza sempat sedih dengan pertanyaan mertuanya, jangankan tukar cerita berbicara saja Fakhri enggan. Namun, ia tidak akan mengatakan hal itu, Aiza tetap tersenyum dan memberikan alasan yang logis.

Aiza terkekeh sekaligus tersipu sendiri mendengar cerita Aisyah mengenai Fakhri yang tidak sabar mendesak mertuanya untuk menemani khitbah. Aisyah juga mengatakan bagaimana ekspresi Fakhri sehari sebelum khitbah. Senang, tegang, gugup, dan grogi, semuanya ada di wajah Fakhri. Sambil sesekali bercerita, Aisyah juga menunjukkan ia cara masak makanan kesukaan Fakhri, bahkan Aisyah juga menyuruhnya melakukan semuanya. Kata Aisyah biar ketika Aiza buat sendiri ia sudah bisa.

Jam lima sore Aiza sudah kembali ke rumah dan langsung membersihkan rumah, berlanjut memasak sayur, memasak nasi dan terakhir menghangatkan makanan yang tadi dimasaknya di rumah Aisyah. Tepat jam enam sore ia menyelesaikan pekerjaannya. Aiza kemudian buru-buru membersihkan diri, berlanjut salat Magrib begitu azan terdengar berkumandang.

Kini semua telah selesai ia hidangkan, hanya tinggal menunggu Fakhri yang belum kunjung pulang. Pukul setengah delapan Aiza masih semangat menunggu, hingga tiba waktu Isya ia memilih menunaikan salat terlebih dahulu.

***

Aiza tersadar dari tidurnya begitu tangan yang dijadikan sebagai tumpuan tergeser ke bawah hingga menyebabkan tangannya malah meleset jatuh. Naasnya kepalanya jadi kebentur di dasar meja.

"Aw," rintihnya mengelus jidat yang terasa sakit. "Sakit tahu jidat Aiza." Aiza memukul meja yang tidak bersalah dengan kesal.

Ciiit!

Mendengar suara kursi yang berdecit membuatnya terdiam. Siapa di sana?

Mata Aiza membulat begitu teringat makanan yang masih di meja makan. Buru-buru ia menutup buku dan beranjak dari tempatnya menuju meja makan dengan gerutuan kesal. Pasti kucing yang lagi mencuri makanan.

"Kucing... jangan curi makanan Aiza. Aiza, kan, udah repot- repot—" Langkah Aiza yang baru memasuki dapur langsung terhenti seiring mulutnya yang terkatup mendapati Fakhri yang sedang meneguk air putih menatapnya tajam. "Mas Fakhri?"

"Kamu kira saya kucing?"

Aiza menutup rapat mulutnya, merasa bersalah karena mengira itu kucing yang biasanya sering berulah tengah malam.

"Maaf, Mas, Aiza kira kucing."

Fakhri mengabaikan. Memilih melanjutkan makannya. "Mas, tunggu."

Fakhri mengembus napas kesal, menatap Aiza dengan tatapan tajam.

"Makanannya belum Aiza panasin."

"Udah saya panasin," ketus Fakhri kembali memasukkan makanan ke mulutnya. Aiza menghela napas panjang.

"Seharusnya Aiza yang panasin, tapi Aiza ketiduran. Maaf, Mas. " Aiza sudah ikut duduk di depan Fakhri. "Mas, udah sejak kapan pulang?" Aiza melirik jam dinding yang menunjukkan jam setengah sepuluh malam.

"Sembilan," jawab Fakhri singkat. Ia melirik Fakhri yang terlihat segar dengan baju kaus dan rambut yang terlihat basah. Ternyata Fakhri sudah pulang tiga puluh menit yang lalu saat ia tertidur.

Aiza meraih piring ikut makan. Makanan kesukaan Fakhri begitu menggugah seleranya. Ditambah Fakhri yang terlihat begitu lahap makan membuat Aiza tersenyum.

"Gimana rasanya, Mas?" tanya Aiza ditengah makannya. Ia jadi ingin tahu bagaimana penilaian Fakhri terhadap masakan yang dibuatnya sendiri.

"Biasa aja."

Aiza menahan hati denganjawaban Fakhri yang menyesakkan dadanya. Ia mengharapkan Fakhri memuji atau sekadar bertanya 'kamu yang buat?' dengan lembut, tapi sepertinya itu hanya sebatas mimpi.

"Itu Aiza yang buat sendiri, Mas." 

"Saya nggak tanya, Aiza."

Memang tidak mungkin, ia harus menelan rasa sesak kesekian kalinya. Fakhri memang tidak akan pernah memujinya. Aiza tidak mengerti kenapa Fakhri mudah sekali menyakiti perasaannya? Apa Fakhri tidak berfikir akan kondisi hatinya yang semakin sakit karena sikap Fakhri?

"Tadi ke tempat Mama?"

"Iya," jawab Aiza seadanya. Kali ini mood-nya hilang untuk sebatas tersenyum.

"Jadi ini buatan Mama."

"Aiza," koreksi Aiza memperbaiki ucapan Fakhri, ia tetap fokus dengan makanannya.

"Jadi ke tempat Mama tanpa izin?"

Aiza menghentikan gerakan tangannya, ia mengembus napas panjang. Apa tidak bisa sedikit saja Fakhri berhenti membuat hatinya merasa sesak seperti ini. Sedikit saja apa Fakhri tidak bisa menurunkan nadanya? "Maaf, Mas."

Bersikap judes bukan dirinya. Nyatanya ia tidak bisa bersikap tidak baik walaupun Fakhri sudah melukai perasaannya.

"Saya belum maafin kamu."

Aiza mengangkat kepalanya, menatap sendu Fakhri yang kini meneguk air putih.

"Kenapa? Aiza harus apa?" tanyanya dengan suara menahan tangis.

"Cukup diam."

Aiza menggigit bibirnya kuat-kuat.

***

Ada nggak sih wanita seperti  Aiza di zaman sekarang ini?

Bisa nutupin semuanya dan memilih bertahan sendiri. 

Author kagum banget deh sama Aiza, udah salihah, baik, penyebar, cantik lagi. 

Fix, Fakhri bakal nyesal ini bersikap dingin dan cuek ke Aiza.

KUNJUNGI IG AKU BIAR NGGAK KETINGGALAN CERITA AKU YAG LAINNYA




Continue Reading

You'll Also Like

640K 13.7K 56
Allea kembali ke Indonesia setelah 8 tahun untuk menemui calon tunangannya, Leonando. Namun Allea tidak tahu telah banyak hal yang berubah, termasuk...
1M 32.1K 45
-please be wise in reading- ∆ FOLLOW SEBELUM MEMBACA ∆ Tentang Vanila yang memiliki luka di masalalu dan tentang Vanila yang menjadi korban pelecehan...
1.8M 192K 51
Ditunjuk sebagai penerus untuk mengabdikan dirinya pada pesantren merupakan sebuah tanggung jawab besar bagi seorang Kafka Rafan El-Fatih. Di tengah...
963K 12K 9
Apa salahnya jika aku kekanakan? Bukankah menyayangi tidak harus memandang kepribadian? Kenapa? Kenapa sifat kekanakan ku selalu dipermasalah kan? A...