Dari Januari

By amidyra

101K 10.5K 520

Cause you're the one who makes my life bearable *** R 15 | Bahasa Indonesia © ami 2020 More

Prolog
Longing
Shared Bed
Broke Up
Sleep Over
Surprise
Mamanya Berulang Tahun
Satu dari Sekian
Unforgetful Concert
A Hug A Day Keeps The Doctor Away
Bilang Dong Kalau...
Festival
There was time when it happened
Bad Day
Menghilang
Yang Penting Bersama
You Are Doing Well
Over Thinking
Hari Ulang Tahunku
Dua atau Tiga
Vacation
Monsters Under The Bed
Bearable
Pada Akhirnya
Catatan Akhir

Sleepy Hug

3K 376 27
By amidyra


"Besok libur nggak, Na?"

"Ya libur, tapi nggak senggang."

"Sama dong." Aku mengangkat alis heran meski dia nggak melihatnya.

"Emang kamu tuh punya hari libur?"

"Punya ya enak aja!" Balas Arsyaka nggak terima. "Cuma nggak mesti aja. Sama kadang libur ya diisi buat bikin lagu."

"Sama aja boong," cibirku.

"Enggak ya!" Aku kemudian diem. Karena udah capek banget juga pengen tidur cepet aja bawaannya kalo jumat malem.
"Kamu nggak senggangnya kenapa?"

"Bikin laporan besok, Senin mau dikumpul." Emang ya pekerjaan kuli berkas tuh begini aja sehari-hari. Report report and report.

"Hmmm." Rasanya hmmm nya tuh ada nada ragu-ragu gitu yang hendak diungkap Arsyaka.

"Kenapa?"

"Temenin aku yuk? Ke studio. Bawa aja kerjaan kamu. Sendiri nih." 

Tumben. "Emang yang lain kemana?"

"Kevin mau ngedate, Nanda lagi balik ke rumah, Arkan latihan drum dia sama les vokal."

"Lha Bhiyan kemana?" Ada satu yang belum kesebut dari lima member.

Terdengar suara helaan napas. "Bisa sih dia cuma...cuma aku bosen ditemenin cowok mulu. Masa dia lagi dia lagi." Lucu banget nggak sih ngakunya Arsyaka tuh.

"Hahaha yaudah. Siang ya tapi?"

"Pagi mau kemana?"

"Tidur lah! Udah jadwal wajib hari Sabtu." Kali ini aku nggak lihat langsung tapi pasti Arsyaka lagi eyeroll.

"Yaudah iya, siang aku jemput."

***

Jadilah hari Sabtu itu sekitar pukul 1 siang aku duduk di sofa pojokan sebuah studio musik. Aku jujur baru pertama kali kesini. Agak-agak katrok gitu ngeliatin barang-barang yang ada. Di sana ada satu gitar, piano, sama nggak tahu namanya ada alat digital gitu deh yang buat ngeluarin suara.  Sanitizer? Synthizer? Susah lah pelafalannya.

"Jadi kamu kalo latihan di sini?"

"Beda ya, latihan mah di ruang band sana."

"Ooo." Bibirku membulat. "Kalau rekaman?"

"Kenapa? Ya di ruang rekaman lah."

O lagi maaf ya pemirsa, aku tuh dungu masalah beginian.

"Trus di sini ngapain?"

"Buat bikin lagu, namanya tahap songwriting. Sama aransemen lagu. Jadi part-part yang udah ditulis tadi digabung, diatur biar enak flownya." Dia menjelaskan dengan bahasa yang paling mudah buat aku mengerti.

"Hooooo. Oke oke." Udah cukup lah informasinya segitu aja daripada aku tambah pusing.

Arsyaka lalu menaruh tasnya dan mulai menyalakan komputer dengan monitor yang layarnya super lebar itu.

"Eh makan dulu, Ayaka." Aku kan ngebekalin nasi goreng tadi.

"Kamu masak sendiri?" Ia mengikutiku yang sudah duduk di bawah duluan sambil membuka kotak makan. Sekalian menunggu komputernya untuk booting.

"Iya. Cobain deh." Ia menyendokkan satu sendok full nasi goreng itu dan memasukkan ke mulutnya. "Enak gak?"

"Hmmm." Ia masih mengunyah sambil nebak nebak rasanya. "Ini bumbu instan nasi goreng yang mana, Na?"

"Heheheheheh ketahuan."

"Rasanya sama kaya bikinan Bhiyan." Wah perang nih. Harus naik level dong.

"Enakan punya Bhiyan apa punyaku?" Arsyaka berhenti mengunyah untuk buat memandangi aku unamused.  

"Kamu nggak makan?" Aku memang masih belum menyendokkan satu suap pun.

"Pengen liat kamu makan dulu." 

Itu jujur. Karena lucu banget dia tuh kalo lagi makan. Tahu nggak? Pipinya bisa menggembung gitu dua duanya trus gerak-gerak. Ibarat dia masih kecil pasti bikin orang tuanya lega banget bisa makan lahab begini. Udah gede aja juga masih bikin lega. Hiks gemes banget sih ya ampun Arsyakaaaa. Kamu lucu banget sih pengen aku kantongin aja tau gak?! 

Aku menyerah setelah melihatnya beberapa saat. Soalnya tangan aku jadi gatel banget pengen nguyel-uyel. Tapi kalo diuyel-uyel sekarang nanti dia ngamuk.

"Arsyaka."

"Hmmm."

"Kamu nggak apa-apa aku nggak bisa masak?"

"Bisa kan ini." Katanya sambil bersihin sisa nasi di wadah. Tinggal satu suapan terakhir.

"Ya kan cuma gitu-gitu doang. Yang gampang. Nggak bisa masak yang enak-enak." Kadang-kadang aku berpikir soal ini. Apa yang bisa jadi diharapkan oleh pasangan yang nggak ada di aku. 

"Yaudah. Kan kalau mau belajar ya bisa dipelajari juga nanti. Kalau enggak juga nggak apa-apa toh jaman sekarang nggak bisa masak juga nggak bikin mati," katanya enteng.

Ya iya sih. Emang udah banyak tersedia makanan jadi, cepat saji, instan. Pun resto dan sistem delivery juga udah oke. Tapi sebagai wanita kan kadang masih kepikiran. Walaupun udah jarang kan dulu kaya iya iya aja disyaratkan wanita tuh kudu bisa masak. Karena bakal masak buat keluarganya kelak. Trus karena gak bisa masak jadi poin minus dari wanita itu. Kaya kalo misal nih ada dua wanita sama-sama cantik, sama sama punya kepribadian yang baik hati, trus yang satu bisa masak dan yang satu enggak, kayak udah bakal pasti dipilih yang bisa masak gitu gak sih? Sedih ya.. jadinya meski gak disyaratkan pun itu beneran kerasa sebagai kekurangan. Kekuranganku terutama. Belum kekurangan-kekuranganku yang lain yang harus Arsyaka terima.

"Heh." Aku menengok ke arahnya yang sudah duduk rapi di kursi depan komputer. "Jangan bengong aja cepetan diabisin."

Aku berhenti ngelamun yang macem-macem untuk kemudian ngabisin sisa makan siangku yang sebenernya porsinya juga udah cuma setengah dari punya Arsyaka tadi. Biar bisa cepet ngelarin kerjaanku juga.

Aku menggelar berkas kerjaanku di bawah. Tadi emang dari rumah bawa meja lipat soalnya Arsyaka udah bilang kalau nggak ada meja lagi. Kami kemudian fokus sama tanggung jawab masing masing. Arsyaka lagi bikin aransemen katanya, dari lagu yang udah ditulis Bhiyan kemarin. Cuma nengok ke belakang yang akan aku tanya "kenapa" dan dia jawab "enggak" beberapa kali.

"Haaaah capeeeek." Arsyaka tengkurep di sofa belakang yang lagi aku senderin. "Kamu nggak capek apa?" tanyanya.

"Ya iya."

"Trus?"

"Nanggung mau berhenti dikit lagi."

"Istirahat duluu." Tangannya diletakkan begitu saja di kepalaku.

"Ayaka tangan kamu tuh berat ya!" Aku udah mindahin tangannya tapi dia taruh lagi di sana.

"Pesen makan yuk?" Aku baru sadar kalau udah malem. Pantes badan aku udah remuk rasanya kelamaan duduk. Pengen rebahan tapi nggak ada kasur adanya cuma sofa panjang yang udah dipake sama Arsyaka. Masa iya aku mau gabung? Gak boleh gak boleh heh! Nanti jadinya maksiat ya. Aku mengenyahkan pikiran ngawurku.

Kami pesan makanan cepat saji sama beberapa jajanan. Setelah makan dan leyeh-leyeh bentar di sofa, kami lanjut kerja lagi. Kata Arsyaka progresnya masih sedikit. Ini tuh baru satu lagu, belum lagu yang lain. Katanya pas mau bikin album yang isinya 5 lagu aja dia kudu bikin contoh-contoh lagunya sampai ratusan. Kemudian dievaluasi kira-kira mana yang cocok dan satu tema biar bisa kemudian diproses sampe rilis. Butuh segitu banyak ide dan proses yang nggak pendek. Huhu, jadi ngerasa seupil aja ngeliat kerja kerasnya yang nggak kelihatan di depan kamera.

Jam 11 pekerjaanku akhirnya kelar. Sedikit lebih lama dari biasa aku mengerjakan karena diselingi dengan lihat-lihat sekeliling sambil ngusilin Arsyaka. Aku akhirnya mematikan laptop. Namun Arsyaka belum selesai. Ia masuk habis dari pantry bikin cangkir kopi kedua. Malam ini katanya harus selesai karena mau didiskusikan sama member lain besok, sebelum Senin ketemu sama staff yang lain lagi.

"Kamu nggak mau istirahat dulu?"

"Enggak ini soalnya nanggung banget kalo di-pause. Takut besok aku idenya udah ilang." Aku membaringkan tubuh miring di sofa. Akhirnya..

"Tapi kamu udah dari siang tau. Nggak capek apa?"

"Enggak, kan lagi sama kamu."

"Nggak ngefek ya!" Dia cuma ketawa. Gombal banget ya pada. Aku juga dari tadi sama dia tapi tetep ngerasa capek padahal aku juga sama cinta banget sama dia kan?

Jam 2 malam aku bangun dan udah ada jaketnya yang tersampir di tubuhku sebagai selimut. Aku nggak sadar kalau ketiduran.

"Ayaka."

"Hmmm? Bangun?" Dia noleh sebentar ke belakang.

"Kamu nggak istirahat?"

"Dikit lagi ini beneran." Aku tuh kasihan dia udah 12 jam ngerjainnya.

"Kalo capek istirahat kamu tuh, kasihan badannya nanti sakit."

"Iyaaaaa." Aku kemudian duduk. Tertegun melihat punggungnya dari belakang. Kenapa jadi kerasa banget capeknya dia? Selama ini kan cuma tau aja dia sibuk sibuk, nggak bales chat, jarang ketemu ya nggak tau apa yang dikerjain. Begitu tahu realnya jadi sedih. Ya emang beneran kerja dia tuh...

Beberapa saat yang lalu dia cerita soal beli mobil yang udah ngabisin banyak tabungannya, belum sekarang lagi nyicil untuk biaya nikah ternyata. Dia bilang biar nanti pas ketemu orang tuaku tuh udah ada bekel yang aku jewer kemudian. Maksa banget sih Papa Mamaku tuh nggak nuntut semua itu kok, aku juga nggak pernah nuntut kan. Tapi masih ngeyel dianya pake alasan biar pantes karena dia bakal diamanahi tanggung jawab.

"Masih lama?" Aku berdiri menyender kursinya.

"Hmm?" Ia mendongak sebentar. Matanya terlihat sayu meski masih dipaksa melek. "Dikit lagi niih.. lihat udah sampe outro. Tinggal diperiksa dikit trus di-save." Katanya menunjukkan gambar garis-garis di layar yang lebih mirip print out kekuatan gempa di mataku. Ya maaf aku kan awam. "Kamu tidur lagi ajaa." Tangannya mengelus lenganku.

"Nggak mau. Aku tungguin." Siapa tahu nanti aku tidur dia ngebuka file lain kan? Beneran nggak istirahat namanya.

Sama sebenernya aku masih bingung ini nanti gimana. Maksudnya tadi kan kirain masih agak sorean gitu kelarnya trus bisa pulang ke apartment atau ke rumahku taunya molor banget. Udah jam segini dan dia pasti capek yang bikin gak yakin bisa nyetir apa enggak. Aku juga udah sadar gak sadar kan nyawanya separuh tidurnya kepotong.

"Udaaaaaah." Dia lagi streching sambil nunggu komputernya mati. Trus abis itu duduk diem. Aku juga cuma berdiri doang diem. Lagi ngerasa kosong bentar. Tau gak sih kaya perasaan-perasaan aneh abis ngerjain sesuatu sampe kaya mau mati (? Lebay si tapi gitu) trus bikin sadar hidup tuh susah. Hidup tuh susah tapi ya nggak ada pilihan lain kaya mau ganti profesi juga bakal nemu lagi susahnya. Karena nggak ada hal yang enak terus kecuali kamu anak sultan dan pengusaha tambang.

Ia bangkit berdiri dan aku baru lihat kan matanya udah agak merah karena nahan ngantuk dari tadi. Nggak mungkin banget ini mah buat nyetir pulang.

"Na, maaf banget deh kayaknya aku nggak bisa nganter kamu pulang." Dia kuyu banget. Dan perihal dia masih mikirin aku, dengan berkata demikian padahal sudah pasti dia lelah luar biasa membuat hatiku menghangat.

"Iya nggak papa. Kamu pasti capek kan." Aku tersenyum. Mengelus pundaknya lalu berjinjit. Cup! I give him a peck. "You've done well today."

Dia terdiam sebentar kemudian mengecup bibirku pelan. Pelan sekali agar tidak mengganggu ritmik jantungku, meski tetap saja ada yang membuat berdesir. This time is really nonsexual. Just a soft kiss like a goodnight greeting.

Hanya sebentar kemudian ia menarik tanganku menuju sofa. Menimbang-nimbang sebentar kemudian memposisikan diri berbaring yang menyisakan sedikit ruang untukku. Menyuruhku untuk mengisi di sisa tempat itu dengan sebagian diriku bertumpu padanya. Tangannya memelukku. Ini rasanya nyaman. He is really soft and comfortable.

"Goodnight."

Aku bernapas di dadanya. Berdoa lirih dalam hati. Berharap di sisa malam ini bermimpi tentangnya lagi. Karena rasanya dalam bangun dan tidurku aku selalu ingin dengannya.


Notes.
Masih suka bingung cerita ini ada yg baca, tp makasih??

Aku pengen tanya boleh? Sejauh ini paling suka chapter yang mana (wahaha ngarep banget ada yang disuka)



Continue Reading

You'll Also Like

462K 67.9K 45
[dark romance] Tidak mudah menjalani dua tahun pernikahan milik Satya dan Kana yang pelik. Restu dari mama mertua, cinta platonik yang menghantui Sat...
237K 31.6K 56
[Angst] She fell first, he fell harder. Arsad terjebak sendiri dalam rencana balas dendamnya pada seorang perempuan. Tidak terpikir jika niat sederha...
58.4K 5.9K 43
[Cerita Terpilih untuk Reading List @WattpadRomanceID - SPOTLIGHT ROMANCE OF NOVEMBER 2023] Menjadi lebih dekat dengan seorang Adhyaksa Januar merupa...
11.1K 1.2K 45
"There's no such a thing as perfect Soufflé, and so are our life." Soufflé, sejenis kudapan manis nan ringan, tetapi penuh intrik dan rawan kegagal...